Memotret Kebermanfaatan Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa di Masyarakat Pelosok Banten
loading...
A
A
A
MATAHARI bersinar terik kala serombongan wartawan dari Jakarta tiba di sebuah kampung kecil bernama Kampung Benoa, Desa Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Kedatangan rombongan wartawan yang tergabung dalam Press Touring Dompet Dhuafa ini untuk melihat langsung Kandang Domba Benoa yang ada di kampung itu.
baca juga: Atasi Masalah Kelaparan, Dompet Dhuafa Luncurkan Gerakan Lapor Lapar
Kandang domba berukuran 6x8 meter persegi itu terbuat dari kayu dan beratap asbes. Di dalam kandang berbentuk rumah panggung yang bagian bawah panggungnya berlantai semen tersebut berisi puluhan ekor domba yang sengaja disiapkan oleh pihak Dompet Dhuafa , untuk hewan kurban pada Lebaran Idul Adha , 10 Dzulhijjah 1445 H yang bertepatan 17 Juni 2024.
Seuai mengamati kandang domba, rombongan wartawan yang tadinya nampak kelelahan, tetiba mengerubungi seorang pria bertubuh ceking yang sedari tadi berdiri di depan kandang domba. Pria bernama Hardi (35) itu, ternyata juru rawat di Kandang Domba Benoa, Program Plasma Dompet Dhuafa Banten.
Kepada wartawan yang memberondong seabrek pertanyaan kepada dirinya, Hardi dengan sabar bercerita panjang lebar soal kenapa dirinya sampai terlibat dalam Program Plasma Dompet Dhuafa Banten, hingga ia bersedia menjadi juru rawat domba di kandang tersebut.
“Sebelum merawat domba, saya itu kerjanya serabutan. Bahkan tempat tinggal pun tidak ada. Lalu, paman saya mengenalkan saya dengan orang-orang Dompet Dhuafa, dan diajaklah saya untuk ngurus ternak domba di tempat ini,” tutur Hardi.
Karena memang butuh pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk menghidupi keluarganya, tanpa pikir panjang ayah tiga anak ini pun langsung menerima tawaran itu. Lebih 50 ekor domba dari Dompet Dhuafa mesti diurus oleh Hardi.
Pucuk dicinta ulam tiba. Kebetulan paman Hardi punya kandang kambing, dan selama ini Hardi juga yang mengurusnya, kendati kambingnya tidak ada. “Di kandang tersebut hanya ada domba, itupun cuma empat ekor. Sementara kandangnya besar. Kata paman saya, daripada kandangnya tidak terpakai, akhirnya diisilah dengan domba-domba dari Dompet Dhuafa,” kata dia.
Hardi (kanan) bersama Pendamping Peternakan Program Plasma Dompet Dhuafa
Banten, Agus Salim. Foto: Hendri Irawan/SINDOnews
Alasan lain yang membuat Hardi menerima tawaran mengurus domba, karena dulunya, waktu kecil ia pernah menernakkan kambing milik orang tuanya. Bahkan sampai dewasa hingga berumah tangga, sesekali Hardi masih kerap diminta untuk mengurus ternak kambing atau domba milik orang, termasuk domba milik pamannya.
“Istilah orang sini (warga Benoa) Maparok (jasa merawat kambing). Kita dititipi sepasang kambing, jantan dan betina. Kalau nanti betinanya beranak dua ekor, satu ekor anaknya dikasih ke orang yang merawatnya tadi,” kata Hardi.
Berbekal pengalaman merawat kambing itu pula, pada akhirnya menguatkan Hardi menerima tawaran untuk bergabung dalam Program Plasma Dompet Dhuafa, yakni dengan menjadi juru rawat domba di Kandang Domba Benoa. Dari pekerjaannya ini, Hardi bisa mendapat penghasilan lebih kurang Rp3 juta setiap bulannya.
