Tekan Angka Kematian Bayi, Cegah Infeksi Virus RSV Harus Jadi Prioritas Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Neonatologi Rinawati Rohsiswatmo mengingatkan pentingnya pemerintah untuk berupaya meningkatkan awareness, pencegahan, diagnosis, dan treatment (supportive) terhadap kasus Respiratory Syncytial Virus (RSV) di Indonesia.
Dalam salah satu studi multicentre tahun 2022 terkait epidemiologi community-acquired pneumonia (CAP) di Indonesia, RSV menjadi satu dari lima pathogen utama yang ditemukan.
Temuan ini menyebutkan bahwa kasus RSV di Indonesia mencapai sebanyak 27,1% dan menempati urutan ke-2 penyebab CAP pada anak usia di bawah 5 tahun. Bahkan, pada kasus mix infection maupun single infection akibat virus, RSV merupakan pathogen yang sering ditemui.
Berdasarkan salah satu review literatur sistematik, laju insidensi Lower Respiratory Tract Infection (LRTI) atau infeksi saluran nafas bagian bawah akibat infeksi RSV di Indonesia sebesar 50,1 per 1000 anak per tahun dengan jumlah kejadian sebanyak 1.245.1852. Insidensi dan proporsi infeksi RSV yang mengakibatkan LRTI dan LRTI berat itu lebih banyak terjadi pada kelompok usia kurang dari 1 tahun.
Merujuk data dari empat penelitian lokal secara terpisah juga menunjukkan kalau ini adalah virus yang muncul setiap tahun. Kasus puncaknya terjadi pada minggu 48 (Awal Desember) hingga minggu 16 (Akhir Maret). Namun, para ahli masih yakin ini akan mengikuti flu yang berlangsung sepanjang tahun.
Faktor risiko utama infeksi RSV parah adalah pada bayi prematur dan bayi jangka panjang dengan kelainan CP (Celebral Palsy). Terdapat 2,02% insiden bayi prematur berisiko tinggi yang lahir dengan ID RSV.
Adapun mortalitas pada bayi prematur berisiko tinggi hingga 3%, sedangkan mortality rate Covid-19 pada anak-anak adalah 0,4%. Ini artinya risiko terkena RSV lebih tinggi bagi bayi prematur. Sedangkan Indonesia adalah 5 negara teratas di dunia yang memiliki kelahiran prematur–risiko tinggi.
Rina memaparkan bahwa banyak kejadian LRTI seperti pneumonia dan bronkiolitis yang dicurigai disebabkan RSV. Namun, terkadang ini tidak terdeteksi secara optimal karena terbatasnya akses tes diagnostik untuk memeriksa keberadaan virus RSV.
"Maka sangat penting infeksi RSV menjadi perhatian pemerintah, terutama untuk mencegah beban penyakit kematian dini bayi dengan risiko tinggi yang diakibatkan pneumonia akibat infeksi RSV," katanya.
Menurut dia, pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang bahaya penyakit yang disebabkan RSV umumnya masih rendah, termasuk orang tua dengan anak yang berisiko tinggi terhadap RSV. Salah satu parameter yang mudah diukur adalah dengan melihat Google Trend di Indonesia dengan kata kunci “Infeksi RSV” dan “Pneumonia” sebagai salah satu outcome dari RSV.
Dalam salah satu studi multicentre tahun 2022 terkait epidemiologi community-acquired pneumonia (CAP) di Indonesia, RSV menjadi satu dari lima pathogen utama yang ditemukan.
Temuan ini menyebutkan bahwa kasus RSV di Indonesia mencapai sebanyak 27,1% dan menempati urutan ke-2 penyebab CAP pada anak usia di bawah 5 tahun. Bahkan, pada kasus mix infection maupun single infection akibat virus, RSV merupakan pathogen yang sering ditemui.
Berdasarkan salah satu review literatur sistematik, laju insidensi Lower Respiratory Tract Infection (LRTI) atau infeksi saluran nafas bagian bawah akibat infeksi RSV di Indonesia sebesar 50,1 per 1000 anak per tahun dengan jumlah kejadian sebanyak 1.245.1852. Insidensi dan proporsi infeksi RSV yang mengakibatkan LRTI dan LRTI berat itu lebih banyak terjadi pada kelompok usia kurang dari 1 tahun.
Merujuk data dari empat penelitian lokal secara terpisah juga menunjukkan kalau ini adalah virus yang muncul setiap tahun. Kasus puncaknya terjadi pada minggu 48 (Awal Desember) hingga minggu 16 (Akhir Maret). Namun, para ahli masih yakin ini akan mengikuti flu yang berlangsung sepanjang tahun.
Faktor risiko utama infeksi RSV parah adalah pada bayi prematur dan bayi jangka panjang dengan kelainan CP (Celebral Palsy). Terdapat 2,02% insiden bayi prematur berisiko tinggi yang lahir dengan ID RSV.
Adapun mortalitas pada bayi prematur berisiko tinggi hingga 3%, sedangkan mortality rate Covid-19 pada anak-anak adalah 0,4%. Ini artinya risiko terkena RSV lebih tinggi bagi bayi prematur. Sedangkan Indonesia adalah 5 negara teratas di dunia yang memiliki kelahiran prematur–risiko tinggi.
Rina memaparkan bahwa banyak kejadian LRTI seperti pneumonia dan bronkiolitis yang dicurigai disebabkan RSV. Namun, terkadang ini tidak terdeteksi secara optimal karena terbatasnya akses tes diagnostik untuk memeriksa keberadaan virus RSV.
"Maka sangat penting infeksi RSV menjadi perhatian pemerintah, terutama untuk mencegah beban penyakit kematian dini bayi dengan risiko tinggi yang diakibatkan pneumonia akibat infeksi RSV," katanya.
Menurut dia, pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang bahaya penyakit yang disebabkan RSV umumnya masih rendah, termasuk orang tua dengan anak yang berisiko tinggi terhadap RSV. Salah satu parameter yang mudah diukur adalah dengan melihat Google Trend di Indonesia dengan kata kunci “Infeksi RSV” dan “Pneumonia” sebagai salah satu outcome dari RSV.