BKSAP Dorong Task Force di Forum AIPA Dibentuk untuk Resolusi Perdamaian Myanmar
loading...
A
A
A
Lebih lanjut Putu mengatakan, Parlemen Indonesia selalu melakukan pertemuan dengan CRPH dengan harapan bisa terus mediasi membantu Myanmar dalam proses demokratisasinya. Dengan demikian, Putu mengatakan hal ini juga akan dibawa ke Forum Ekskom dalam pertemuan di Laos pada Oktober 2024.
“Dalam pertemuan itu saat AIPA di Laos, di sana akan diputuskan dan memang sebagai satu langkah aksi dorongan untuk AIPA, memang Indonesia ambil inisiatif yang sangat konkret dan strategis, kita ingin lebih proaktif dalam beri masukan dan dorong keputusan ini,” kata anggota Komisi VI DPR ini.
Putu mengatakan, task force ini sangat dibutuhkan karena parlemen memiliki kekuatan diplomasi yang lebih lentur dan fleksibel. Tentunya, kata dia, pemerintah juga melakukan hal yang sama berjalan beriringan. Pemerintah dalam pertemuan resmi lebih komprehensif dan rigid dalam melakukan diplomasi.
“Tapi parlemen bisa ikut akselerasi untuk tercapainya perdamaian di Myanmar dan proses demokrasi agar kembali, demokrasi bisa hadir di Mynmar. Pada ujungnya, kita harap Myanmar bisa peaceful dan kembali turut jadi bagian dalam pertemuan di tingkat Asean dan AIPA,” katanya.
Dia melanjutkan, peran parlemen sangat strategis karena selama ini belum ada yang mendorong implementasi tersebut di AIPA. Makanya, kata Putu, Indonesia hadir untuk memberikan keyakinan bahwa langkah selanjutnya setelah ada resolusi ini harus ada langkah konkret dengan membentuk task force yang diputuskan dalam pertemuan AIPA di Laos nanti.
“Satu hal lagi yang penting terkait isu human right dan pengungsi. Ini juga kita ingin dalam task force turut kawal isu-isu tersebut. Karena isu ini harus dikawal secara komprehensif, sehingga memberikan dampak positif bagi masyarakat yanhg memang saat ini khususnya di Myanmar dalam kondisi cukup berat bagi pengungsi di Myanmar,” pungkasnya.
“Dalam pertemuan itu saat AIPA di Laos, di sana akan diputuskan dan memang sebagai satu langkah aksi dorongan untuk AIPA, memang Indonesia ambil inisiatif yang sangat konkret dan strategis, kita ingin lebih proaktif dalam beri masukan dan dorong keputusan ini,” kata anggota Komisi VI DPR ini.
Putu mengatakan, task force ini sangat dibutuhkan karena parlemen memiliki kekuatan diplomasi yang lebih lentur dan fleksibel. Tentunya, kata dia, pemerintah juga melakukan hal yang sama berjalan beriringan. Pemerintah dalam pertemuan resmi lebih komprehensif dan rigid dalam melakukan diplomasi.
“Tapi parlemen bisa ikut akselerasi untuk tercapainya perdamaian di Myanmar dan proses demokrasi agar kembali, demokrasi bisa hadir di Mynmar. Pada ujungnya, kita harap Myanmar bisa peaceful dan kembali turut jadi bagian dalam pertemuan di tingkat Asean dan AIPA,” katanya.
Dia melanjutkan, peran parlemen sangat strategis karena selama ini belum ada yang mendorong implementasi tersebut di AIPA. Makanya, kata Putu, Indonesia hadir untuk memberikan keyakinan bahwa langkah selanjutnya setelah ada resolusi ini harus ada langkah konkret dengan membentuk task force yang diputuskan dalam pertemuan AIPA di Laos nanti.
“Satu hal lagi yang penting terkait isu human right dan pengungsi. Ini juga kita ingin dalam task force turut kawal isu-isu tersebut. Karena isu ini harus dikawal secara komprehensif, sehingga memberikan dampak positif bagi masyarakat yanhg memang saat ini khususnya di Myanmar dalam kondisi cukup berat bagi pengungsi di Myanmar,” pungkasnya.
(rca)