“Macam gajianlah. Dan saya juga dibuatkan tempat tinggal. Ya lumayanlah walau masih berupa gubuk kayu, alhamdulillah,” kata Hardi seraya berharap kelak suatu saat dirinya punya peternakan domba sendiri.
Asa Hardi untuk menjadi peternak domba bukan hal yang mustahil. Apalagi, sang paman, Dadi, yang merupakan mantan kades di desanya sangat men-support impian Hardi untuk menjadi peternak domba. Malah Dadi berandai-andai, kelak Hardi menjadi pioner dan turut mewujudkan sentra peternakan domba di Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
“Tempat (lahan) sudah ada, pakan untuk makan domba di kampung Benoa juga berlimpah. Dan Hardi, orang yang pengalaman ngurus domba juga pasti siaplah. Ya, Hardi-lah yang nantinya saya andalkan untuk pengembangan ternak domba di Kampung Benoa ini,” kata Dadi.
Dadi melanjutkan, kebutuhan lainnya untuk mewujudkan sentra peternakan domba di Kampung Benoa juga sudah tersedia. Mulai bantuan permodalan termasuk sarana dan prasarana untuk pengembangan ternak domba sudah disediakan lengkap oleh pihak Dompet Dhuafa.
“Bahkan petugas pengawas kesehatan yang mengecek kesehatan hewan ternak, sampai ke pemasaran domba juga sudah ada semua. Jadi saya sangat optimistis sentra peternakan domba di Kampung Benoa ini bisa terwujud,” tegas Dadi.
Domba-domba pilihan di DD Farm Banten, Kampung Cimaung, Serang, Banten.
Foto: Hendri Irawan/SINDOnews
Harapan Hardi dan Dadi mewujudkan sentra peternakan domba di kampungnya juga diimpikan Iwan (32) warga Kampung Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Bersama tiga peternak di kampungnya, Iwan juga tergabung dalam program Plasma Dompet Dhuafa Banten.
Pria lulusan diploma bisnis Kampus Umar Usman Tangerang kerja sama Program Pendidikan Dompet Dhuafa ini, bahkan sudah membulatkan tekad untuk menjadi peternak sukses di kampungnya. Bersama dua temannya, saat ini Iwan mengurus 70 ekor domba di Kandang Domba Jalupang, Kampung Cinangrang, Kabupaten Lebak, Banten.
Tak hanya mengurus ternak domba itu, di sekeliling lahan tempat kandang domba, mereka juga bercocok tanam, mulai singkong, ubi, kelapa, pisang, dan berbagai tanaman holtikultura untuk pakan domba.
“Karena domba-domba ini tidak cukup kalau hanya diberi pakan rumput. Agar pertumbuhannya optimal, pakannya mesti dicampur juga dengan daun-daunan seperti daun lantoro dan lainnya,” kata Iwan yang mengaku mendapat bayaran berupa gaji dari pihak Dompet Dhuafa setiap bulannya.
Iwan (tengah) bersama dua rekannya di Kandang Domba Jalupang,Kampung
Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Foto: Istimewa
Beternak domba sekaligus bercocok tanam dirasakan Iwan sangat pas. Karena kotoran domba bisa diolah menjadi pupuk untuk tanaman, bahkan sebagian dari pupuk organik tersebut sudah ada yang menampungnya.
“Ya lumayanlah untuk tambahan biaya operasional ngurus domba,” ujar pria yang dulunya bekerja sebagai office boy di kantor pusat Dompet Duafa, di Jakarta.
Iwan mengusulkan, ke depan dirinya bersama tiga rekannya bisa mempunyai peran lebih dalam Program Plasma Dompet Dhuafa ini. Ia berkeinginan, nantinya mereka yang langsung mencari dan memilih domba yang akan mereka rawat.
Diketahui, domba-domba yang didatangkan pihak Dompet Dhuafa dikirim dari Wonosobo, Jawa Tengah. Karena jauhnya jarak dan harus hidup di lingkungan atau daerah yang baru, membuat domba-domba tersebut butuh waktu untuk beradaptasi.
