Penumpang Angkutan Penyeberangan Masih Kesulitan Gunakan Aplikasi Ferizy
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan penggunaan teknologi memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas publik. Untuk itu, penerapan teknologi dalam sektor transportasi angkutan penyeberangan seharusnya mempermudah konsumen dalam membeli dan mempergunakannya.
Pengamat transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan, penerapan digitalisasi seyogianya mempermudah para pengguna dalam mempergunakan atau menerima fasilitas transportasi tersebut.
"Sekarang dengan adanya aplikasi pembelian tiket penyeberangan Ferizy, apakah itu benar mempermudah pengguna transportasi. Atau hanya mengedepankan teknologi tanpa memahami kultur dan kesiapan masyarakat terhadap produk digital," kata politikus Partai Gerindra yang akrab disapa BHS, Sabtu (6/7/2024).
Fakta di lapangan, kata dia, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami teknologi secara baik. Dia mengingatkan, masyarakat Indonesia sekitar 30% pendidikannya SD ke bawah.
“Pengguna kapal feri itu masyarakat menengah ke bawah. Menengah atas ada tapi lebih banyak yang menengah ke bawah. Apakah penggunaan aplikasi ini tepat untuk memberikan layanan kepada konsumen feri. Itu masyarakat akan kesulitan mengunduh aplikasi, apalagi harus mengisi data datanya untuk dipergunakan membeli tiket. Kenapa tidak mencoba digitalisasi seperti transaksi cashless yang ada di tol, kalau uang elektronik itu kan mereka tinggal isi di mana saja, lalu bisa langsung digunakan." Ucapnya.
Bagi masyarakat yang tidak familiar dengan penggunaan aplikasi ini atau gaptek, akhirnya mereka harus membeli di kios kios agen yang menjual tiket di sekitar pelabuhan seperti di lintasan Merak - Bakaheuni dan Ketapang - Gilimanuk. Agen-agen tersebut terkesan seperti agen tidak resmi atau agen asal-asalan. Bahkan agen-agen tersebut meminta imbalan yang jauh lebih besar dari harga jasa pelayaran ataupun jasa kepelabuhanan yang ada diharga tiket tersebut.
Sebagai contoh di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, dijual tiket bagi penumpang pejalan kaki seharga Rp17.000. Rinciannya, jasa pelayaran Rp5.100, jasa kepelabuhanan ASDP Rp4.200, asuransi Jasa Raharja Rp400, dan asuransi Jasa Raharja Putra Rp900. Jadi total harga tiket Rp10.600, sedangkan sisa dari Rp17.000 adalah sebesar Rp6.400 yang merupakan kutipan jasa agen yang memanfaatkan kesulitan masyarakat, atau kutipan agen yang ada di tiket tersebut.
Padahal kutipan agen ada di dalam jasa kepelabuhanan ASDP Rp4.200 tersebut. Karena besaran jasa kepelabuhanan tersebut termasuk jasa penjualan tiket pada saat ASDP belum menerapkan digitalisasi. Akhirnya masyarakat sangat dirugikan dengan membayar lebih mahal akibat digitalisasi yang tidak wajar. Padahal dengan adanya digitalisasi Aplikasi Ferizy tersebut, seharusnya malah memudahkan dan membuat tarif semakin lebih murah bagi masyarakat. "Masa jasa kutipan agen lebih mahal daripada jasa pelayarannya. Ini yang harus diluruskan," ucap BHS.
Pengamat transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan, penerapan digitalisasi seyogianya mempermudah para pengguna dalam mempergunakan atau menerima fasilitas transportasi tersebut.
"Sekarang dengan adanya aplikasi pembelian tiket penyeberangan Ferizy, apakah itu benar mempermudah pengguna transportasi. Atau hanya mengedepankan teknologi tanpa memahami kultur dan kesiapan masyarakat terhadap produk digital," kata politikus Partai Gerindra yang akrab disapa BHS, Sabtu (6/7/2024).
Fakta di lapangan, kata dia, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami teknologi secara baik. Dia mengingatkan, masyarakat Indonesia sekitar 30% pendidikannya SD ke bawah.
“Pengguna kapal feri itu masyarakat menengah ke bawah. Menengah atas ada tapi lebih banyak yang menengah ke bawah. Apakah penggunaan aplikasi ini tepat untuk memberikan layanan kepada konsumen feri. Itu masyarakat akan kesulitan mengunduh aplikasi, apalagi harus mengisi data datanya untuk dipergunakan membeli tiket. Kenapa tidak mencoba digitalisasi seperti transaksi cashless yang ada di tol, kalau uang elektronik itu kan mereka tinggal isi di mana saja, lalu bisa langsung digunakan." Ucapnya.
Bagi masyarakat yang tidak familiar dengan penggunaan aplikasi ini atau gaptek, akhirnya mereka harus membeli di kios kios agen yang menjual tiket di sekitar pelabuhan seperti di lintasan Merak - Bakaheuni dan Ketapang - Gilimanuk. Agen-agen tersebut terkesan seperti agen tidak resmi atau agen asal-asalan. Bahkan agen-agen tersebut meminta imbalan yang jauh lebih besar dari harga jasa pelayaran ataupun jasa kepelabuhanan yang ada diharga tiket tersebut.
Sebagai contoh di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, dijual tiket bagi penumpang pejalan kaki seharga Rp17.000. Rinciannya, jasa pelayaran Rp5.100, jasa kepelabuhanan ASDP Rp4.200, asuransi Jasa Raharja Rp400, dan asuransi Jasa Raharja Putra Rp900. Jadi total harga tiket Rp10.600, sedangkan sisa dari Rp17.000 adalah sebesar Rp6.400 yang merupakan kutipan jasa agen yang memanfaatkan kesulitan masyarakat, atau kutipan agen yang ada di tiket tersebut.
Padahal kutipan agen ada di dalam jasa kepelabuhanan ASDP Rp4.200 tersebut. Karena besaran jasa kepelabuhanan tersebut termasuk jasa penjualan tiket pada saat ASDP belum menerapkan digitalisasi. Akhirnya masyarakat sangat dirugikan dengan membayar lebih mahal akibat digitalisasi yang tidak wajar. Padahal dengan adanya digitalisasi Aplikasi Ferizy tersebut, seharusnya malah memudahkan dan membuat tarif semakin lebih murah bagi masyarakat. "Masa jasa kutipan agen lebih mahal daripada jasa pelayarannya. Ini yang harus diluruskan," ucap BHS.