Generasi Muda Dinilai Punya Peran Mitigasi Urban Heat Island
loading...
A
A
A
JAKARTA - Generasi muda dinilai mempunyai peran dalam mitigasi Urban Heat Island (UHI). Hal ini dikatakan oleh Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen KLHK) Sigit Reliantoro.
Sigit memaparkan penjelasannya ini saat KLHK bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar workshop bertajuk Peran Generasi Muda dalam Mitigasi Urban Heat Island, di Gedung Research Center ITS Surabaya, Rabu, 26 Juni 2024.
Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta pengetahuan mengenai fenomena UHI di kalangan generasi muda.
Sigit menegaskan, solusi untuk mengatasi UHI adalah melalui gerakan climate optimism. "Masyarakat harus terhubung satu sama lain, terus memperbarui informasi terkait UHI, fokus mencari solusi, dan terus berupaya mengedukasi yang lain. Pola pikir ini adalah langkah awal penyelesaian UHI," kata Sigit dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).
Implementasi program-program mitigasi Urban Heat Island oleh KLHK masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal koordinasi antar lembaga dan partisipasi masyarakat yang belum optimal. Oleh karena itu, kata Sigit, peran generasi muda sangat diharapkan sebagai tonggak dalam mitigasi UHI.
Generasi muda dapat berkontribusi melalui edukasi dan kesadaran lingkungan dengan mengkampanyekan pentingnya ruang terbuka hijau dan praktik ramah lingkungan melalui media sosial dan kegiatan komunitas. "Selain itu, mereka dapat mengembangkan solusi teknologi untuk mengurangi efek UHI, seperti aplikasi untuk pemantauan kualitas udara dan suhu, inovasi, dan penerapan desain bangunan ramah lingkungan," ucapnya.
"Partisipasi aktif generasi muda dalam kegiatan penghijauan dan program lingkungan lainnya di komunitas masing-masing juga sangat penting untuk mendukung upaya mitigasi UHI. Generasi muda juga dapat menjadi pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan," tambahnya.
Sementara untuk mengurangi dampak UHI, KLHK memiliki beberapa program, termasuk Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Indeks Respon Lingkungan Hidup (IRLH). Program ini mencakup Program Langit Biru untuk meningkatkan indeks kualitas udara (IKU) dan Program Indonesia Hijau untuk meningkatkan indeks kualitas lahan (IKL).
"Tujuan utama program ini adalah mendorong pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup, terutama terkait polusi udara dan penghijauan," ujarnya.
Langkah-langkah yang diambil kata Sigit, termasuk mendorong penggunaan energi bersih bagi industri, transisi ke kendaraan listrik, uji emisi kendaraan bermotor, peningkatan jumlah dan kualitas ruang terbuka hijau di perkotaan, serta penanaman pohon. "IKLH dan IRLH berperan penting dalam mengukur, mengevaluasi, dan mendorong implementasi yang efektif," pungkasnya.
Sementara Rektor ITS Bambang Pramujati mengungkapkan, fenomena UHI adalah peningkatan suhu yang signifikan di daerah perkotaan akibat kepadatan bangunan dan aktivitas industri. "Fenomena ini semakin parah setiap tahunnya, ditandai dengan suhu yang terus meningkat," ujar Bambang.
Ia juga menekankan, pentingnya upaya mitigasi untuk meminimalisasi dampak lingkungan dari perkembangan industri yang tak terhindarkan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memaparkan, seluruh kota di Indonesia mengalami peningkatan suhu yang signifikan, berkisar antara 0,2 hingga 1 derajat celsius per 30 tahun. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa konsentrasi karbon di udara kini mencapai 415 ppm, menandakan tren peningkatan konsentrasi karbon tiap tahunnya.
Dwikorita menggarisbawahi, pentingnya peran data dalam analisis dan proyeksi perubahan iklim. "Tugas utama BMKG adalah melakukan monitoring secara sistematis dan berkelanjutan agar analisis prediksi dan proyeksi dapat dilakukan dengan data puluhan bahkan ratusan tahun," tegasnya.
Dalam kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara ITS dan BMKG untuk meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kerja sama ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan BMKG dalam mencetak 500 doktor baru guna meningkatkan kualitas dan kinerja lembaga tersebut.
Workshop ini diikuti oleh 325 peserta yang hadir secara luring dan daring yang menghadirikan berbagai tokoh penting yaitu Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati; Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro; dan Rektor ITS Bambang Pramujati. Selain itu, acara ini juga menggandeng Institut Hijau Indonesia sebagai mitra kolaborasi.
