BNPB Ungkap Tren Kejadian Bencana Dampak Erupsi Gunungapi Meningkat di 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) , Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan pihaknya mencatat tren kejadian bencana dampak erupsi gunungapi meningkat di tahun 2024. Bencana sekunder tersebut menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
“Di 2024 ini yang menonjol kejadian gunung ini juga luar biasa,” ujar Suharyanto saat menghadiri simulasi evakuasi mandiri di kaki Gunung Merapi, Jawa Tengah, dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).
Mulai dari Gunungapi Marapi di Sumatera Barat, Suharyanto menceritakan bagaimana bencana sekunder yang terjadi sekitar dua bulan lalu itu kemudian menelan korban hingga 72 orang termasuk kerugian materil lainnya.
Menurut hasil kaji cepat, kawasan Gunungapi Marapi baru memiliki dua sabo dam untuk banjir lahar hujan gunungapi. Hal itu menjadi salah satu faktor penyebab petaka yang ada di sana. Hingga tahun 2026 pemerintah menargetkan untuk membangun sabo dam di 56 titik.
Angka itu masih jauh jika dibanding dengan keberadaan sabo dam di kawasan Gunungapi Merapi yang mana hingga saat ini sudah ada sebanyak 200 lebih sabo dam sebagai jalur lahar.
“Di sana ada penghambat aliran lahar atau sabo dam. Di sini ada 200 lebih sudah dibangun. Sementara di Marapi baru dua. Kita bangun sampai 2026 rencananya ada 56 sabo dam,” jelas Suharyanto.
Selanjutnya, Gunungapi Ruang yang ada di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara. Suharyanto mengenang, jika pada saat itu pemerintah terlambat memberikan informasi peringatan dini dan tidak segera mengevakuasi warga maka kemungkinan besar akan jatuh korban jiwa.
“Ada Gunungapi Ruang di Sitaro. Meletus 2024. Untungnya kita segera memberikan informasi. Hitungannya jam. Terlambat sedikit kita memberikan informasi dan mengevakuasi masyarakat pasti ada korban. Karena di sana masih ada yang tinggal di kaki gunung sebanyak 830-an orang. Ada dua kampung habis disapu erupsi,” kenang Suharyanto.
Berikutnya erupsi Gunungapi Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara. Meski saat ini status sudah turun menjadi level III, namun pemerintah daerah setempat sempat dibuat kepayang melakukan upaya penanganan darurat.
“Gunung Ibu ada 1.500 KK yang mengungsi. Kalau dilihat ya jauh dari bapak-ibu sekalian dari pemahamannya, kesiapannya, dan segala macamnya,” kata Suharyanto.
Kemudian wilayah Nusa Tenggara Timur ada Gunungapi Lewotobi Laki-Laki dan Ile Lewotolok yang saat ini masih mengalami erupsi dan berstatus level III atau “Siaga”. Semua itu pernah dikunjungi Kepala BNPB dan dari rentetan kejadian itu, masyarakat Gunungapi Merapi dinilai lebih siap dan patut dijadikan role model untuk peningkatan kesiapsiagaan hingga penanganan daruratnya.
“Seluruh gunung berapi di Indonesia, yang menjadi terbaik, mulai pemantauannya, pemasangan alat hingga kesiapsiagaannya ini ya di Gunung Merapi ini. Walaupun tadi dilaporkan masih ada kekurangan dan kelemahan. Itu pasti. Tetapi jika dibanding kesiapsiagaan masyarakat gunung lain ya jauh,” pungkasnya.
“Di 2024 ini yang menonjol kejadian gunung ini juga luar biasa,” ujar Suharyanto saat menghadiri simulasi evakuasi mandiri di kaki Gunung Merapi, Jawa Tengah, dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).
Mulai dari Gunungapi Marapi di Sumatera Barat, Suharyanto menceritakan bagaimana bencana sekunder yang terjadi sekitar dua bulan lalu itu kemudian menelan korban hingga 72 orang termasuk kerugian materil lainnya.
Menurut hasil kaji cepat, kawasan Gunungapi Marapi baru memiliki dua sabo dam untuk banjir lahar hujan gunungapi. Hal itu menjadi salah satu faktor penyebab petaka yang ada di sana. Hingga tahun 2026 pemerintah menargetkan untuk membangun sabo dam di 56 titik.
Angka itu masih jauh jika dibanding dengan keberadaan sabo dam di kawasan Gunungapi Merapi yang mana hingga saat ini sudah ada sebanyak 200 lebih sabo dam sebagai jalur lahar.
“Di sana ada penghambat aliran lahar atau sabo dam. Di sini ada 200 lebih sudah dibangun. Sementara di Marapi baru dua. Kita bangun sampai 2026 rencananya ada 56 sabo dam,” jelas Suharyanto.
Selanjutnya, Gunungapi Ruang yang ada di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara. Suharyanto mengenang, jika pada saat itu pemerintah terlambat memberikan informasi peringatan dini dan tidak segera mengevakuasi warga maka kemungkinan besar akan jatuh korban jiwa.
“Ada Gunungapi Ruang di Sitaro. Meletus 2024. Untungnya kita segera memberikan informasi. Hitungannya jam. Terlambat sedikit kita memberikan informasi dan mengevakuasi masyarakat pasti ada korban. Karena di sana masih ada yang tinggal di kaki gunung sebanyak 830-an orang. Ada dua kampung habis disapu erupsi,” kenang Suharyanto.
Berikutnya erupsi Gunungapi Ibu di Halmahera Barat, Maluku Utara. Meski saat ini status sudah turun menjadi level III, namun pemerintah daerah setempat sempat dibuat kepayang melakukan upaya penanganan darurat.
“Gunung Ibu ada 1.500 KK yang mengungsi. Kalau dilihat ya jauh dari bapak-ibu sekalian dari pemahamannya, kesiapannya, dan segala macamnya,” kata Suharyanto.
Kemudian wilayah Nusa Tenggara Timur ada Gunungapi Lewotobi Laki-Laki dan Ile Lewotolok yang saat ini masih mengalami erupsi dan berstatus level III atau “Siaga”. Semua itu pernah dikunjungi Kepala BNPB dan dari rentetan kejadian itu, masyarakat Gunungapi Merapi dinilai lebih siap dan patut dijadikan role model untuk peningkatan kesiapsiagaan hingga penanganan daruratnya.
“Seluruh gunung berapi di Indonesia, yang menjadi terbaik, mulai pemantauannya, pemasangan alat hingga kesiapsiagaannya ini ya di Gunung Merapi ini. Walaupun tadi dilaporkan masih ada kekurangan dan kelemahan. Itu pasti. Tetapi jika dibanding kesiapsiagaan masyarakat gunung lain ya jauh,” pungkasnya.
(kri)