Denny JA Sebut Sastra Bisa Jadi Medium Diplomasi yang Efektif

Selasa, 30 April 2024 - 09:28 WIB
loading...
Denny JA Sebut Sastra Bisa Jadi Medium Diplomasi yang Efektif
Denny JA berjumpa dengan pemimpin tertinggi Sabah, Ketua Menteri Datuk Hajiji Noer. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA bertemu dengan komunitas puisi esai Malaysia di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia pada Minggu 28 April 2024 lalu.

Pertemuan itu dihadiri Menteri Sabah Datuk Mohamad Arifin, Presiden Puisi Esai ASEAN Datuk Jasni Matlani, Akademisi Prof Dr Ramzah Dambul, para petinggi negara dan budayawan setempat.



Denny JA menyambut dengan sukacita pernyataan Datuk Jasni yang mengatakan puisi esai telah didukung Pemerintah Malaysia dan memberikan hati dan pemikiran sehingga puisi esai berevolusi ke tahap seperti sekarang.

Dia juga menggarisbawahi Kota Kinabalu resmi menjadi Ibu Kota Komunitas Puisi Esai Internasional karena dari Kinabalu puisi esai Goes to ASEAN.

“Sekecil apa pun, puisi esai sudah ikut menjadi medium para sastrawan di Indonesia dan Malaysia menulis bersama dalam satu buku, mengenai pengalaman dua bangsa, sejak zaman Bung Karno hingga sekarang," ujar Denny dalam keterangannya, Selasa (30/4/2024).

Pada waktunya, kata Denny, kita bisa pula mengajak para sastrawan dan peminat puisi di Palestina dan Israel yang merindukan dua bangsa ini hidup damai dalam dua negara yang berdaulat.

"Untuk sama-sama menuliskan kisah mereka dalam puisi esai. Pada saat itu akan semakin terlihat betapa diplomasi sastra bisa dikembangkan memperkaya diplomasi politik,” tuturnya.

Denny melanjutkan para individu di dunia akan semakin intens berinteraksi karena dimungkinkan oleh perkembangan teknologi. Mereka perlu diakrabkan dengan semakin banyaknya hubungan diplomasi di level civil society dan budaya.

Selain itu, Denny juga menjelaskan tentang Artificial Intelegent (AI) yang sangat mempengaruhi peradaban termasuk dalam dunia sastra dan puisi esai.

Dia mencontohkan kisah Margaret Atwood penulis lulusan Harvard University, yang telah menghasilkan 33 buku dan dua kali menerima penghargaan Booker Prize.

Semua buku Atwood telah dimasukkan dalam program AI. Sehingga semua orang bisa memerintahkan AI untuk menulis karya seperti karakter tulisan Atwood, dari segi filosofi, gaya kalimat, diksi, dan sebagainya. Sehingga tulisan baru yang dihasilkan AI benar-benar mirip dengan karya Atwood.

“Saya meyakini tidak lama lagi semakin banyak orang menulis memanfaatkan AI,” papar Denny yang sering menggunakan AI untuk menulis dan melukis.

Penulis pun bisa menulis dengan gaya Margaret Atwood, Ernest Hemingway, TS Eliot, Jalaluddin Rumi, dan gaya penulis lain yang sudah disuntikkan ke aplikasi AI.

Lalu bagaimana perkembangan puisi esai setelah ada AI? Menurut Denny, berdasarkan Discover Media, mereka yang membaca sastra akan memiliki rasa empati yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak membaca karya sastra.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1647 seconds (0.1#10.140)