Serahkan Amicus Curiae ke MK, Habib Rizieq-Din Syamsuddin Singgung Putusan No 90
loading...
A
A
A
JAKARTA - Muhammad Rizieq Shihab atau Habib Rizieq bersama Din Syamsudin, KH. ahmad Shabri Lubis, dan Yusuf Muhammad Martak menyampaikan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya karena prihatin terhadap masa depan Indonesia, terutama dalam tegaknya keadilan yang berdasarkan pada asas negara hukum yang berkeadilan.
Habib Rizieq dkk, merasa berkepentingan untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam segala proses untuk menjaga tidak dilanggarnya konstitusi juga terjaminnya keadilan yang dilaksanakan melalui kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam amicusnya, mereka menyematkan empat poin yang diserahkan ke MK. Antara lain, pertama Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi negara yang dihasilkan dari rahim Reformasi, dimaksudkan sebagai Guardian of Contitution (pasukan penjaga konstitusi) yang tugas pokok dan fungsinya adalah untuk mencegah terulangnya praktik-praktik maupun perilaku dari penyelenggara yang melakukan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).
“Kita sebagai bangsa dan negara telah mengalami dua rezim, yaitu rezim Orde Lama dan rezim Orde Baru yang telah secara sengaja menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) sehingga negara dan bangsa mengalami goncangan ekonomi, shock of mentality,” bunyi amicus, pada Rabu (17/4/2024).
Berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat seperti extra judicial killing, arbitrary detention, konflik berbasis SARA yang kesemuanya berawal dari penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara, tanpa ada kelembagaan yang mengingatkan dan mencegah serta mampu menghentikan perilaku dan praktek abuse of power tersebut.
“Kami berharap, Mahkamah Konstitusi sebagai kekuatan balancing of power yang merupakan bagian dari trias politica, agar dapat kembali meluruskan perjalan bangsa dan negara ini, kembali pada rel konstitusi yang berdasarkan pada keadilan dan berorientasi pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.
Kedua, kewajiban hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana telah ditetapkan melalui Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berlaku untuk seluruh hakim di seluruh lingkup peradilan maupun tingkat pengadilan di Indonesia, termasuk Hakim Konstitusi yang mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden tahun 2024, dalam register perkara Nomor 1 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024,
“Kami berharap, agar Yang Mulia Hakim Konstitusi, secara sungguh-sungguh menggunakan kewenangan yang diatur oleh konstitusi dan perundangan di bawahnya, untuk mencapai tujuan hukum yaitu berupa tegaknya keadilan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, terjaminnya pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yang berdasarkan etika dan tidak memberi ruang bagi terjadinya conflict of interest dalam penyelenggaraan negara diseluruh aspek,” katanya.
Habib Rizieq dkk, merasa berkepentingan untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam segala proses untuk menjaga tidak dilanggarnya konstitusi juga terjaminnya keadilan yang dilaksanakan melalui kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam amicusnya, mereka menyematkan empat poin yang diserahkan ke MK. Antara lain, pertama Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi negara yang dihasilkan dari rahim Reformasi, dimaksudkan sebagai Guardian of Contitution (pasukan penjaga konstitusi) yang tugas pokok dan fungsinya adalah untuk mencegah terulangnya praktik-praktik maupun perilaku dari penyelenggara yang melakukan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).
“Kita sebagai bangsa dan negara telah mengalami dua rezim, yaitu rezim Orde Lama dan rezim Orde Baru yang telah secara sengaja menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) sehingga negara dan bangsa mengalami goncangan ekonomi, shock of mentality,” bunyi amicus, pada Rabu (17/4/2024).
Baca Juga
Berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat seperti extra judicial killing, arbitrary detention, konflik berbasis SARA yang kesemuanya berawal dari penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara, tanpa ada kelembagaan yang mengingatkan dan mencegah serta mampu menghentikan perilaku dan praktek abuse of power tersebut.
“Kami berharap, Mahkamah Konstitusi sebagai kekuatan balancing of power yang merupakan bagian dari trias politica, agar dapat kembali meluruskan perjalan bangsa dan negara ini, kembali pada rel konstitusi yang berdasarkan pada keadilan dan berorientasi pada sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.
Kedua, kewajiban hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana telah ditetapkan melalui Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berlaku untuk seluruh hakim di seluruh lingkup peradilan maupun tingkat pengadilan di Indonesia, termasuk Hakim Konstitusi yang mengadili perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden tahun 2024, dalam register perkara Nomor 1 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024,
“Kami berharap, agar Yang Mulia Hakim Konstitusi, secara sungguh-sungguh menggunakan kewenangan yang diatur oleh konstitusi dan perundangan di bawahnya, untuk mencapai tujuan hukum yaitu berupa tegaknya keadilan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, terjaminnya pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yang berdasarkan etika dan tidak memberi ruang bagi terjadinya conflict of interest dalam penyelenggaraan negara diseluruh aspek,” katanya.