“Kalau bisa dombanya dari wilayah Serang Banten ini saja, dan kami yang langsung mencari dan memilih bakalannya (bakalan domba untuk hewan kurban). Karena kami kan yang tahu persis domba jenis bagaimana yang sesuai untuk diternakkan di sini. Karena cuaca dan lingkungan yang baru juga berpengaruh dengan pertumbuhan domba,” tutur dia.
Tiga Tahun Tidak Makan Daging
Sebenarnya ada tiga titik lokasi Program Plasma Dompet Dhuafa, yang khusus untuk peternakan domba di Provinsi Banten. Selain di kampung Benoa, Serang dan Kampung Cinangrang, Lebak, program ini juga ada di Desa Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, persisnya di Pondok Pesantren Madinah Al-Hijrah, Jalan Raya Labuan-Pandeglang, No 16.
baca juga: Selter Sehati LPM Dompet Dhuafa, Tunjang Harapan dan Kemudahan Masyarakat Daerah Jangkau Pengobatan
“Program Plasma Dompet Dhuafa ini ada tiga basis utama, yakni perorangan, kelompok, dan pondok pesantren. Yang di Pandeglang itu berbasis pondok pesantren,” kata Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Provinsi Banten, Mokhlas Pidono.
Ia mengakui, bahwa ke depan masih banyak hal penting dan mendasar yang perlu dievaluasi untuk perbaikan Program Plasma Dompet Dhuafa Banten. Apalagi, kata dia, program ini baru tahun ini digulirkan dan besar harapan bisa berkembang.
“Tentu banyak hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki, terutama manajemen dan SDM-nya. Apalagi, yang kita libatkan dalam program ini masyarakat yang betul-betul tergolong dhuafa dan butuh pendampingan. Ini agar kehidupan para kaum dhuafa bisa lebih baik, dan secara ekonomi terbangun kemandirian terutama dalam hal usaha peternakan domba,” kata dia.
Setali tiga uang, Pendamping Peternakan Program Plasma Dompet Dhuafa Banten, Agus Salim menegaskan, bahwa Program Plasma Dompet Duafa akan terus berjalan terlepas masih adanya kekurangan atas program ini.
“Yang kita lihat kebermanfaatan program ini. Sejauh mana Program Plasma Dompet Dhuafa ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, ter utama para kaum dhuafa. Minimal, dengan adanya program ini masyarakat sekitar mendapat prioritas dari Program Tebar Hewan Kurban (THK), salah satu program andalan Dompet Dhuafa,” ujar dia.
Rombongan Press Touring Dompet Dhuafa di gerbang Kandang Domba Jalupang,
Kampung Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Foto: Istimewa
Ia mengungkapkan, selama ini masyarakat di wilayah yang menjadi pilot project Program Plasma Dompet Dhuafa, yakni masyarakat Kampung Benoa Serang dan Kampung Cinangrang Lebak, nyaris tidak tersentuh pembagian daging dari hewan kurban.
Kondisi ini terjadi, karena masyarakat yang berkurban di dua kampung ini memang sangat minim, bahkan terkadang tidak ada sama sekali. Sementara di kota-kota besar seperti Jakarta (yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Provinsi Banten), daging dari hewan kurban menumpuk.
“Kalau di Kampung Benoa dan Kampung Cinangrang ini, setiap Idul Adha paling satu orang yang kurban kambing atau domba. Makanya tak heran jika masyarakat di dua kampung ini jarang makan daging. Malah kami menemukan ada warga yang sudah tiga tahun tidak pernah makan daging (kurban),” cetusnya.
