Tradisi Sadranan: Merayakan Kekerabatan dan Budaya di MaxOne Loji Kridanggo Boyolali
loading...
A
A
A
BOYOLALI - Tradisi Sadranan atau Nyadran adalah kegiatan sosial spiritual yang merupakan momen bagi masyarakat Boyolali khususnya dan Jawa umumnya yang eksis sampai sekarang sejak ratusan tahun lalu.
Perayaan ini menjadi katalis untuk memperkuat silaturahmi antarkeluarga dan hubungan kekerabatan antarwarga. Pergelaran ritual nyadran atau sadranan berlangsung dua kali setahun yaitu pada bulan Ruwah dan Sapar pada penanggalan Jawa.
Nyadran merupakan suatu rangkaian budaya yang berupa membersihkan makam leluhur, nyekar (tabur bunga), dan puncaknya berupa kenduri selamatan/berdoa di makam leluhur.
Dalam spirit yang sama, masyarakat Tionghoa juga melakukan ritual yang sama dengan Nyadran yang dikenal sebagai “Qing Ming”/“Ceng Beng” dalam dialek Hokkian atau sering disebut Cengbengan yang puncaknya awal April berdasarkan kalender Masehi.
MaxOne Hotel Loji Kridanggo, Boyolali terus menggali dan berperan serta mempertahankan sekaligus mengembangkan kearifan lokal (local wisdom) baik adat, seni maupun budaya.
“Tahun lalu kami berhasil menggelar festival tumpeng kedua yang diikuti perwakilan PKK se-Kabupaten Boyolali. Kami juga mensponsori upacara adat kirab tradisi Nyadran atau Sadranan bertempat di Dukuh Dungus, Kelurahan Seboto,” ujar Aloys Sutarto, pengusaha kelahiran Boyolali yang juga pendiri MaxOne Hotel Loji Kridanggo.
Untuk tahun ini, pihaknya juga ikut menggelar prosesi Tradisi Sadranan pada 27 Februari 2024. Pada prosesi ini turut diundang teman-teman waktu kecil Aloys yang sejak mereka dewasa telah berpisah untuk merantau, yang saat ini tinggal di Jabotabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan kota lain untuk nyekar.
Bersama-sama dan napak tilas perjalanan semasa anak-anak. Pada sore harinya dilanjutkan semua peserta boleh mengundang teman sahabat yang masih tinggal di Boyolali sehingga total peserta lebih dari 50 orang.
Kirap Tenong mengawali kegiatan ini. Kirab Tenong membawa tumpeng lengkap dengan lauk pauk dan ayam ingkung serta minuman dan makanan ringan tradisional.
Kegiatan kedua dalam rangkaian Nyadran adalah Ujub. Ujub merupakan tahap di mana Pemangku adat/modin/pendoa menjelaskan maksud kegiatan diadakan.
Kemudian, doa, pemangku adat/modin/pendoa memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal dunia. Setelah itu, dilanjutkan makan bersama atau disebut juga Kembul Bujono dan Tasyakuran.
Tata cara pelaksanaan tradisi nyadran tidak hanya sekadar ziarah ke makam leluhur, tapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong-royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antarmasyarakat di suatu lingkungan.
Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran yakni memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya menampilkan Kirab Tradisi Nyadran atau Kirab Tenong sebagai unsur kebersamaan.
Salah satu peserta Nyadran Bayu Santoso yang telah lama menetap di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengatakan, meski diadakan secara sederhana di hotel, rangkaian Tradisi Nyadran cukup khidmat, menarik, dan menyita perhatian pengunjung yang seakan terbawa kembali ke masa lalu.
“Momen ini menjadi ajang mempererat silaturahmi antarwarga sekaligus mengenalkan tradisi lokal kepada para tamu yang datang dari berbagai daerah,” ujarnya.
Perayaan ini menjadi katalis untuk memperkuat silaturahmi antarkeluarga dan hubungan kekerabatan antarwarga. Pergelaran ritual nyadran atau sadranan berlangsung dua kali setahun yaitu pada bulan Ruwah dan Sapar pada penanggalan Jawa.
Nyadran merupakan suatu rangkaian budaya yang berupa membersihkan makam leluhur, nyekar (tabur bunga), dan puncaknya berupa kenduri selamatan/berdoa di makam leluhur.
Dalam spirit yang sama, masyarakat Tionghoa juga melakukan ritual yang sama dengan Nyadran yang dikenal sebagai “Qing Ming”/“Ceng Beng” dalam dialek Hokkian atau sering disebut Cengbengan yang puncaknya awal April berdasarkan kalender Masehi.
MaxOne Hotel Loji Kridanggo, Boyolali terus menggali dan berperan serta mempertahankan sekaligus mengembangkan kearifan lokal (local wisdom) baik adat, seni maupun budaya.
“Tahun lalu kami berhasil menggelar festival tumpeng kedua yang diikuti perwakilan PKK se-Kabupaten Boyolali. Kami juga mensponsori upacara adat kirab tradisi Nyadran atau Sadranan bertempat di Dukuh Dungus, Kelurahan Seboto,” ujar Aloys Sutarto, pengusaha kelahiran Boyolali yang juga pendiri MaxOne Hotel Loji Kridanggo.
Untuk tahun ini, pihaknya juga ikut menggelar prosesi Tradisi Sadranan pada 27 Februari 2024. Pada prosesi ini turut diundang teman-teman waktu kecil Aloys yang sejak mereka dewasa telah berpisah untuk merantau, yang saat ini tinggal di Jabotabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan kota lain untuk nyekar.
Bersama-sama dan napak tilas perjalanan semasa anak-anak. Pada sore harinya dilanjutkan semua peserta boleh mengundang teman sahabat yang masih tinggal di Boyolali sehingga total peserta lebih dari 50 orang.
Kirap Tenong mengawali kegiatan ini. Kirab Tenong membawa tumpeng lengkap dengan lauk pauk dan ayam ingkung serta minuman dan makanan ringan tradisional.
Kegiatan kedua dalam rangkaian Nyadran adalah Ujub. Ujub merupakan tahap di mana Pemangku adat/modin/pendoa menjelaskan maksud kegiatan diadakan.
Kemudian, doa, pemangku adat/modin/pendoa memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal dunia. Setelah itu, dilanjutkan makan bersama atau disebut juga Kembul Bujono dan Tasyakuran.
Tata cara pelaksanaan tradisi nyadran tidak hanya sekadar ziarah ke makam leluhur, tapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong-royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antarmasyarakat di suatu lingkungan.
Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran yakni memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya menampilkan Kirab Tradisi Nyadran atau Kirab Tenong sebagai unsur kebersamaan.
Salah satu peserta Nyadran Bayu Santoso yang telah lama menetap di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengatakan, meski diadakan secara sederhana di hotel, rangkaian Tradisi Nyadran cukup khidmat, menarik, dan menyita perhatian pengunjung yang seakan terbawa kembali ke masa lalu.
“Momen ini menjadi ajang mempererat silaturahmi antarwarga sekaligus mengenalkan tradisi lokal kepada para tamu yang datang dari berbagai daerah,” ujarnya.
(jon)