Pendidikan 1/6 Porsi Makan Siang Gratis
loading...
A
A
A
Indra Charismiadji
Wakil Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia bidang Pendidikan
PROGRAM Makan Siang Gratis pasangan Prabowo–Gibran menuai kontroversi karena walaupun belum ada keputusan resmi dari KPU tentang pemenang Pilpres 2024, namun program ini sudah dibahas dalam rapat kabinet dan bahkan sudah disimulasikan di sekolah-sekolah yang dikunjungi secara khusus oleh salah seorang Menteri Koordinator. Program ini pun telah dibahas skema implementasinya yang akan menggunakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) spesifik dengan anggaran Rp15.000,- per hari atau Rp4,8 juta per tahun.
Pada kesempatan ini, penulis tidak akan membahas tentang program Makan Siang gratis yang sudah banyak ditelaah oleh berbagai pihak. Tulisan ini justru akan mengangkat beberapa fakta lain tentang tata kelola pendidikan Indonesia yang muncul akibat topik ini menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat.
Pertama mengenai BOS. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya merupakan penyediaan pendanaan operasional nonpersonalia bagi satuan pendidikan atau sekolah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 12 tahun yang bermutu.
Besaran dana BOS tahun 2024/2025 ditetapkan dengan rentang sebagai berikut: Dana BOS SD antara Rp900.000,- hingga Rp1.960.000,- per siswa. Dana BOS SMP antara Rp1.100.000,- hingga Rp2.480.000,- per siswa. Dana BOS SMA antara Rp1.500.000,- hingga Rp3.470.000,- per siswa.
Walaupun pemerintah menggunakan diksi bantuan dalam BOS, tetapi pemerintah juga memaksakan sekolah untuk tidak lagi melakukan pungutan kepada orang tua. Dengan kata lain pemerintah tahu bahwa anggaran yang disediakan tidak cukup untuk membiayai operasional sekolah sebatas bantuan, namun sekolah dipaksa untuk beroperasi dengan dana BOS yang sangat kecil.
Dana BOS digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolah seperti listrik, air, internet, telepon, perawatan sekolah, perlengkapan dan peralatan pendidikan, serta berbagai biaya operasional lainnya. Dana BOS juga dipakai untuk membayar honorarium guru honorer sesuai dengan petunjuk teknis yang ada.
Kondisi seperti ini sudah berjalan sejak tahun 2005 yang memberikan berbagai dampak, seperti meningkatnya jumlah peserta didik yang cukup signifikan terutama di tingkat SD dan SMP karena tidak ada lagi SPP seperti era sebelumnya. Sayangnya dengan anggaran BOS yang sangat minim ternyata memberikan dampak pada memburuknya mutu pendidikan Indonesia.
Kemampuan membaca, matematika dan sains anak Indonesia masih sangat rendah dan sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata dunia dilihat dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment). Bank Dunia bahkan menempatkan anak Indonesia ke dalam kategori functionally illiterate atau buta huruf secara fungsi, yang artinya mampu membaca tetapi tidak memahami apa yang dibaca.
Dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa anak Indonesia tidak mampu belajar dengan baik. Tentunya ini harus menjadi kegelisahan kita bersama, dan pemerintah harus mengkaji lagi program ini karena terbukti tidak mampu mencerdaskan kehidupan bangsa seperti amanat konstitusi.
Kalau kita membandingkan anggaran BOS yang ada sekarang dengan program makan siang gratis dengan indeks Rp15.000,- per siswa. BOS untuk tingkat SD yang Rp900.000,- per siswa per tahun atau sekitar Rp2.800,- per siswa per hari ternyata jumlahnya hanya 1/6 dari anggaran makan siang gratis yang Rp4.800.000,- per siswa per tahun. Wajarkah jika berharap pendidikan Indonesia akan baik dan bermutu tinggi hanya dengan anggaran 1/6 porsi makan siang per harinya?
Kualitas pendidikan seperti apa yang dapat kita harapkan dengan anggaran Rp2.800,- per hari saja. Apalagi kalau kita bandingkan dengan rata-rata negara OECD yang memiliki anggaran USD10,000 per siswa per tahun atau sekitar Rp157.000.000,- per siswa per tahun. Jadi wajar jika kemampuan anak Indonesia berada jauh di bawah rata-rata dunia karena anggaran pendidikan yang bagaikan bumi dan langit.
Jika pemerintah serius dan berkomitmen dalam mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dana BOS haruslah ditambah secara signifikan. Diksinya pun harus berubah dari Bantuan menjadi Biaya Operasional Sekolah seperti yang diamanatkan dalam pasal 31 ayat 2 UUD ‘45: "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Konsekuensinya, mungkin saja program-program seperti makan siang gratis harus ditangguhkan dulu. Jika ini semua dibiarkan berjalan seperti apa adanya, maka bencana demografi yang akan datang bukanlah bonus demografi seperti yang kita harapkan. Jika pendidikan tidak dibenahi, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang bodoh dan miskin.
