Belanja Daerah Harus Dipercepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi harus bergerak cepat merealisasikan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) . Perlu upaya khusus agar realiasi anggaran di daerah yang kerap terlambat tidak terulang di masa mendatang.
Masalah klasik terkait minimnya realiasi anggaran di daerah memang bukan kali ini terjadi. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bahkan mencatat, realisasi anggaran yang minim ini terjadi saban tahun. Beberapa persoalan yang masih terjadi antara lain penyerapan yang rendah, besarnya belanja birokrasi dan proses laporan yang belum optimal.
“Kalau terjadi tahun ini kebangetan. Kenapa? Karena SKB (surat keputusan bersama) Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri itu minimal 35% APBD dipakai untuk realokasi anggaran dan refocusing program. Rinciannya, 50% dari belanja modal, belanja barang dan jasa, dan belanja aparatur,” kata Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng saat dihubungi SINDO Media, di Jakarta, kemarin.
Dia menambahkan, melihat laporan yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri terkait realiasi APBD, dipastikan ada yang keliru apabila pemda-pemda belum bisa mengeluarkan anggarannya secara maksimal saat ini. (Baca: AS Peringatkan Rusia Tidak Tawarkan Hadiah untuk Tentaranya)
Dengan mengacu pada SKB tersebut, ujar dia, minimal pemda seharusnya sudah mengeluarkan 35% untuk belanja penanggulangan Covid-19. Bahkan jumlahnya bisa melebihi apabila ditambah dengan pengeluaran lain.
“Agustus ini minimal pengeluaran pemda-pemda itu sudah 50%. Kalau belum sampai titik itu, masalahnya bukan hanya daya serap rendah, tapi komitmen penanggulangan pandemi Covid-19 dipertanyakan,” ucapnya.
Sekadar diketahui, pada Rabu (12/08), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengumumkan realisasi belanja di 34 provinsi baru rata-rata 37,9% atau Rp128,54 triliun dari total belanja sebesar Rp339,14 triliun. Sementara secara nasional, realisasi belanja mencapai 47,36%. Adapun rata-rata serapan kabupaten kota adalah 37,45% atau Rp310,03 triliun dari total alokasi belanja Rp827,80 triliun.
"Untuk belanja provinsi 37,9%. Kalau kita bandingan semester I/2019 itu angkanya 40,77%, Jadi ada penurunan sekitar 3,2% kalau kita bandingkan dengan semester I 2019,” ucap Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Mochammad Ardian. (Baca juga: Pesan Amien Rais untuk Jokowi: Terus atau Mundur)
Data Kemendagri menyebutkan, ada lima provinsi dengan serapan di atas rata-rata nasional yakni DKI Jakarta 54,06%, Kalimantan Selatan 53,49%, Sumatera Barat 51,88%, Sulawesi Selatan 50,25% dan Gorontalo 48,81%. Sementara itu masih ada dua provinsi dengan serapan kurang dari 25% yakni Sulawesi Tenggara 24,56% dan Papua 21,57%.
Terkendala Teknis
Masalah klasik terkait minimnya realiasi anggaran di daerah memang bukan kali ini terjadi. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bahkan mencatat, realisasi anggaran yang minim ini terjadi saban tahun. Beberapa persoalan yang masih terjadi antara lain penyerapan yang rendah, besarnya belanja birokrasi dan proses laporan yang belum optimal.
“Kalau terjadi tahun ini kebangetan. Kenapa? Karena SKB (surat keputusan bersama) Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri itu minimal 35% APBD dipakai untuk realokasi anggaran dan refocusing program. Rinciannya, 50% dari belanja modal, belanja barang dan jasa, dan belanja aparatur,” kata Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng saat dihubungi SINDO Media, di Jakarta, kemarin.
Dia menambahkan, melihat laporan yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri terkait realiasi APBD, dipastikan ada yang keliru apabila pemda-pemda belum bisa mengeluarkan anggarannya secara maksimal saat ini. (Baca: AS Peringatkan Rusia Tidak Tawarkan Hadiah untuk Tentaranya)
Dengan mengacu pada SKB tersebut, ujar dia, minimal pemda seharusnya sudah mengeluarkan 35% untuk belanja penanggulangan Covid-19. Bahkan jumlahnya bisa melebihi apabila ditambah dengan pengeluaran lain.
“Agustus ini minimal pengeluaran pemda-pemda itu sudah 50%. Kalau belum sampai titik itu, masalahnya bukan hanya daya serap rendah, tapi komitmen penanggulangan pandemi Covid-19 dipertanyakan,” ucapnya.
Sekadar diketahui, pada Rabu (12/08), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengumumkan realisasi belanja di 34 provinsi baru rata-rata 37,9% atau Rp128,54 triliun dari total belanja sebesar Rp339,14 triliun. Sementara secara nasional, realisasi belanja mencapai 47,36%. Adapun rata-rata serapan kabupaten kota adalah 37,45% atau Rp310,03 triliun dari total alokasi belanja Rp827,80 triliun.
"Untuk belanja provinsi 37,9%. Kalau kita bandingan semester I/2019 itu angkanya 40,77%, Jadi ada penurunan sekitar 3,2% kalau kita bandingkan dengan semester I 2019,” ucap Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Mochammad Ardian. (Baca juga: Pesan Amien Rais untuk Jokowi: Terus atau Mundur)
Data Kemendagri menyebutkan, ada lima provinsi dengan serapan di atas rata-rata nasional yakni DKI Jakarta 54,06%, Kalimantan Selatan 53,49%, Sumatera Barat 51,88%, Sulawesi Selatan 50,25% dan Gorontalo 48,81%. Sementara itu masih ada dua provinsi dengan serapan kurang dari 25% yakni Sulawesi Tenggara 24,56% dan Papua 21,57%.
Terkendala Teknis