Anggota Polri Gugur di Papua, Pengamat: Prajurit Harus Dibekali Ilmu Perang Asimetrik dan Pengetahuan Intelijen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aksi kekerasan di Papua masih terus terjadi. Terbaru, dua anggota Polri bernama Bripda Arnaldobert dan Bripda Sandi Defrit gugur usai ditembak oleh Kelompok Separatis dan Teroris Papua (KSTP) pimpinan Aibon Kogoya.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, kondisi di Papua sampai hari ini masih menyisakan luka bagi bangsa Indonesia, utamanya tetap saja ada kusuma bangsa para prajurit dan perwira TNI-Polri yang gugur.
"Harus diingat ada beberapa hal yang belum tuntas di Papua," ujar Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, Rabu (20/4/2024).
Mantan anggota Komisi l DPR ini menilai, masalah di Papua yang berkembang saat ini karena ada beberapa akar yang harus di atasi. Antara lain, pertama menurut UU Otsus 2001 pembentukan pengadilan HAM dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Kedua, kecenderungan dominasi politik di birokrasi dan parlemen daerah oleh kelompok pendatang. Dalam hal ini Otsus dianggap tidak berpihak pada Orang Asli Papua (OAP)," katanya.
Ketiga, Papua menginginkan partai politik lokal seperti di Aceh. Keempat, Kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua bersumber dari perdebatan soal sejarah reintegrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Dalam mekanisme pengiriman prajurit ke Papua, prajurit harus dibekali lebih banyak ilmu perang hutan (gerilya) dan peperangan Asimetrik, juga bahasa setempat serta komunikasi antarbudaya dan pemahaman wilayah lebih optimal," ucapnya.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, kondisi di Papua sampai hari ini masih menyisakan luka bagi bangsa Indonesia, utamanya tetap saja ada kusuma bangsa para prajurit dan perwira TNI-Polri yang gugur.
"Harus diingat ada beberapa hal yang belum tuntas di Papua," ujar Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, Rabu (20/4/2024).
Mantan anggota Komisi l DPR ini menilai, masalah di Papua yang berkembang saat ini karena ada beberapa akar yang harus di atasi. Antara lain, pertama menurut UU Otsus 2001 pembentukan pengadilan HAM dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Kedua, kecenderungan dominasi politik di birokrasi dan parlemen daerah oleh kelompok pendatang. Dalam hal ini Otsus dianggap tidak berpihak pada Orang Asli Papua (OAP)," katanya.
Ketiga, Papua menginginkan partai politik lokal seperti di Aceh. Keempat, Kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua bersumber dari perdebatan soal sejarah reintegrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Dalam mekanisme pengiriman prajurit ke Papua, prajurit harus dibekali lebih banyak ilmu perang hutan (gerilya) dan peperangan Asimetrik, juga bahasa setempat serta komunikasi antarbudaya dan pemahaman wilayah lebih optimal," ucapnya.
(cip)