Untuk itulah, lanjut Agus, Dompet Dhuafa hadir melalui program Tebar Hewan Kurban (THK). Ini supaya daging kurban yang menumpuk di kota-kota besar bisa terdistribusikan merata sampai pelosok daerah, dan secara luas dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Untuk tahun ini, hewan kurban dari program THK Dompet Dhuafa yang lolos QC dan ditebar di Kampung Benoa ada 14 ekor domba, Kampung Cinangrang 17 ekor, dan Pondok Pesantren Madinah Al-Hijrah Pandeglang 21 ekor. Namun ada kemungkinan jumlah hewan kurban di tiga tempat ini bertambah, yakni dari para pekurban lokal yang juga dihimpun Dompet Dhuafa,” tandas Agus.
Kurban 3 Pasti, Berbagi Berkah hingga Pelosok Negeri
Idul Adha selalu menjadi momentum dalam meluaskan keberkahan daging kurban, dan konsisten dihadirkan Dompet Dhuafa sejak 1994. Ya, tepat 30 tahun silam, Dompet Dhuafa melalui program Tebar Hewan Kurban (THK) senantiasa berkomitmen meratakan distribusi daging kurban hingga pelosok negeri.
Dikutip dari dompetdhuafa.org, Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia tahun 2024, sebesar Rp24,5 triliun yang berasal dari 2,08 juta pekurban (shahibul qurban). Hal tersebut disampaikan Haryo Mojopahit selaku Managing Director IDEAS.
Proses penimbangan domba di Kandang Domba Benoa, di Kampung Benoa, Desa
Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Foto: Hendri Irawan/SINDOnews
Kemudian, nilai kurbannya ditaksir sebesar Rp24,5 triliun, dengan potensi daging kurban yang akan didistribusikan kepada masyarakat Indonesia sebesar 103.000 ton. Namun, terdapat kesenjangan konsumsi daging di Indonesia. Di wilayah Jakarta sendiri, rata-rata konsumsi daging merah per orang mencapai 2,8 kg per tahun, sedangkan di daerah Jawa hanya 0,025 gram.
Beberapa daerah seperti Nias memiliki konsumsi daging sangat rendah, hanya 0,08 gram per kapita per tahun. Daerah-daerah di kepulauan 3T (Terluar, Termiskin, Terdepan) juga menunjukkan pola serupa. Bahkan ada daerah prioritas dengan konsumsi daging sangat rendah dan tingkat kemiskinan ekstrem yang tinggi. Misalnya, di Kabupaten Majene, konsumsi daging per tahunnya adalah 0,00 gram, menunjukkan bahwa penduduk di sana belum pernah makan daging.
Menjawab hal tersebut, Dompet Dhuafa melalui program THK-nya tahun ini, yang mengusung tagline Kurban 3 Pasti (Pasti Jantan, Pasti Lolos Quality Control/QC, dan Pasti Didistribusikan), adalah salah satu wujud peneguhan sikap Dompet Dhuafa untuk memberikan layanan lebih baik kepada masyarakat hingga pelosok negeri.
“Kurban 3 Pasti ini kita usung untuk menjawab keraguan masyarakat yang sudah memercayakan kurbannya kepada Dompet Dhuafa. Makanya kita memberikan jaminan 3 Pasti ini,” ungkap Ketua THK 2024, Bobby P Manullang, dalam kesempatan diskusi dengan wartawan, di Aula Rumah Sakit Mata Achmad Wardi, Serang, Banten, Rabu (5/6/2024).
Tahun ini target pendistribusian daging akan mencakup 29 titik penyembelihan hewan ternak THK, dengan pendistribusian di setiap wilayah mencapai 4-5 titik. Dengan target 30.000 ekor hewan kurban, Dompet Dhuafa berharap dapat menjangkau hampir dua juta penerima manfaat dari daging kurban yang akan disembelih pada tahun 2024.
