Peter Carey: Tak Ada Hubungan Kesultanan Islam di Jawa dengan Turki Utsmani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejarawan Inggris yang memforkuskan diri pada penelitian tentang Perang Jawa (Perang Pangeran Diponegoro), Peter Carey membantah adanya hubungan antara Kekhalifahan Utsmaniyah dan Kesultanan-Kesultanan Islam di Jawa seperti yang ada dalam film Jejak Khalifah di Nusantara. Pria kelahiran Yangon, Myanmar tersebut memastikan tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan tersebut.
Hal ini disampaikan Peter Carey dalam siaran pers yang ditulis oleh asisten penelitiannya, Christopher Reinhart. "Saya Christopher Reinhart, sebagai asisten peneliti Prof Peter Carey, ingin meneruskan, atas permintaan Prof Carey, informasi lanjutan mengenai klaim adanya hubungan antara Kekhalifahan Utsmaniyah dan Kesultanan-kesultanan Islam di Jawa di dalam film Jejak Khilafah di Nusantarayang sempat mencatut namanya," tulis Christopher Reinhart dalam siaran persnya yang disebar melalui akun Twitter-nya, Rabu (19/8/2020).
Menurut Christopher Reinhart, pada 16 Agustus 2020, Prof Carey mengirimkan surat elektronik kepada ahli sejarah hubungan Utsmaniyah-Asia Tenggara, Dr Ismail Hakki Kadi. Surel itu dibalas pada 18 Agustus 2020. Berikut ini pokok pemikirannya: ( )
1. Tidak ada bukti pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa 'negara' Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475–1558), utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475–1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani.
2. Kesultanan yang ada di Pulau Jawa tidak dianggap sebagai vassal atau naungan Turki Utsmani, termasuk juga bukan wakil sultan-sultan Utsmani di Jawa.
3. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarkhi sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2, termasuk tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji 'Tunggul Wulung' merupakan 'bukti' bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr. Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.
"Dr Kadi menyebutkan bahwa jika ada satu saja dari 'legenda-legenda' itu yang memiliki dukungan bukti sejarah, ia pasti telah memasukkannya ke dalam hasil penelitiannya yang terbaru, yang beliau sunting bersama dengan Prof ACS Peacock dari Universitas St. Andrew’s di Skotlandia, berjudul Ottoman-Southeast Asian Relations; Sources from the Ottoman Archives (Leiden: Brill, 2019), dua jilid (https://brill.com/view/title/27163)," kata Christopher.(Baca Juga: Karomah Fatahilah, Panglima dan Ulama Demak Sang Penakluk Portugis)
Ia menegaskan bahwa, keterangan ini untuk meluruskan informasi yang diklaim berdasarkan sejarah, di mana nama Prof Peter Carey dicatut di dalamnya, padahal sama sekali tidak memiliki bukti dokumenter kesejarahan yang valid. Tendensi semacam ini, yang ditunjukkan oleh generasi sekarang, tampak seperti bentuk minderwardigheid (ketidakpercayadirian) yang menganggap bahwa orang-orang Indonesia masa lampau tidak dapat bertahan dari kolonialisme tanpa bantuan asing.
"Padahal, jelas sejarah yang asli dari negara ini menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia sendiri dan perjuangannya adalah faktor yang membuat Indonesia dapat bertahan melewati penjajahan Eropa maupun Jepang hingga akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan yang penuh pada 17 Agustus 1945," katanya.
Untuk diketahui, Peter Carey merasa dicatut namanya dalam peluncuran film Jejak Khilafah di Nusantara, garapan Nicko Pandawa, Minggu (2/8/2020). Dalam poster acara guru besar emeritus Trinity College, Oxford, itu disebut sebagai panelis tamu. Padahal, menurut Peter, panitia tidak meminta izin kepada dirinya.
Namun diakuinya bahwa pernah diwawancara untuk memberikan pandangan tentang Pangeran Diponegoro sebagai seorang muslim saat memimpin perang. Namun, tidak ada keterangan bahwa wawancara itu akan masuk dalam sebuah film.
Hal ini disampaikan Peter Carey dalam siaran pers yang ditulis oleh asisten penelitiannya, Christopher Reinhart. "Saya Christopher Reinhart, sebagai asisten peneliti Prof Peter Carey, ingin meneruskan, atas permintaan Prof Carey, informasi lanjutan mengenai klaim adanya hubungan antara Kekhalifahan Utsmaniyah dan Kesultanan-kesultanan Islam di Jawa di dalam film Jejak Khilafah di Nusantarayang sempat mencatut namanya," tulis Christopher Reinhart dalam siaran persnya yang disebar melalui akun Twitter-nya, Rabu (19/8/2020).
Menurut Christopher Reinhart, pada 16 Agustus 2020, Prof Carey mengirimkan surat elektronik kepada ahli sejarah hubungan Utsmaniyah-Asia Tenggara, Dr Ismail Hakki Kadi. Surel itu dibalas pada 18 Agustus 2020. Berikut ini pokok pemikirannya: ( )
1. Tidak ada bukti pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa 'negara' Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475–1558), utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475–1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani.
2. Kesultanan yang ada di Pulau Jawa tidak dianggap sebagai vassal atau naungan Turki Utsmani, termasuk juga bukan wakil sultan-sultan Utsmani di Jawa.
3. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarkhi sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2, termasuk tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji 'Tunggul Wulung' merupakan 'bukti' bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr. Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.
"Dr Kadi menyebutkan bahwa jika ada satu saja dari 'legenda-legenda' itu yang memiliki dukungan bukti sejarah, ia pasti telah memasukkannya ke dalam hasil penelitiannya yang terbaru, yang beliau sunting bersama dengan Prof ACS Peacock dari Universitas St. Andrew’s di Skotlandia, berjudul Ottoman-Southeast Asian Relations; Sources from the Ottoman Archives (Leiden: Brill, 2019), dua jilid (https://brill.com/view/title/27163)," kata Christopher.(Baca Juga: Karomah Fatahilah, Panglima dan Ulama Demak Sang Penakluk Portugis)
Ia menegaskan bahwa, keterangan ini untuk meluruskan informasi yang diklaim berdasarkan sejarah, di mana nama Prof Peter Carey dicatut di dalamnya, padahal sama sekali tidak memiliki bukti dokumenter kesejarahan yang valid. Tendensi semacam ini, yang ditunjukkan oleh generasi sekarang, tampak seperti bentuk minderwardigheid (ketidakpercayadirian) yang menganggap bahwa orang-orang Indonesia masa lampau tidak dapat bertahan dari kolonialisme tanpa bantuan asing.
"Padahal, jelas sejarah yang asli dari negara ini menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia sendiri dan perjuangannya adalah faktor yang membuat Indonesia dapat bertahan melewati penjajahan Eropa maupun Jepang hingga akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan yang penuh pada 17 Agustus 1945," katanya.
Untuk diketahui, Peter Carey merasa dicatut namanya dalam peluncuran film Jejak Khilafah di Nusantara, garapan Nicko Pandawa, Minggu (2/8/2020). Dalam poster acara guru besar emeritus Trinity College, Oxford, itu disebut sebagai panelis tamu. Padahal, menurut Peter, panitia tidak meminta izin kepada dirinya.
Namun diakuinya bahwa pernah diwawancara untuk memberikan pandangan tentang Pangeran Diponegoro sebagai seorang muslim saat memimpin perang. Namun, tidak ada keterangan bahwa wawancara itu akan masuk dalam sebuah film.
(abd)