KPK Banding atas Diterimanya Eksepsi Gazalba Saleh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya banding atas diterimanya eksepsi atau nota keberatan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh oleh Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menyebutkan, keputusan banding itu diambil setelah pihaknya melakukan rapat pimpinan terkait pembebasan Gazalba Saleh.
"KPK menyepakati akan melakukan upaya hukum banding atau perlawanan. Kita memilih untuk melakukan upaya hukum banding," kata Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2024).
Pihaknya berpandangan, hakim yang mengadili kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Gazalba Saleh tidak konsisten. Sebab, hakim tersebut diketahui juga mengadili mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe dan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Di dua perkara tersebut, kata Ghufron, hakim telah memutus perkara korupsi yang sebelumnya diajukan jaksa KPK. Pada saat itu, lanjut dia, hakim tidak mempermasalahkan kompetensi atau kewenangan dari JPU.
"Jadi kalau saat ini kemudian hakim yang bersangkutan mengatakan bahwa jaksa JPU dari KPK tidak berwenang, maka ada tidak konsisten terhadap putusan-putusan terdahulu yang beliau periksa dan beliau putus sendiri itu," jelasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, menerima nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Gazalba Saleh. Sidang kasus gratifikasi dan TPPU yang menjerat Gazalba itu tak lanjut ke tahap pembuktian pokok perkara.
"Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasehat hukum Terdakwa Gazalba Saleh tersebut," kata Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri, di Ruang Sidang PN Tipikor Jakarta, Senin (27/5/2024).
Hakim mengungkapkan, surat dakwaan jaksa KPK tidak dapat diterima. Hakim menyebut jaksa KPK dalam kasus Gazalba belum menerima surat perintah penunjukan pendelegasian kewenangan dari jaksa agung
"Namun jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung Republik Indonesia selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas single prosecution system," ujarnya.
Hakim juga memerintahkan kepada jaksa membebaskan Gazalba dari tahanan. Hakim menyatakan jaksa KPK dapat menyatakan banding atas putusan tersebut.
"Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima. Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," jelasnya.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Salehmenerima gratifikasi Rp650 juta terkait pengondisian perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan terdakwa Jawahirul Fuad. Jumlah tersebut diterimanya bersama seorang pengacara bernama Ahmad Riyad.
"Perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp650juta haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas Terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia," kata Jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menyebutkan, keputusan banding itu diambil setelah pihaknya melakukan rapat pimpinan terkait pembebasan Gazalba Saleh.
"KPK menyepakati akan melakukan upaya hukum banding atau perlawanan. Kita memilih untuk melakukan upaya hukum banding," kata Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2024).
Pihaknya berpandangan, hakim yang mengadili kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Gazalba Saleh tidak konsisten. Sebab, hakim tersebut diketahui juga mengadili mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe dan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Di dua perkara tersebut, kata Ghufron, hakim telah memutus perkara korupsi yang sebelumnya diajukan jaksa KPK. Pada saat itu, lanjut dia, hakim tidak mempermasalahkan kompetensi atau kewenangan dari JPU.
"Jadi kalau saat ini kemudian hakim yang bersangkutan mengatakan bahwa jaksa JPU dari KPK tidak berwenang, maka ada tidak konsisten terhadap putusan-putusan terdahulu yang beliau periksa dan beliau putus sendiri itu," jelasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, menerima nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Gazalba Saleh. Sidang kasus gratifikasi dan TPPU yang menjerat Gazalba itu tak lanjut ke tahap pembuktian pokok perkara.
"Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasehat hukum Terdakwa Gazalba Saleh tersebut," kata Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri, di Ruang Sidang PN Tipikor Jakarta, Senin (27/5/2024).
Hakim mengungkapkan, surat dakwaan jaksa KPK tidak dapat diterima. Hakim menyebut jaksa KPK dalam kasus Gazalba belum menerima surat perintah penunjukan pendelegasian kewenangan dari jaksa agung
"Namun jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung Republik Indonesia selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas single prosecution system," ujarnya.
Hakim juga memerintahkan kepada jaksa membebaskan Gazalba dari tahanan. Hakim menyatakan jaksa KPK dapat menyatakan banding atas putusan tersebut.
"Menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima. Memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," jelasnya.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Salehmenerima gratifikasi Rp650 juta terkait pengondisian perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan terdakwa Jawahirul Fuad. Jumlah tersebut diterimanya bersama seorang pengacara bernama Ahmad Riyad.
"Perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp650juta haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas Terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia," kata Jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
(maf)