Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim Nilai Jaksa KPK Belum Dapat Pendelegasian dari Jaksa Agung

Senin, 27 Mei 2024 - 14:11 WIB
loading...
Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim Nilai Jaksa KPK Belum Dapat Pendelegasian dari Jaksa Agung
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengabulkan eksepsi atau nota keberatan dari Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Foto/Okezone
A A A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengabulkan eksepsi atau nota keberatan dari Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh . Hakim membeberkan alasan menerima eksepsi dari Gazalba Saleh.

Hakim Ketua Fahzal Hendri mengatakan bahwa dakwaan jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa diterima karena dalam kasus korupsi Gazalba Saleh belum mendapatkan surat perintah penunjukan pendelegasian kewenangan dari Jaksa Agung.


"Namun jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK tidak pernah mendapatkan pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung RI selaku penuntut umum tertinggi sesuai dengan asas Single Prosecution System," ujar Hakim Fahzal di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Sementara itu, Anggota Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menjelaskan bahwa KPK memiliki tugas dan fungsi melakukan penuntutan umum. Akan tetapi, Jaksa KPK yang mendapatkan tugas untuk memberikan dakwaan ke Gazalba Saleh belum mendapatkan pendelegasian dari Jaksa Agung.

Pontoh menyebut bahwa pemberian delegasi dari Jaksa Agung itu sudah diberikan lewat Sekjen KPK. Tetapi, surat perintah tersebut tidak definitif.

"Menimbang bahwa surat perintah Jaksa Agung RI tentang penugasan jaksa untuk melaksanakan tugas di lingkungan KPK dalam jabatan Direktur Penuntutan pada Sekretaris Jenderal KPK tidak definitif," jelas Pontoh.

"Artinya, tidak disertai pendelegasian wewenang sebagai penuntut umum dan tidak adanya keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan wewenang serta instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang," sambung dia.

Oleh karena itu, syarat dalam surat perintah itu dimaknai hakim belum memenuhi. Sehingga, Jaksa KPK dalam mengusut kasus korupsi Gazalba Saleh tidak memiliki kewenangan.

"Sehingga dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian tersebut di atas, maka menurut pendapat Majelis Hakim, Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi serta TPPU," tegas Pontoh.

Kendati begitu, lanjut Hakim Ketua Fahzal, bahwa jaksa dari KPK tetap bisa kembali mengajukan banding. Sebab, Jaksa KPK hanya perlu mengisi kembali administrasi yang perlu dilengkapi.

"Ini hanya persyaratan kalau ada surat itu, sudah ada surat itu bisa diajukan lagi. Jadi hanya formalitasnya aja, jadi karena ini yang diajukan oleh Terdakwa maka akan kami pertimbangkan," ungkapnya.

"Silakan dilengkapi surat suratnya, administrasinya, pendelegasiannya, kalau ada, diajukan lagi bisa kok. Ini hanya formalitas aja," jelas dia.

Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menerima gratifikasi Rp650 juta terkait pengondisian perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan terdakwa Jawahirul Fuad. Jumlah tersebut diterimanya bersama seorang pengacara bernama Ahmad Riyad.

"Perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp650 juta haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas Terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia," kata Jaksa KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).

Dalam surat dakwaannya, Jaksa KPK menyebutkan Jawahirul Fuad mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Atas permasalahan hukum tersebut, Jawahirul Fuad ditetapkan sebagai tersangka kemudian menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jombang.

Berdasarkan Putusan Nomor 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 7 April 2021 Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dengan dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun dan pada tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PT SBY tanggal 10 Juni 2021.

Jawahirul Fuad kemudian menghubungi Kepala Desa Kedunglosari Mohammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat Kasasi di Mahmakah Agung (MA). Kemudian, keduanya menemui Agoes Ali Masyhuri terkait tujuan dari Jawahirul Fuad. Dari pertemuan tersebut, Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dan selanjutnya meminta Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani datang ke kantornya.

"Atas penyampaian tersebut, Ahmad Riyad mengecek pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) terkait perkara Jawahirul Fuad dengan register perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022, dengan susunan majelis Hakim Kasasi yaitu Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh (terdakwa)," kata Jaksa.



"Setelah mengetahui salah satu Hakim yang menyidangkan perkara tersebut adalah terdakwa, Ahmad Riyad menyetujui menghubungkan Jawahirul Fuad kepada terdakwa dengan menyediakan uang sejumlah Rp500 juta untuk diberikan kepada terdakwa, setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa," tutupnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0999 seconds (0.1#10.140)
pixels