Tim Hukum Ganjar-Mahfud Kritik Bawaslu yang Tak Efektif Lakukan Pengawasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengkritisi kinerja Bawaslu sebagai lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan selama Pemilu 2024. Bawaslu dinilai tak menjalankan tugasnya dengan efektif dalam penanganan laporan kecurangan.
Menurut Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, berdasarkan data dan pengalaman yang diperoleh tim kuasa hukum 03, Bawaslu terlihat tidak bersedia atau tidak mau melakukan pengawasan efektif.
“Saya hanya ingin menambahkan satu hal saja bahwa sebetulnya Bawaslu yang punya peran sangat strategis itu memang tidak willing, dan mungkin memang tidak mau melakukan pengawasan yang efektif. Ini dari semua data-data yang kami terima,” kata Todung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Berdasarkan data 19 masalah saat pencobolosan yang diungkap Bawaslu beberapa saat sesudah pencoblosan seharusnya bisa menjadi dasar untuk melakukan pemungutan suara ulang.
“Dalam permohonan kami, kami menyebutkan Bawaslu mengeluarkan pers rilis yang menyatakan 19 masalah yang terjadi saat pencoblosan. Nah, tadi sudah dijelaskan sebagian dari itu. Sebanyak 19 masalah pada TPS-TPS yang ada dan menurut saya dengan persoalan pada pencoblosan itu sudah sewajarnya kita bisa dan punya alasan melakukan pemungutan suara ulang,” ujarnya.
Pada persidangan dengan adanya 19 masalah ketika masa pencoblosan berpengaruh pada jumlah suara. Menurut Todung, satu suara pun seharusnya dihargai karena menyangkut kedaulatan rakyat.
“Itu bukan angka kecil, bukan 1.000, bukan 2.000, bukan puluhan ribu angka, berbagai masalah yang dihubungkan sendiri oleh Bawaslu. Bawaslu seolah-olah menganggap itu persoalan sepele. Itu bukan persoalan sepele. Ini menyangkut kedaulatan rakyat. Satu suara pun harus dihargai. Tidak boleh kita menganggap satu suara atau seribu suara, satu juta suara, tidak penting,” tegasnya.
Menurut dia, mestinya Bawaslu berfungsi secara efektif. Jika tidak, perlu dilakukan pertimbangan ulang terhadap eksistensi Bawaslu. Todung juga menyampaikan kekecewaannya atas kurangnya tindak lanjut dari Bawaslu terhadap laporan-laporan yang diterima lembaga tersebut.
Kekecewaan Todung didasarkan pada pengalaman tim kuasa hukum Ganjar-Mahfud di mana laporan yang dilayangkan kepada Bawaslu tidak ditindaklanjuti.
“Kalau kami menuntut pemungutan suara ulang memang banyak alasan yang bisa kita kemukakan dan sudah kami sampaikan kepada majelis hakim. Mudah-mudahan majelis hakim, Yang Mulia cukup arif, bijaksana, cukup negarawan dan melihat Indonesia sebagai satu taruhan penting yang sangat strategis untuk diselamatkan. Kita tidak boleh melihat pemilu curang didiamkan dan dibiarkan,” ujarnya.
Menurut Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, berdasarkan data dan pengalaman yang diperoleh tim kuasa hukum 03, Bawaslu terlihat tidak bersedia atau tidak mau melakukan pengawasan efektif.
Baca Juga
“Saya hanya ingin menambahkan satu hal saja bahwa sebetulnya Bawaslu yang punya peran sangat strategis itu memang tidak willing, dan mungkin memang tidak mau melakukan pengawasan yang efektif. Ini dari semua data-data yang kami terima,” kata Todung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Berdasarkan data 19 masalah saat pencobolosan yang diungkap Bawaslu beberapa saat sesudah pencoblosan seharusnya bisa menjadi dasar untuk melakukan pemungutan suara ulang.
“Dalam permohonan kami, kami menyebutkan Bawaslu mengeluarkan pers rilis yang menyatakan 19 masalah yang terjadi saat pencoblosan. Nah, tadi sudah dijelaskan sebagian dari itu. Sebanyak 19 masalah pada TPS-TPS yang ada dan menurut saya dengan persoalan pada pencoblosan itu sudah sewajarnya kita bisa dan punya alasan melakukan pemungutan suara ulang,” ujarnya.
Pada persidangan dengan adanya 19 masalah ketika masa pencoblosan berpengaruh pada jumlah suara. Menurut Todung, satu suara pun seharusnya dihargai karena menyangkut kedaulatan rakyat.
“Itu bukan angka kecil, bukan 1.000, bukan 2.000, bukan puluhan ribu angka, berbagai masalah yang dihubungkan sendiri oleh Bawaslu. Bawaslu seolah-olah menganggap itu persoalan sepele. Itu bukan persoalan sepele. Ini menyangkut kedaulatan rakyat. Satu suara pun harus dihargai. Tidak boleh kita menganggap satu suara atau seribu suara, satu juta suara, tidak penting,” tegasnya.
Menurut dia, mestinya Bawaslu berfungsi secara efektif. Jika tidak, perlu dilakukan pertimbangan ulang terhadap eksistensi Bawaslu. Todung juga menyampaikan kekecewaannya atas kurangnya tindak lanjut dari Bawaslu terhadap laporan-laporan yang diterima lembaga tersebut.
Kekecewaan Todung didasarkan pada pengalaman tim kuasa hukum Ganjar-Mahfud di mana laporan yang dilayangkan kepada Bawaslu tidak ditindaklanjuti.
“Kalau kami menuntut pemungutan suara ulang memang banyak alasan yang bisa kita kemukakan dan sudah kami sampaikan kepada majelis hakim. Mudah-mudahan majelis hakim, Yang Mulia cukup arif, bijaksana, cukup negarawan dan melihat Indonesia sebagai satu taruhan penting yang sangat strategis untuk diselamatkan. Kita tidak boleh melihat pemilu curang didiamkan dan dibiarkan,” ujarnya.
(jon)