Sinergi Kemlu dan Ijmi Cegah Kasus Kerja Paksa dan TPPO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menegaskan komitmennya dalam mengatasi kerja paksa dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) . Kemlu pun bersinergi dengan Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (Ijmi) untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Baik Kemlu dan Ijmi kemudian bekerja sama menggelar seminar nasional bertajuk Bersatu untuk Keadilan: Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa di Jakarta.
Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu, Andy Rachmianto mengatakan pihaknya berupaya mengatasi masalah TPPO melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO Tahun 2020-2024 dan berbagai instrumen hukum terkait lainnya.
"Secara keseluruhan, kasus-kasus terkait warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2023, kami mencatat terdapat 53.598 kasus dari sebelumnya 35.149 kasus pada tahun 2022," ujar Andy dalam keterangannya, Sabtu (6/4/2024).
"Namun demikian, di tengah terus meningkatnya jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri juga terus meningkatkan persentase penyelesaian kasus, yaitu mencapai 90,28 persen pada tahun 2021, 91,50 persen pada tahun 2022, dan 92,02 persen pada tahun 2023," jelasnya.
Meskipun demikian, tantangan masih terus ada, terutama dengan munculnya kasus baru seperti forced scamming. Kemlu telah melakukan upaya edukasi dan pencegahan secara luas, tetapi masih banyak WNI yang terjebak dalam lowongan kerja berisiko di Asia Tenggara.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha menambahkan pihaknya mengedepankan 4P, yaitu pertama protection of victim yaitu identifikasi korban/bukan korban TPPO, kedua prosecution yakni penegakan hukum bagi pelaku di Indonesia maupun di negara tujuan.
"Selanjutnya ketiga, prevention yaitu langkah pencegahan yang efektif, dan keempat partnership yakni perlunya kerja sama dengan seluruh stakeholders termasuk negara transit dan negara tujuan," jelasnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Yayasan Ijmi, Mia Marina menjelaskan Yayasan Ijmi berkomitmen untuk terus berupaya melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk kerja paksa serta perbudakan modern.
"Yayasan IJMI bekerja dengan melihat keseluruhan isu kerja paksa dan perbudakan modern, termasuk di dalamnya TPPO dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui penguatan sistem peradilan pidana; menyelamatkan dan memulihkan penyintas; memastikan pelaku kejahatan diadili dan tidak mendapat kesempatan untuk melakukan kembali tindak kejahatannya; serta memastikan perlindungan didapatkan oleh semua orang tanpa terkecuali," jelasnya.
Dalam mewujudkan hal ini, kata Mia, pihaknya kolaborasi dan kemitraan serta sinergi antara pemangku kepentingan dan berbagai pihak mulai dari pemerintah, organisasi nonpemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil merupakan kunci utama dalam memerangi perdagangan manusia dan kerja paksa.
"Kolaborasi dari berbagai pihak akan memperkuat upaya pemberantasan dan mewujudkan Indonesia yang bebas dari perdagangan manusia dan kerja paksa, meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat dan mendorong kesejahteraan masyarakat dan bangsa," tutupnya.
Baik Kemlu dan Ijmi kemudian bekerja sama menggelar seminar nasional bertajuk Bersatu untuk Keadilan: Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa di Jakarta.
Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu, Andy Rachmianto mengatakan pihaknya berupaya mengatasi masalah TPPO melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO Tahun 2020-2024 dan berbagai instrumen hukum terkait lainnya.
"Secara keseluruhan, kasus-kasus terkait warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2023, kami mencatat terdapat 53.598 kasus dari sebelumnya 35.149 kasus pada tahun 2022," ujar Andy dalam keterangannya, Sabtu (6/4/2024).
"Namun demikian, di tengah terus meningkatnya jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri juga terus meningkatkan persentase penyelesaian kasus, yaitu mencapai 90,28 persen pada tahun 2021, 91,50 persen pada tahun 2022, dan 92,02 persen pada tahun 2023," jelasnya.
Meskipun demikian, tantangan masih terus ada, terutama dengan munculnya kasus baru seperti forced scamming. Kemlu telah melakukan upaya edukasi dan pencegahan secara luas, tetapi masih banyak WNI yang terjebak dalam lowongan kerja berisiko di Asia Tenggara.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha menambahkan pihaknya mengedepankan 4P, yaitu pertama protection of victim yaitu identifikasi korban/bukan korban TPPO, kedua prosecution yakni penegakan hukum bagi pelaku di Indonesia maupun di negara tujuan.
"Selanjutnya ketiga, prevention yaitu langkah pencegahan yang efektif, dan keempat partnership yakni perlunya kerja sama dengan seluruh stakeholders termasuk negara transit dan negara tujuan," jelasnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif Yayasan Ijmi, Mia Marina menjelaskan Yayasan Ijmi berkomitmen untuk terus berupaya melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk kerja paksa serta perbudakan modern.
"Yayasan IJMI bekerja dengan melihat keseluruhan isu kerja paksa dan perbudakan modern, termasuk di dalamnya TPPO dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui penguatan sistem peradilan pidana; menyelamatkan dan memulihkan penyintas; memastikan pelaku kejahatan diadili dan tidak mendapat kesempatan untuk melakukan kembali tindak kejahatannya; serta memastikan perlindungan didapatkan oleh semua orang tanpa terkecuali," jelasnya.
Dalam mewujudkan hal ini, kata Mia, pihaknya kolaborasi dan kemitraan serta sinergi antara pemangku kepentingan dan berbagai pihak mulai dari pemerintah, organisasi nonpemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil merupakan kunci utama dalam memerangi perdagangan manusia dan kerja paksa.
"Kolaborasi dari berbagai pihak akan memperkuat upaya pemberantasan dan mewujudkan Indonesia yang bebas dari perdagangan manusia dan kerja paksa, meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat dan mendorong kesejahteraan masyarakat dan bangsa," tutupnya.
(kri)