Jokowi Diminta Lihat Rekam Jejak Pansel Capim KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan kriteria rekam jejak dalam pemberantasan korupsi serta integritas yang teruji saat menyeleksi panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Penunjukan segera Pansel Capim dan Dewas KPK memiliki urgensi untuk memastikan tersedianya ruang partisipasi publik yang memadai.
Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta proses seleksi dan pemilihan pansel dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi bermakna masyarakat yang seluas-luasnya. Ketiga, Pansel sekurangnya harus memiliki sensitivitas pada tiga isu utama.
Tiga isu utama itu adalah jatuhnya independensi KPK pascarevisi UU KPK pada 2019 dan kebutuhan menghadirkan sosok-sosok yang mampu melawan arus pelemahan independensi tersebut, penguatan kembali fungsi trigger mechanism KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, dan memprioritaskan pencegahan korupsi di sektor politik.
"Kehadiran Pansel yang objektif, minim konflik kepentingan dan berorientasi pada penguatan independensi KPK akan sangat menentukan keberhasilan kinerja Pimpinan dan Dewan Pengawas di masa mendatang," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang juga sebagai Peneliti Transparency International Indonesia Izza Akbarani dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Kawal Seleksi Capim dan Dewas KPK 2024-2029 di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024).
Dia menerangkan, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia, IM57+ Institute, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang KPK mengakibatkan hilangnya derajat tertinggi KPK yakni independensi dan integritas.
Maka itu, Presiden Jokowi dan para anggota DPR periode 2019-2024 dinilai memikul tanggung jawab untuk memulihkan kembali KPK dengan membatalkan Revisi Undang-Undang KPK 2019 dan mengalihkan kepemimpinan KPK kepada sosok yang memiliki rekam jejak pemberantasan korupsi dan integritas yang teruji.
"Temuan terbaru dalam studi Anti-Corruption Agency (ACA) Assesment 2023 yang dirilis Transparency International Indonesia menemukan mayoritas 50 indikator yang terbagi dalam enam dimensi pengukuran kinerja KPK mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan kinerja KPK sebelum revisi UU," jelasnya.
Dia mengungkap, persentase penurunan terbesar terjadi pada dimensi independensi yang mengalami anjlok 55% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 28% di 2023). Lalu dimensi penindakan yang mengalami penurunan sebesar 22% (dari 83% di 2019 menjadi 61% di 2023), serta dimensi kerja sama antarlembaga yang mengalami penurunan sebesar 25% (dari 83% di 2019 menjadi 58% di 2023).
Ketiga dimensi lainnya yaitu sumber daya manusia dan anggaran, akuntabilitas dan integritas, serta pencegahan juga kompak mengalami penurunan. "Situasi ini mengakibatkan kinerja KPK mengalami degradasi signifikan, baik dilihat dari rendahnya tingkat kepercayaan publik maupun legitimasi moral dengan status tersangka yang disematkan pada Firli Bahuri, mantan Ketua KPK," terangnya.
Dia membeberkan, lembaga antirasuah saat ini semakin sulit melakukan fungsi trigger mechanism ke Kepolisian dan Kejaksaan, begitupun juga mempromosikan nilai integritas kepada para penyelenggara negara, dunia bisnis, dan masyarakat luas, karena justru integritas KPK telah ternodai sedemikian rupa.
KPK yang awalnya didirikan sebagai solusi dari mandeknya pemberantasan korupsi, saat ini justru menjadi bagian dari masalah, akibat dugaan korupsi yang dilakukan dalam internal lembaganya. "Koalisi Masyarakat Sipil melihat agar pemberantasan korupsi kembali efektif, KPK harus segera dikembalikan sebagai lembaga negara yang bersifat independen dengan mengeluarkan KPK kembali dari rumpun kekuasaan eksekutif," ungkapnya.
Dia menjabarkan, tanpa independensi dan integritas yang tinggi, KPK tidak mungkin dapat memberantas korupsi secara efektif. Sumber daya manusia lembaga juga harus sepenuhnya dikelola dan diisi secara mandiri dan independen, termasuk segera melepaskan diri dari ketergantungan SDM dari kementerian atau lembaga lain, khususnya posisi jabatan penyidik dari institusi kepolisian.
"Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak agar Presiden Joko Widodo segera menunjuk orang-orang yang memiliki rekam jejak pemberantasan korupsi dan integritas yang teruji sebagai Panitia Seleksi (Pansel) untuk seleksi Calon Pimpinan dan Calon Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029. Penunjukan segera ini merupakan konsekuensi logis dari masa jabatan pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK yang akan berakhir tanggal 20 Desember 2024," pungkasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta proses seleksi dan pemilihan pansel dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi bermakna masyarakat yang seluas-luasnya. Ketiga, Pansel sekurangnya harus memiliki sensitivitas pada tiga isu utama.
Tiga isu utama itu adalah jatuhnya independensi KPK pascarevisi UU KPK pada 2019 dan kebutuhan menghadirkan sosok-sosok yang mampu melawan arus pelemahan independensi tersebut, penguatan kembali fungsi trigger mechanism KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, dan memprioritaskan pencegahan korupsi di sektor politik.
"Kehadiran Pansel yang objektif, minim konflik kepentingan dan berorientasi pada penguatan independensi KPK akan sangat menentukan keberhasilan kinerja Pimpinan dan Dewan Pengawas di masa mendatang," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang juga sebagai Peneliti Transparency International Indonesia Izza Akbarani dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Kawal Seleksi Capim dan Dewas KPK 2024-2029 di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024).
Dia menerangkan, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia, IM57+ Institute, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang KPK mengakibatkan hilangnya derajat tertinggi KPK yakni independensi dan integritas.
Maka itu, Presiden Jokowi dan para anggota DPR periode 2019-2024 dinilai memikul tanggung jawab untuk memulihkan kembali KPK dengan membatalkan Revisi Undang-Undang KPK 2019 dan mengalihkan kepemimpinan KPK kepada sosok yang memiliki rekam jejak pemberantasan korupsi dan integritas yang teruji.
"Temuan terbaru dalam studi Anti-Corruption Agency (ACA) Assesment 2023 yang dirilis Transparency International Indonesia menemukan mayoritas 50 indikator yang terbagi dalam enam dimensi pengukuran kinerja KPK mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan kinerja KPK sebelum revisi UU," jelasnya.
Dia mengungkap, persentase penurunan terbesar terjadi pada dimensi independensi yang mengalami anjlok 55% (dari 83% di tahun 2019 menjadi 28% di 2023). Lalu dimensi penindakan yang mengalami penurunan sebesar 22% (dari 83% di 2019 menjadi 61% di 2023), serta dimensi kerja sama antarlembaga yang mengalami penurunan sebesar 25% (dari 83% di 2019 menjadi 58% di 2023).
Ketiga dimensi lainnya yaitu sumber daya manusia dan anggaran, akuntabilitas dan integritas, serta pencegahan juga kompak mengalami penurunan. "Situasi ini mengakibatkan kinerja KPK mengalami degradasi signifikan, baik dilihat dari rendahnya tingkat kepercayaan publik maupun legitimasi moral dengan status tersangka yang disematkan pada Firli Bahuri, mantan Ketua KPK," terangnya.
Dia membeberkan, lembaga antirasuah saat ini semakin sulit melakukan fungsi trigger mechanism ke Kepolisian dan Kejaksaan, begitupun juga mempromosikan nilai integritas kepada para penyelenggara negara, dunia bisnis, dan masyarakat luas, karena justru integritas KPK telah ternodai sedemikian rupa.
KPK yang awalnya didirikan sebagai solusi dari mandeknya pemberantasan korupsi, saat ini justru menjadi bagian dari masalah, akibat dugaan korupsi yang dilakukan dalam internal lembaganya. "Koalisi Masyarakat Sipil melihat agar pemberantasan korupsi kembali efektif, KPK harus segera dikembalikan sebagai lembaga negara yang bersifat independen dengan mengeluarkan KPK kembali dari rumpun kekuasaan eksekutif," ungkapnya.
Dia menjabarkan, tanpa independensi dan integritas yang tinggi, KPK tidak mungkin dapat memberantas korupsi secara efektif. Sumber daya manusia lembaga juga harus sepenuhnya dikelola dan diisi secara mandiri dan independen, termasuk segera melepaskan diri dari ketergantungan SDM dari kementerian atau lembaga lain, khususnya posisi jabatan penyidik dari institusi kepolisian.
"Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak agar Presiden Joko Widodo segera menunjuk orang-orang yang memiliki rekam jejak pemberantasan korupsi dan integritas yang teruji sebagai Panitia Seleksi (Pansel) untuk seleksi Calon Pimpinan dan Calon Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029. Penunjukan segera ini merupakan konsekuensi logis dari masa jabatan pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK yang akan berakhir tanggal 20 Desember 2024," pungkasnya.
(rca)