Feri Amsari Sebut Perubahan Wantimpres Jadi DPA Bertentangan dengan Konstitusi
loading...
A
A
A
Usulan DPA baru yang akan menjadi lembaga di luar kepresidenan, kata Aan, tentu akan menjadikan fungsinya tidak sesuai dengan hakikat kedudukan sebagai lembaga pertimbangan presiden.
"Kalau DPA dikeluarkan dari cabang eksekutif maka DPA ini seolah-olah menjadi check and balance terhadap presiden, sebagaimana Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, DPR dan DPD. Itu kan menjadi check and balace untuk mengimbangi kekuasaan presiden," kata Aan lagi.
Untuk diketahui, kata Aan, Padahal, DPA merupakan pihak yang memberikan pertimbangan dan nasihat kepada presiden. Tetapi, bila DPA menjadi lembaga yang mandiri, tentu hal tersebut bertentangan dengan fitrahnya.
"Dengan demikian urgensinya (usulan RUU Wantimpres) ini tidak ada, yang terjadi justru akan menghambur-hamburkan keuangan negara. Jadi tidak maksimum dalam menjalankannya, bahkan salah arah dalam menjalankan tugasnya tapi dibiayai oleh negara," ujar Aan.
Bila DPA ini benar akan dibentuk, lanjut Aan, jangan sampai malah menjadi beban untuk negara dan justru ini hanya menjadi keuntungan bagi anggota DPA.
"Nanti ke aspek protokoler, aspek keuangan dan sebagainya. Nah keuntungan bagi individu-individu anggota DPA, tapi ini kerugiakan bagi negara. Kenapa? karena tidak sesuai dari hakikat dasar atau kedudukan dasar dari DPA itu sendiri. Sementara negara harus membiayai setara dengan presiden, setara dengan MA, setara dengan BPK, setara dengan DPD," ungkap Aan.
Karena itu, kata Aan, pihaknya mendorong DPR untuk mempertimbangkan betul atas usulan perubahan RUU Wantimpres menjadi DPA. Dan Presiden Jokowi sebaiknya lebih mengutamakan mengurusi masalah-masalah yang ada saat ini.
"Inilah saya melihat bahwa seharusnya dalam masa-masa seperti ini, kita menyelesaikan masalah prioritas, bukan menambah masalah. Masalah kita ini sudah besar. Ada masalah IKN yang sampai saat ini belum tuntas. Ada masalah program makan siang gratis, juga belum tuntas. Ada masalah judi online, dan juga masalah profesionalitas Polri. Bukan itu yang diselesaikan, tapi malah terkait dengan masalah lain yang sebenarnya tidak ada masalah, yang sudah sesuai bahkan," beber Aan.
Keberadaan Wantimpres di bawah presiden saat ini, kata Aan, sudah sesuai dengan cita-cita membangun negara hukum sebagaimana semangat reformasi dulu.
"Nah yang sudah sesuai kemudian dirombak, yang ada masalah justru dibiarkan. Ini kan orang malah memandangnya hanya untuk mengalihkan atau menutupi masalah dari masalah yang sebenarnya. Karenanya DPR selaku inisiator, semoga tidak melanjutkan usulan ini. Memang kalau dari segi usulan, ini tidak logis ya. Kenapa tidak logis? Ini kan urusan presiden, DPA kan memberikan pertimbangan kepada presiden, tapi kok usul RUU-nya ada di DPR. Ini nggak logis," tutupnya.
"Kalau DPA dikeluarkan dari cabang eksekutif maka DPA ini seolah-olah menjadi check and balance terhadap presiden, sebagaimana Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, DPR dan DPD. Itu kan menjadi check and balace untuk mengimbangi kekuasaan presiden," kata Aan lagi.
Untuk diketahui, kata Aan, Padahal, DPA merupakan pihak yang memberikan pertimbangan dan nasihat kepada presiden. Tetapi, bila DPA menjadi lembaga yang mandiri, tentu hal tersebut bertentangan dengan fitrahnya.
"Dengan demikian urgensinya (usulan RUU Wantimpres) ini tidak ada, yang terjadi justru akan menghambur-hamburkan keuangan negara. Jadi tidak maksimum dalam menjalankannya, bahkan salah arah dalam menjalankan tugasnya tapi dibiayai oleh negara," ujar Aan.
Bila DPA ini benar akan dibentuk, lanjut Aan, jangan sampai malah menjadi beban untuk negara dan justru ini hanya menjadi keuntungan bagi anggota DPA.
"Nanti ke aspek protokoler, aspek keuangan dan sebagainya. Nah keuntungan bagi individu-individu anggota DPA, tapi ini kerugiakan bagi negara. Kenapa? karena tidak sesuai dari hakikat dasar atau kedudukan dasar dari DPA itu sendiri. Sementara negara harus membiayai setara dengan presiden, setara dengan MA, setara dengan BPK, setara dengan DPD," ungkap Aan.
Karena itu, kata Aan, pihaknya mendorong DPR untuk mempertimbangkan betul atas usulan perubahan RUU Wantimpres menjadi DPA. Dan Presiden Jokowi sebaiknya lebih mengutamakan mengurusi masalah-masalah yang ada saat ini.
"Inilah saya melihat bahwa seharusnya dalam masa-masa seperti ini, kita menyelesaikan masalah prioritas, bukan menambah masalah. Masalah kita ini sudah besar. Ada masalah IKN yang sampai saat ini belum tuntas. Ada masalah program makan siang gratis, juga belum tuntas. Ada masalah judi online, dan juga masalah profesionalitas Polri. Bukan itu yang diselesaikan, tapi malah terkait dengan masalah lain yang sebenarnya tidak ada masalah, yang sudah sesuai bahkan," beber Aan.
Keberadaan Wantimpres di bawah presiden saat ini, kata Aan, sudah sesuai dengan cita-cita membangun negara hukum sebagaimana semangat reformasi dulu.
"Nah yang sudah sesuai kemudian dirombak, yang ada masalah justru dibiarkan. Ini kan orang malah memandangnya hanya untuk mengalihkan atau menutupi masalah dari masalah yang sebenarnya. Karenanya DPR selaku inisiator, semoga tidak melanjutkan usulan ini. Memang kalau dari segi usulan, ini tidak logis ya. Kenapa tidak logis? Ini kan urusan presiden, DPA kan memberikan pertimbangan kepada presiden, tapi kok usul RUU-nya ada di DPR. Ini nggak logis," tutupnya.