Komisi VII DPR Ingatkan BPOM Hati-hati Beri Izin Obat COVID-19 Unair

Rabu, 19 Agustus 2020 - 09:48 WIB
loading...
Komisi VII DPR Ingatkan...
Anggota Komisi DPR yang mengawasi riset dan teknologi atau disebut Komisi VII DPR, Mulyanto meminta BPOM hati-hati dan terbuka kepada masyarakat ilmiah, terkait proses perijinan obat COVID-19 yang diajukan oleh tim peneliti Unair, BIN dan TNI. Foto/dpr.
A A A
JAKARTA - Penemuan obat COVID-19 yang diklaim oleh Universitas Airlangga (Unair) Surabaya hasil kerja sama dengan TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi sorotan sejumlah pihak. Meskipun diapresiasi, sejumlah pihak ingin agar obat ini tidak mengabaikan prosedur ilmiah yang baku.

Khususnya terkait izin edar dari oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Anggota Komisi DPR yang mengawasi riset dan teknologi atau disebut Komisi VII DPR, Mulyanto meminta BPOM hati-hati dan terbuka kepada masyarakat ilmiah, terkait proses perijinan obat COVID-19 yang diajukan oleh tim peneliti Unair, BIN dan TNI. (Baca juga: Satgas COVID-19 Minta Unair Transparan Uji Klinis Obat Racikannya)

“Kita tentu gembira mendengar kabar sudah ditemukan obat COVID-19 ini. Jika temuan ini benar, maka akan sangat membanggakan, karena obat tersebut merupakan temuan pertama di dunia,” ujar Mulyanto dalam keterangan persnya, Rabu (19/8/2020).

Mulyanto menegaskan jangan karena dalam kondisi darurat, proses pengujian obat dilakukan secara tergesa dengan mengabaikan prosedur ilmiah yang baku. Temuan itu benar-benar harus dapat diuji secara empiris, ilmiah dan sesuai dengan standar metodologi pengujian yang baku.

“Supaya obat COVID-19 yang ditemukan oleh tim peneliti gabungan kedokteran Unair, BIN dan TNI ini terbukti efektif dan tidak ada efek samping bagi pasien,” tegasnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR bidang Industri dan Pembangunan ini mengingatkan BPOM untuk mereview semua prosedur penelitian dan uji klinis obat ini. BPOM juga perlu menguji secara transparan tingkat validitas dan prosedur perizinan sesuai ketentuan yang berlaku, agar kelak masyarakat menjadi yakin dan tidak bingung.

“Saya yakin ukuran-ukuran ilmiah itu sudah baku. Indikatornya jelas. Sehingga, selama hasil-hasil penelitian obat ini terbuka bagi masyarakat ilmiah, maka tipu-tipu ilmiah, yang akan merugikan masyarakat, dapat dihindari,” jelas Mulyanto.

Terlebih, dia menambahkan, pPakar Epidemologi Universitas Indonesia (UI) dan Griffith University Australia menilai tahapan penelitian dan uji klinis obat tersebut tidak transparan di setiap tahapannya, termasuk desain riset, eksekusi, dan juga analisis atas hasil uji cobanya.

Menurutnya, kontroversi dari masyarakat ilmiah ini perlu menjadi perhatian pihak BPOM dalam memproses perizinan obat COVID-19 tersebut. (Baca juga: Epidemiolog Wanti-Wanti Efek Samping Obat COVID-19 Racikan Unair)

“Sehingga, obat yang kelak diizinkan adalah benar-benar obat yang bermanfaat buat masyarakat luas dan disambut baik oleh mereka,” tutupnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1094 seconds (0.1#10.140)