Lihat Juga: Jangan Lewatkan AB+ TANTANGAN BESAR MAKAN BERGIZI GRATIS Bersama Abraham Silaban, Malam Ini, Hanya di iNews
Wakil Ketua Umum DPN Vox Point Indonesia bidang Pendidikan
PROGRAM Makan Siang Gratis pasangan Prabowo–Gibran menuai kontroversi karena walaupun belum ada keputusan resmi dari KPU tentang pemenang Pilpres 2024, namun program ini sudah dibahas dalam rapat kabinet dan bahkan sudah disimulasikan di sekolah-sekolah yang dikunjungi secara khusus oleh salah seorang Menteri Koordinator. Program ini pun telah dibahas skema implementasinya yang akan menggunakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) spesifik dengan anggaran Rp15.000,- per hari atau Rp4,8 juta per tahun.
Pada kesempatan ini, penulis tidak akan membahas tentang program Makan Siang gratis yang sudah banyak ditelaah oleh berbagai pihak. Tulisan ini justru akan mengangkat beberapa fakta lain tentang tata kelola pendidikan Indonesia yang muncul akibat topik ini menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat.
Pertama mengenai BOS. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya merupakan penyediaan pendanaan operasional nonpersonalia bagi satuan pendidikan atau sekolah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 12 tahun yang bermutu.
Besaran dana BOS tahun 2024/2025 ditetapkan dengan rentang sebagai berikut: Dana BOS SD antara Rp900.000,- hingga Rp1.960.000,- per siswa. Dana BOS SMP antara Rp1.100.000,- hingga Rp2.480.000,- per siswa. Dana BOS SMA antara Rp1.500.000,- hingga Rp3.470.000,- per siswa.
Walaupun pemerintah menggunakan diksi bantuan dalam BOS, tetapi pemerintah juga memaksakan sekolah untuk tidak lagi melakukan pungutan kepada orang tua. Dengan kata lain pemerintah tahu bahwa anggaran yang disediakan tidak cukup untuk membiayai operasional sekolah sebatas bantuan, namun sekolah dipaksa untuk beroperasi dengan dana BOS yang sangat kecil.
Dana BOS digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolah seperti listrik, air, internet, telepon, perawatan sekolah, perlengkapan dan peralatan pendidikan, serta berbagai biaya operasional lainnya. Dana BOS juga dipakai untuk membayar honorarium guru honorer sesuai dengan petunjuk teknis yang ada.
Kondisi seperti ini sudah berjalan sejak tahun 2005 yang memberikan berbagai dampak, seperti meningkatnya jumlah peserta didik yang cukup signifikan terutama di tingkat SD dan SMP karena tidak ada lagi SPP seperti era sebelumnya. Sayangnya dengan anggaran BOS yang sangat minim ternyata memberikan dampak pada memburuknya mutu pendidikan Indonesia.
Kemampuan membaca, matematika dan sains anak Indonesia masih sangat rendah dan sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata dunia dilihat dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment). Bank Dunia bahkan menempatkan anak Indonesia ke dalam kategori functionally illiterate atau buta huruf secara fungsi, yang artinya mampu membaca tetapi tidak memahami apa yang dibaca.
Dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa anak Indonesia tidak mampu belajar dengan baik. Tentunya ini harus menjadi kegelisahan kita bersama, dan pemerintah harus mengkaji lagi program ini karena terbukti tidak mampu mencerdaskan kehidupan bangsa seperti amanat konstitusi.
Kalau kita membandingkan anggaran BOS yang ada sekarang dengan program makan siang gratis dengan indeks Rp15.000,- per siswa. BOS untuk tingkat SD yang Rp900.000,- per siswa per tahun atau sekitar Rp2.800,- per siswa per hari ternyata jumlahnya hanya 1/6 dari anggaran makan siang gratis yang Rp4.800.000,- per siswa per tahun. Wajarkah jika berharap pendidikan Indonesia akan baik dan bermutu tinggi hanya dengan anggaran 1/6 porsi makan siang per harinya?
Kualitas pendidikan seperti apa yang dapat kita harapkan dengan anggaran Rp2.800,- per hari saja. Apalagi kalau kita bandingkan dengan rata-rata negara OECD yang memiliki anggaran USD10,000 per siswa per tahun atau sekitar Rp157.000.000,- per siswa per tahun. Jadi wajar jika kemampuan anak Indonesia berada jauh di bawah rata-rata dunia karena anggaran pendidikan yang bagaikan bumi dan langit.
Jika pemerintah serius dan berkomitmen dalam mengemban tugas mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dana BOS haruslah ditambah secara signifikan. Diksinya pun harus berubah dari Bantuan menjadi Biaya Operasional Sekolah seperti yang diamanatkan dalam pasal 31 ayat 2 UUD ‘45: "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Konsekuensinya, mungkin saja program-program seperti makan siang gratis harus ditangguhkan dulu. Jika ini semua dibiarkan berjalan seperti apa adanya, maka bencana demografi yang akan datang bukanlah bonus demografi seperti yang kita harapkan. Jika pendidikan tidak dibenahi, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang bodoh dan miskin.
Lihat Juga: Jangan Lewatkan AB+ TANTANGAN BESAR MAKAN BERGIZI GRATIS Bersama Abraham Silaban, Malam Ini, Hanya di iNews
(abd)