“Untuk tahun ini, capaian hewan kurban memang masih jauh dari target yang ditetapkan. Sementara Idul Adha sudah makin dekat, hanya menghitung hari. Tapi tak perlu khawatir. Karena kebiasaan masyarakat Indonesia, makin mendekati Idul Adha, jumlah pekurban biasanya semakin banyak. Ya mudah-mudahan target yang ditetapkan tercapai,” pungkas Bobby.
baca juga: Atasi Masalah Kelaparan, Dompet Dhuafa Luncurkan Gerakan Lapor Lapar
Kandang domba berukuran 6x8 meter persegi itu terbuat dari kayu dan beratap asbes. Di dalam kandang berbentuk rumah panggung yang bagian bawah panggungnya berlantai semen tersebut berisi puluhan ekor domba yang sengaja disiapkan oleh pihak Dompet Dhuafa , untuk hewan kurban pada Lebaran Idul Adha , 10 Dzulhijjah 1445 H yang bertepatan 17 Juni 2024.
Seuai mengamati kandang domba, rombongan wartawan yang tadinya nampak kelelahan, tetiba mengerubungi seorang pria bertubuh ceking yang sedari tadi berdiri di depan kandang domba. Pria bernama Hardi (35) itu, ternyata juru rawat di Kandang Domba Benoa, Program Plasma Dompet Dhuafa Banten.
Kepada wartawan yang memberondong seabrek pertanyaan kepada dirinya, Hardi dengan sabar bercerita panjang lebar soal kenapa dirinya sampai terlibat dalam Program Plasma Dompet Dhuafa Banten, hingga ia bersedia menjadi juru rawat domba di kandang tersebut.
“Sebelum merawat domba, saya itu kerjanya serabutan. Bahkan tempat tinggal pun tidak ada. Lalu, paman saya mengenalkan saya dengan orang-orang Dompet Dhuafa, dan diajaklah saya untuk ngurus ternak domba di tempat ini,” tutur Hardi.
Karena memang butuh pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk menghidupi keluarganya, tanpa pikir panjang ayah tiga anak ini pun langsung menerima tawaran itu. Lebih 50 ekor domba dari Dompet Dhuafa mesti diurus oleh Hardi.
Pucuk dicinta ulam tiba. Kebetulan paman Hardi punya kandang kambing, dan selama ini Hardi juga yang mengurusnya, kendati kambingnya tidak ada. “Di kandang tersebut hanya ada domba, itupun cuma empat ekor. Sementara kandangnya besar. Kata paman saya, daripada kandangnya tidak terpakai, akhirnya diisilah dengan domba-domba dari Dompet Dhuafa,” kata dia.
Hardi (kanan) bersama Pendamping Peternakan Program Plasma Dompet Dhuafa
Banten, Agus Salim. Foto: Hendri Irawan/SINDOnews
Alasan lain yang membuat Hardi menerima tawaran mengurus domba, karena dulunya, waktu kecil ia pernah menernakkan kambing milik orang tuanya. Bahkan sampai dewasa hingga berumah tangga, sesekali Hardi masih kerap diminta untuk mengurus ternak kambing atau domba milik orang, termasuk domba milik pamannya.
“Istilah orang sini (warga Benoa) Maparok (jasa merawat kambing). Kita dititipi sepasang kambing, jantan dan betina. Kalau nanti betinanya beranak dua ekor, satu ekor anaknya dikasih ke orang yang merawatnya tadi,” kata Hardi.
Berbekal pengalaman merawat kambing itu pula, pada akhirnya menguatkan Hardi menerima tawaran untuk bergabung dalam Program Plasma Dompet Dhuafa, yakni dengan menjadi juru rawat domba di Kandang Domba Benoa. Dari pekerjaannya ini, Hardi bisa mendapat penghasilan lebih kurang Rp3 juta setiap bulannya.
“Macam gajianlah. Dan saya juga dibuatkan tempat tinggal. Ya lumayanlah walau masih berupa gubuk kayu, alhamdulillah,” kata Hardi seraya berharap kelak suatu saat dirinya punya peternakan domba sendiri.
