Pejabat Kementan Kena Semprot Hakim di Sidang SYL: Sama-sama Sembunyikan Borok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamal Harahap kena semprot Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Peristiwa itu terjadi ketika Ali Jamal menjadi saksi dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan saksi soal Dirjen PSP Kementan yang diminta urunan Rp600 juta untuk perjalanan SYL ke Brasil. "Saudara sendiri Rp600 juta, apakah saudara tahu eselon lain sama juga dengan saudara Rp600 juta atau mereka juga beda karena anggaran mereka lebih besar?" tanya Hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/5/2024).
"Kami mohon maaf Yang Mulia, tidak mau tahu itu," jawab Saksi.
"Dirjen yang lain?" tanya Hakim.
"Tidak," timpal Saksi.
Mendengar jawaban tersebut, Hakim Rianto menduga para pejabat tersebut berusaha menutup-nutupi borok di Kementan.
"Apakah saudara tidak saling bertanya dirjen saudara ke dirjen lain? 'bapak berapa? saya dimintai Rp600 juta', apakah yang lain juga sama atau saudara sudah sama-sama paham, sama-sama tahu, sama-sama merahasiakan?" tanya Hakim.
"Siap Yang Mulia, kami tidak menanyakan, kalau kami pun tanyakan itu tidak dapat jawaban, kami tidak mau tahu," jawab saksi.
"Oh gitu ya?" tanya Hakim.
"Iya," jawab Saksi.
"Jadi sama-sama menyembunyikan, iya kan? Sama-sama menyembunyikan borok, itu sama-sama memyembunyikan borok jangan sampai ketahuan, kan gitu. Kan pada akhirnya ketahuan juga, iya kan," tutur Jaksa.
Dalam sidang tersebut, SYL duduk sebagai terdakwa bersama dua anak buahnya, yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Kementan Muhammad Hatta.
Dalam surat dakwaan, diduga SYL menerima gratifikasi senilai Rp44,5 miliar. Jumlah tersebut didapatkan dari 'patungan' pejabat eselon I dan 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan saksi soal Dirjen PSP Kementan yang diminta urunan Rp600 juta untuk perjalanan SYL ke Brasil. "Saudara sendiri Rp600 juta, apakah saudara tahu eselon lain sama juga dengan saudara Rp600 juta atau mereka juga beda karena anggaran mereka lebih besar?" tanya Hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/5/2024).
"Kami mohon maaf Yang Mulia, tidak mau tahu itu," jawab Saksi.
"Dirjen yang lain?" tanya Hakim.
"Tidak," timpal Saksi.
Mendengar jawaban tersebut, Hakim Rianto menduga para pejabat tersebut berusaha menutup-nutupi borok di Kementan.
"Apakah saudara tidak saling bertanya dirjen saudara ke dirjen lain? 'bapak berapa? saya dimintai Rp600 juta', apakah yang lain juga sama atau saudara sudah sama-sama paham, sama-sama tahu, sama-sama merahasiakan?" tanya Hakim.
"Siap Yang Mulia, kami tidak menanyakan, kalau kami pun tanyakan itu tidak dapat jawaban, kami tidak mau tahu," jawab saksi.
"Oh gitu ya?" tanya Hakim.
"Iya," jawab Saksi.
"Jadi sama-sama menyembunyikan, iya kan? Sama-sama menyembunyikan borok, itu sama-sama memyembunyikan borok jangan sampai ketahuan, kan gitu. Kan pada akhirnya ketahuan juga, iya kan," tutur Jaksa.
Dalam sidang tersebut, SYL duduk sebagai terdakwa bersama dua anak buahnya, yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Kementan Muhammad Hatta.
Dalam surat dakwaan, diduga SYL menerima gratifikasi senilai Rp44,5 miliar. Jumlah tersebut didapatkan dari 'patungan' pejabat eselon I dan 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan.
(rca)