JK Soroti Utang Pemerintah: Siapa yang Bayar? Ya Kita Semua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menyebut pendapatan negara Indonesia saat ini defisit hingga Rp2.000 Triliun. Hal itu disebabkan karena banyaknya kebijakan yang kurang efisien.
Hal ini disampaikan JK dalam Election Talk#4 Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi? yang digelar Departemen Ilmu Politik dan HMIP FISIP UI di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Kamis (7/3/2024).
"Siapa pun pemerintahan ini, tidak mudah memerintah Indonesia pada pemerintah yang akan datang. Kenapa? Karena pemerintahan sekarang telah menghabiskan segala sumber dana untuk sesuatu, hal-hal yang kadang-kadang tidak efisien," kata JK.
Selain masalah politik, pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan ekonomi karena berdampak kepada rakyat Indonesia secara langsung.
"Kita bersatu menghadapi tantangan itu karena seluruh masalah nanti, kalau politik hanya yang menang gembira, yang kalah tentu kurang gembira. Tapi kalau ekonomi semua kena," katanya.
"Kalau harga beras naik, semua akan kena. Kalau harga naik, inflasi tinggi semua akan kena. Tentu saja ada juga yang senang, yang punya cash banyak, tapi secara umum akan kena. Tidak ada lagi masalah oposisi di situ, tapi masalah rakyat keseluruhan," ujarnya.
JK lantas menyoroti utang Indonesia yang hampir mencapai lebih dari Rp8.000 triliun, di mana Rp3.000-Rp4.000 triliun adalah utang BUMN.
"Jadi (total bisa) Rp11.000-12.000 triliun. Bunganya saja, cicilannya kira-kira Rp6.000 triliun. Mana lagi subsidi BBM, subsidi listrik, belum lagi bansos yang Rp500 triliun, belum lagi makan siang Rp400 triliun, belum lagi untuk pendidikan 20%. Kalau ditotal ini bisa Rp4.000 triliun," katanya.
Padahal pendapatan negara hanya di kisaran Rp2.800 triliun, sehingga defisit Rp2.000 triliun dan masyarakat yang terkena imbasnya. "Pendapatan negara cuma Rp2.800 triliun. Jadi Kita defisit Rp2.000 triliun. Siapa yang bayar itu? Ya kita semuanya bersama-sama," katanya.
Karena itu, JK meminta agar pemerintah yang akan datang harus memiliki keberanian dan tegas dalam mengambil kebijakan. "Pemerintah yang akan datang harus punya keberanian. Kalau dia kacau pemerintahan yang akan datang, maka semuanya akan kena. Jadi semuanya akan sulit," katanya.
Hal ini disampaikan JK dalam Election Talk#4 Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi? yang digelar Departemen Ilmu Politik dan HMIP FISIP UI di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Kamis (7/3/2024).
"Siapa pun pemerintahan ini, tidak mudah memerintah Indonesia pada pemerintah yang akan datang. Kenapa? Karena pemerintahan sekarang telah menghabiskan segala sumber dana untuk sesuatu, hal-hal yang kadang-kadang tidak efisien," kata JK.
Selain masalah politik, pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan ekonomi karena berdampak kepada rakyat Indonesia secara langsung.
"Kita bersatu menghadapi tantangan itu karena seluruh masalah nanti, kalau politik hanya yang menang gembira, yang kalah tentu kurang gembira. Tapi kalau ekonomi semua kena," katanya.
"Kalau harga beras naik, semua akan kena. Kalau harga naik, inflasi tinggi semua akan kena. Tentu saja ada juga yang senang, yang punya cash banyak, tapi secara umum akan kena. Tidak ada lagi masalah oposisi di situ, tapi masalah rakyat keseluruhan," ujarnya.
JK lantas menyoroti utang Indonesia yang hampir mencapai lebih dari Rp8.000 triliun, di mana Rp3.000-Rp4.000 triliun adalah utang BUMN.
"Jadi (total bisa) Rp11.000-12.000 triliun. Bunganya saja, cicilannya kira-kira Rp6.000 triliun. Mana lagi subsidi BBM, subsidi listrik, belum lagi bansos yang Rp500 triliun, belum lagi makan siang Rp400 triliun, belum lagi untuk pendidikan 20%. Kalau ditotal ini bisa Rp4.000 triliun," katanya.
Padahal pendapatan negara hanya di kisaran Rp2.800 triliun, sehingga defisit Rp2.000 triliun dan masyarakat yang terkena imbasnya. "Pendapatan negara cuma Rp2.800 triliun. Jadi Kita defisit Rp2.000 triliun. Siapa yang bayar itu? Ya kita semuanya bersama-sama," katanya.
Karena itu, JK meminta agar pemerintah yang akan datang harus memiliki keberanian dan tegas dalam mengambil kebijakan. "Pemerintah yang akan datang harus punya keberanian. Kalau dia kacau pemerintahan yang akan datang, maka semuanya akan kena. Jadi semuanya akan sulit," katanya.
(abd)