Asa Hardi untuk menjadi peternak domba bukan hal yang mustahil. Apalagi, sang paman, Dadi, yang merupakan mantan kades di desanya sangat men-support impian Hardi untuk menjadi peternak domba. Malah Dadi berandai-andai, kelak Hardi menjadi pioner dan turut mewujudkan sentra peternakan domba di Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
“Tempat (lahan) sudah ada, pakan untuk makan domba di kampung Benoa juga berlimpah. Dan Hardi, orang yang pengalaman ngurus domba juga pasti siaplah. Ya, Hardi-lah yang nantinya saya andalkan untuk pengembangan ternak domba di Kampung Benoa ini,” kata Dadi.
Dadi melanjutkan, kebutuhan lainnya untuk mewujudkan sentra peternakan domba di Kampung Benoa juga sudah tersedia. Mulai bantuan permodalan termasuk sarana dan prasarana untuk pengembangan ternak domba sudah disediakan lengkap oleh pihak Dompet Dhuafa.
“Bahkan petugas pengawas kesehatan yang mengecek kesehatan hewan ternak, sampai ke pemasaran domba juga sudah ada semua. Jadi saya sangat optimistis sentra peternakan domba di Kampung Benoa ini bisa terwujud,” tegas Dadi.
Domba-domba pilihan di DD Farm Banten, Kampung Cimaung, Serang, Banten.
Foto: Hendri Irawan/SINDOnews
Harapan Hardi dan Dadi mewujudkan sentra peternakan domba di kampungnya juga diimpikan Iwan (32) warga Kampung Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Bersama tiga peternak di kampungnya, Iwan juga tergabung dalam program Plasma Dompet Dhuafa Banten.
Pria lulusan diploma bisnis Kampus Umar Usman Tangerang kerja sama Program Pendidikan Dompet Dhuafa ini, bahkan sudah membulatkan tekad untuk menjadi peternak sukses di kampungnya. Bersama dua temannya, saat ini Iwan mengurus 70 ekor domba di Kandang Domba Jalupang, Kampung Cinangrang, Kabupaten Lebak, Banten.
Tak hanya mengurus ternak domba itu, di sekeliling lahan tempat kandang domba, mereka juga bercocok tanam, mulai singkong, ubi, kelapa, pisang, dan berbagai tanaman holtikultura untuk pakan domba.
“Karena domba-domba ini tidak cukup kalau hanya diberi pakan rumput. Agar pertumbuhannya optimal, pakannya mesti dicampur juga dengan daun-daunan seperti daun lantoro dan lainnya,” kata Iwan yang mengaku mendapat bayaran berupa gaji dari pihak Dompet Dhuafa setiap bulannya.
Iwan (tengah) bersama dua rekannya di Kandang Domba Jalupang,Kampung
Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Foto: Istimewa
Beternak domba sekaligus bercocok tanam dirasakan Iwan sangat pas. Karena kotoran domba bisa diolah menjadi pupuk untuk tanaman, bahkan sebagian dari pupuk organik tersebut sudah ada yang menampungnya.
“Ya lumayanlah untuk tambahan biaya operasional ngurus domba,” ujar pria yang dulunya bekerja sebagai office boy di kantor pusat Dompet Duafa, di Jakarta.
Iwan mengusulkan, ke depan dirinya bersama tiga rekannya bisa mempunyai peran lebih dalam Program Plasma Dompet Dhuafa ini. Ia berkeinginan, nantinya mereka yang langsung mencari dan memilih domba yang akan mereka rawat.
Diketahui, domba-domba yang didatangkan pihak Dompet Dhuafa dikirim dari Wonosobo, Jawa Tengah. Karena jauhnya jarak dan harus hidup di lingkungan atau daerah yang baru, membuat domba-domba tersebut butuh waktu untuk beradaptasi.
