Festival Rujak Uleg 2024, Wujud Kebersamaan dan Kekeluargaan Warga Membangun Surabaya
loading...
A
A
A
Di dalam event ini, masyarakat tak perlu khawatir sampai tidak kebagian rujak, karena 432 peserta Festival Rujak Uleg 2024 yang berpartisipasi dalam lomba Rujak Uleg telah menyiapkan sebanyak 800 porsi rujak yang bisa dinikmati bersama seluruh masyarakat.
“Jadi, ada 731 yang dari pemkot, tapi yang dari peserta sekitar 800-an porsi. Berarti ada sekitar 1.500 porsi lebih yang kita bagikan kepada warga,” katanya.
Wali Kota Eri menyampaikan, Festival Rujak Uleg bukan sekadar acara untuk menikmati sajian lokal khas Surabaya. Akan tetapi, digelarnya festival ini juga sebagai wujud untuk memaknai rasa kebersamaan, toleransi, dan kerukunan warganya dalam membangun Kota Surabaya.
Rasa kebersamaan, toleransi, dan kerukunan itu diibaratkan seperti bahan-bahan yang digunakan sebagai racikan rujak uleg. Mulai dari cingur, sayur-sayuran, buah-buahan, tahu, tempe, hingga petis yang dicampur menjadi satu bagian sajian kuliner rujak uleg. “Nah, Surabaya juga begitu,” kata menegaskan.
Bagi dia, Surabaya ini filosofinya terdiri dari semua agama, semua suku, semua lapisan masyarakat, ini harus menjadi satu. Maka dari itu, Surabaya tidak bisa dilepaskan dari toleransi.
Seperti rujak uleg, tanpa ada cingur, maka tidak akan ada rasanya, tanpa ada petis, maka akan terasa hambar. “Begitu juga Surabaya, tanpa ada agama Kristen akan terasa hambar, tanpa agama Islam dan Buddha juga tidak akan terasa, tanpa ada suku Jawa, Tionghoa, dan Madura, juga tidak akan terasa. Maka dari itulah Surabaya dibangun atas dasar kebersamaan dan kekeluargaan seperti rujak uleg ini,” paparnya.
Dengan adanya rasa kebersamaan dan kekeluargaan antar warga, pemkot berhasil menurunkan angka stunting hingga tersisa 1,6 persen dan ini terendah se-Indonesia. Bahkan, dengan kebersamaan dan kekeluargaan itu pula, pemkot berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga menjadi 4,6 persen.
Meskipun angka kemiskinan dan stunting terus menurun drastis setiap tahunnya, ia berharap, masyarakat tidak berpuas diri. Sebab, menurut dia saat ini Kota Surabaya masih belum merdeka dari kemiskinan, stunting, hingga anak putus sekolah. Maka dari itu, di Peringatan HJKS ke-731 ini, ia ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan Surabaya menjadi kota yang sejahtera ke depannya.
“Ayo terus dijaga kekuatan kebersamaan ini, karena Surabaya belum merdeka. Masih ada kemiskinan, masih ada stunting, masih ada putus sekolah. Maka kita membutuhkan kekuatan kebersamaan seperti Rujak Uleg, menjadi satu bagian besar, karena kita juga akan membentuk Kampung Madani, kampung yang beradab untuk memberikan kesejahteraan kepada warga di Kota Surabaya,” katanya memungkasi perbincangan. ADV
“Jadi, ada 731 yang dari pemkot, tapi yang dari peserta sekitar 800-an porsi. Berarti ada sekitar 1.500 porsi lebih yang kita bagikan kepada warga,” katanya.
Wali Kota Eri menyampaikan, Festival Rujak Uleg bukan sekadar acara untuk menikmati sajian lokal khas Surabaya. Akan tetapi, digelarnya festival ini juga sebagai wujud untuk memaknai rasa kebersamaan, toleransi, dan kerukunan warganya dalam membangun Kota Surabaya.
Rasa kebersamaan, toleransi, dan kerukunan itu diibaratkan seperti bahan-bahan yang digunakan sebagai racikan rujak uleg. Mulai dari cingur, sayur-sayuran, buah-buahan, tahu, tempe, hingga petis yang dicampur menjadi satu bagian sajian kuliner rujak uleg. “Nah, Surabaya juga begitu,” kata menegaskan.
Bagi dia, Surabaya ini filosofinya terdiri dari semua agama, semua suku, semua lapisan masyarakat, ini harus menjadi satu. Maka dari itu, Surabaya tidak bisa dilepaskan dari toleransi.
Seperti rujak uleg, tanpa ada cingur, maka tidak akan ada rasanya, tanpa ada petis, maka akan terasa hambar. “Begitu juga Surabaya, tanpa ada agama Kristen akan terasa hambar, tanpa agama Islam dan Buddha juga tidak akan terasa, tanpa ada suku Jawa, Tionghoa, dan Madura, juga tidak akan terasa. Maka dari itulah Surabaya dibangun atas dasar kebersamaan dan kekeluargaan seperti rujak uleg ini,” paparnya.
Dengan adanya rasa kebersamaan dan kekeluargaan antar warga, pemkot berhasil menurunkan angka stunting hingga tersisa 1,6 persen dan ini terendah se-Indonesia. Bahkan, dengan kebersamaan dan kekeluargaan itu pula, pemkot berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga menjadi 4,6 persen.
Meskipun angka kemiskinan dan stunting terus menurun drastis setiap tahunnya, ia berharap, masyarakat tidak berpuas diri. Sebab, menurut dia saat ini Kota Surabaya masih belum merdeka dari kemiskinan, stunting, hingga anak putus sekolah. Maka dari itu, di Peringatan HJKS ke-731 ini, ia ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan Surabaya menjadi kota yang sejahtera ke depannya.
“Ayo terus dijaga kekuatan kebersamaan ini, karena Surabaya belum merdeka. Masih ada kemiskinan, masih ada stunting, masih ada putus sekolah. Maka kita membutuhkan kekuatan kebersamaan seperti Rujak Uleg, menjadi satu bagian besar, karena kita juga akan membentuk Kampung Madani, kampung yang beradab untuk memberikan kesejahteraan kepada warga di Kota Surabaya,” katanya memungkasi perbincangan. ADV
(ars)