Sigit memaparkan penjelasannya ini saat KLHK bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar workshop bertajuk Peran Generasi Muda dalam Mitigasi Urban Heat Island, di Gedung Research Center ITS Surabaya, Rabu, 26 Juni 2024.
Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta pengetahuan mengenai fenomena UHI di kalangan generasi muda.
Sigit menegaskan, solusi untuk mengatasi UHI adalah melalui gerakan climate optimism. "Masyarakat harus terhubung satu sama lain, terus memperbarui informasi terkait UHI, fokus mencari solusi, dan terus berupaya mengedukasi yang lain. Pola pikir ini adalah langkah awal penyelesaian UHI," kata Sigit dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).
Implementasi program-program mitigasi Urban Heat Island oleh KLHK masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal koordinasi antar lembaga dan partisipasi masyarakat yang belum optimal. Oleh karena itu, kata Sigit, peran generasi muda sangat diharapkan sebagai tonggak dalam mitigasi UHI.
Generasi muda dapat berkontribusi melalui edukasi dan kesadaran lingkungan dengan mengkampanyekan pentingnya ruang terbuka hijau dan praktik ramah lingkungan melalui media sosial dan kegiatan komunitas. "Selain itu, mereka dapat mengembangkan solusi teknologi untuk mengurangi efek UHI, seperti aplikasi untuk pemantauan kualitas udara dan suhu, inovasi, dan penerapan desain bangunan ramah lingkungan," ucapnya.
"Partisipasi aktif generasi muda dalam kegiatan penghijauan dan program lingkungan lainnya di komunitas masing-masing juga sangat penting untuk mendukung upaya mitigasi UHI. Generasi muda juga dapat menjadi pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan," tambahnya.
Sementara untuk mengurangi dampak UHI, KLHK memiliki beberapa program, termasuk Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan Indeks Respon Lingkungan Hidup (IRLH). Program ini mencakup Program Langit Biru untuk meningkatkan indeks kualitas udara (IKU) dan Program Indonesia Hijau untuk meningkatkan indeks kualitas lahan (IKL).
"Tujuan utama program ini adalah mendorong pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas lingkungan hidup, terutama terkait polusi udara dan penghijauan," ujarnya.
Langkah-langkah yang diambil kata Sigit, termasuk mendorong penggunaan energi bersih bagi industri, transisi ke kendaraan listrik, uji emisi kendaraan bermotor, peningkatan jumlah dan kualitas ruang terbuka hijau di perkotaan, serta penanaman pohon. "IKLH dan IRLH berperan penting dalam mengukur, mengevaluasi, dan mendorong implementasi yang efektif," pungkasnya.
Sementara Rektor ITS Bambang Pramujati mengungkapkan, fenomena UHI adalah peningkatan suhu yang signifikan di daerah perkotaan akibat kepadatan bangunan dan aktivitas industri. "Fenomena ini semakin parah setiap tahunnya, ditandai dengan suhu yang terus meningkat," ujar Bambang.
Ia juga menekankan, pentingnya upaya mitigasi untuk meminimalisasi dampak lingkungan dari perkembangan industri yang tak terhindarkan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memaparkan, seluruh kota di Indonesia mengalami peningkatan suhu yang signifikan, berkisar antara 0,2 hingga 1 derajat celsius per 30 tahun. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa konsentrasi karbon di udara kini mencapai 415 ppm, menandakan tren peningkatan konsentrasi karbon tiap tahunnya.
Dwikorita menggarisbawahi, pentingnya peran data dalam analisis dan proyeksi perubahan iklim. "Tugas utama BMKG adalah melakukan monitoring secara sistematis dan berkelanjutan agar analisis prediksi dan proyeksi dapat dilakukan dengan data puluhan bahkan ratusan tahun," tegasnya.
Dalam kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara ITS dan BMKG untuk meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kerja sama ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan BMKG dalam mencetak 500 doktor baru guna meningkatkan kualitas dan kinerja lembaga tersebut.
Workshop ini diikuti oleh 325 peserta yang hadir secara luring dan daring yang menghadirikan berbagai tokoh penting yaitu Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati; Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro; dan Rektor ITS Bambang Pramujati. Selain itu, acara ini juga menggandeng Institut Hijau Indonesia sebagai mitra kolaborasi.
(rca)