“Kalau bisa dombanya dari wilayah Serang Banten ini saja, dan kami yang langsung mencari dan memilih bakalannya (bakalan domba untuk hewan kurban). Karena kami kan yang tahu persis domba jenis bagaimana yang sesuai untuk diternakkan di sini. Karena cuaca dan lingkungan yang baru juga berpengaruh dengan pertumbuhan domba,” tutur dia.
Tiga Tahun Tidak Makan Daging
Sebenarnya ada tiga titik lokasi Program Plasma Dompet Dhuafa, yang khusus untuk peternakan domba di Provinsi Banten. Selain di kampung Benoa, Serang dan Kampung Cinangrang, Lebak, program ini juga ada di Desa Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, persisnya di Pondok Pesantren Madinah Al-Hijrah, Jalan Raya Labuan-Pandeglang, No 16.
baca juga: Selter Sehati LPM Dompet Dhuafa, Tunjang Harapan dan Kemudahan Masyarakat Daerah Jangkau Pengobatan
“Program Plasma Dompet Dhuafa ini ada tiga basis utama, yakni perorangan, kelompok, dan pondok pesantren. Yang di Pandeglang itu berbasis pondok pesantren,” kata Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Provinsi Banten, Mokhlas Pidono.
Ia mengakui, bahwa ke depan masih banyak hal penting dan mendasar yang perlu dievaluasi untuk perbaikan Program Plasma Dompet Dhuafa Banten. Apalagi, kata dia, program ini baru tahun ini digulirkan dan besar harapan bisa berkembang.
“Tentu banyak hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki, terutama manajemen dan SDM-nya. Apalagi, yang kita libatkan dalam program ini masyarakat yang betul-betul tergolong dhuafa dan butuh pendampingan. Ini agar kehidupan para kaum dhuafa bisa lebih baik, dan secara ekonomi terbangun kemandirian terutama dalam hal usaha peternakan domba,” kata dia.
Setali tiga uang, Pendamping Peternakan Program Plasma Dompet Dhuafa Banten, Agus Salim menegaskan, bahwa Program Plasma Dompet Duafa akan terus berjalan terlepas masih adanya kekurangan atas program ini.
“Yang kita lihat kebermanfaatan program ini. Sejauh mana Program Plasma Dompet Dhuafa ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, ter utama para kaum dhuafa. Minimal, dengan adanya program ini masyarakat sekitar mendapat prioritas dari Program Tebar Hewan Kurban (THK), salah satu program andalan Dompet Dhuafa,” ujar dia.
Rombongan Press Touring Dompet Dhuafa di gerbang Kandang Domba Jalupang,
Kampung Cinangrang, Desa Cidahu, Kec Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten. Foto: Istimewa
Ia mengungkapkan, selama ini masyarakat di wilayah yang menjadi pilot project Program Plasma Dompet Dhuafa, yakni masyarakat Kampung Benoa Serang dan Kampung Cinangrang Lebak, nyaris tidak tersentuh pembagian daging dari hewan kurban.
Kondisi ini terjadi, karena masyarakat yang berkurban di dua kampung ini memang sangat minim, bahkan terkadang tidak ada sama sekali. Sementara di kota-kota besar seperti Jakarta (yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Provinsi Banten), daging dari hewan kurban menumpuk.
“Kalau di Kampung Benoa dan Kampung Cinangrang ini, setiap Idul Adha paling satu orang yang kurban kambing atau domba. Makanya tak heran jika masyarakat di dua kampung ini jarang makan daging. Malah kami menemukan ada warga yang sudah tiga tahun tidak pernah makan daging (kurban),” cetusnya.
Untuk itulah, lanjut Agus, Dompet Dhuafa hadir melalui program Tebar Hewan Kurban (THK). Ini supaya daging kurban yang menumpuk di kota-kota besar bisa terdistribusikan merata sampai pelosok daerah, dan secara luas dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Untuk tahun ini, hewan kurban dari program THK Dompet Dhuafa yang lolos QC dan ditebar di Kampung Benoa ada 14 ekor domba, Kampung Cinangrang 17 ekor, dan Pondok Pesantren Madinah Al-Hijrah Pandeglang 21 ekor. Namun ada kemungkinan jumlah hewan kurban di tiga tempat ini bertambah, yakni dari para pekurban lokal yang juga dihimpun Dompet Dhuafa,” tandas Agus.
Kurban 3 Pasti, Berbagi Berkah hingga Pelosok Negeri
Idul Adha selalu menjadi momentum dalam meluaskan keberkahan daging kurban, dan konsisten dihadirkan Dompet Dhuafa sejak 1994. Ya, tepat 30 tahun silam, Dompet Dhuafa melalui program Tebar Hewan Kurban (THK) senantiasa berkomitmen meratakan distribusi daging kurban hingga pelosok negeri.
Dikutip dari dompetdhuafa.org, Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia tahun 2024, sebesar Rp24,5 triliun yang berasal dari 2,08 juta pekurban (shahibul qurban). Hal tersebut disampaikan Haryo Mojopahit selaku Managing Director IDEAS.
Proses penimbangan domba di Kandang Domba Benoa, di Kampung Benoa, Desa
Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Foto: Hendri Irawan/SINDOnews
Kemudian, nilai kurbannya ditaksir sebesar Rp24,5 triliun, dengan potensi daging kurban yang akan didistribusikan kepada masyarakat Indonesia sebesar 103.000 ton. Namun, terdapat kesenjangan konsumsi daging di Indonesia. Di wilayah Jakarta sendiri, rata-rata konsumsi daging merah per orang mencapai 2,8 kg per tahun, sedangkan di daerah Jawa hanya 0,025 gram.
Beberapa daerah seperti Nias memiliki konsumsi daging sangat rendah, hanya 0,08 gram per kapita per tahun. Daerah-daerah di kepulauan 3T (Terluar, Termiskin, Terdepan) juga menunjukkan pola serupa. Bahkan ada daerah prioritas dengan konsumsi daging sangat rendah dan tingkat kemiskinan ekstrem yang tinggi. Misalnya, di Kabupaten Majene, konsumsi daging per tahunnya adalah 0,00 gram, menunjukkan bahwa penduduk di sana belum pernah makan daging.
Menjawab hal tersebut, Dompet Dhuafa melalui program THK-nya tahun ini, yang mengusung tagline Kurban 3 Pasti (Pasti Jantan, Pasti Lolos Quality Control/QC, dan Pasti Didistribusikan), adalah salah satu wujud peneguhan sikap Dompet Dhuafa untuk memberikan layanan lebih baik kepada masyarakat hingga pelosok negeri.
“Kurban 3 Pasti ini kita usung untuk menjawab keraguan masyarakat yang sudah memercayakan kurbannya kepada Dompet Dhuafa. Makanya kita memberikan jaminan 3 Pasti ini,” ungkap Ketua THK 2024, Bobby P Manullang, dalam kesempatan diskusi dengan wartawan, di Aula Rumah Sakit Mata Achmad Wardi, Serang, Banten, Rabu (5/6/2024).
Tahun ini target pendistribusian daging akan mencakup 29 titik penyembelihan hewan ternak THK, dengan pendistribusian di setiap wilayah mencapai 4-5 titik. Dengan target 30.000 ekor hewan kurban, Dompet Dhuafa berharap dapat menjangkau hampir dua juta penerima manfaat dari daging kurban yang akan disembelih pada tahun 2024.
“Untuk tahun ini, capaian hewan kurban memang masih jauh dari target yang ditetapkan. Sementara Idul Adha sudah makin dekat, hanya menghitung hari. Tapi tak perlu khawatir. Karena kebiasaan masyarakat Indonesia, makin mendekati Idul Adha, jumlah pekurban biasanya semakin banyak. Ya mudah-mudahan target yang ditetapkan tercapai,” pungkas Bobby.
(hdr)