Pemerintah Harus Segera Turunkan Harga Beras
loading...
A
A
A
JELANG Bulan Suci Ramadan seperti sudah menjadi kebiasaan, harga kebutuhan pokok merangkak naik. Mulai dari minyak goreng, cabai merah, bawang putih, gula pasir hingga beras, semuanya kompak naik bersamaan.Kaum emak emak mulai resah, setiap pergi ke pasar semua harga kebutuhan pokok naik. “Ini belum masuk Bulan Puasa, bagaimana nanti saat puasa dan Hari Raya Lebaran,” ujar Ibu Erna yang tinggal di Kemayoran Jakarta Pusat.
baca juga: Beras Mahal dan Langka, Pedagang Pasar Minta Buka-bukaan Data Sebaran Bansos
Salah satu harga sembako yang terus merangkak naik dalam beberapa bulan terakhir ini adalah beras.Sejak akhir 2023 harga makanan pokok orang Indonesia ini naik tajam. Kini di beberapa daerah, seperti di Sulawesi Tenggara harga beras sudah mencapai Rp21.000 per kilogram atau sekitar Rp1 juta per karung isi 50 Kg.
Menurut catatan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) kenaikan beras selama setahun terakhir (Februari 2023-Februari 2024) mencapai 17,7% untuk jenis beras premium, dan 17,6% untuk beras medium. Sekjen Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan kenaikan harga beras sudah terjadi sejak empat bulan lalu. Menurutnya sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini adalah yang paling tinggi dan kenaikannya paling tidak jelas.
Kenaikan harga beras kali pun tidak bisa diduga. Akibat naiknya harga beras yang ugal ugalan ini, pembeli dari kalangan ibu rumah tangga berkurang. Jika membeli pun lebih sedikit dari sebelumnya. Rata-rata membeli paling sedikit 10 liter, sekarang cuma lima liter paling banyak.
Ada banyak analisa yang menyebabkan harga beras terus meroket. Perubahan iklim yang ekstrem disertai El Nino membuat musim tanam jadi mundur. Selain itu, produksi padi tahun 2023 turun sekitar satu juta ton, karena banyak petani gagal panen. Di sisi lain, menurut Presiden Joko Widodo hampir semua negara mengalami kenaikan harga beras (pangan).
baca juga: Beras Kian Mahal, Berpotensi Munculkan Kaum Miskin Baru
Indonesia pun kesulitan untuk impor beras. Impor beras dari China batal, karena harganya yang kemahalan. Impor dari India juga sulit, karena India masih menerapkan kebijakan tidak mengekspor beras. Produksi beras mereka diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri.
Ada juga yang mengaitkan naiknya harga beras dengan masifnya Bansos Beras saat jelang Pemilu. Sekjen Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan menyebut harga beras saat ini tembus rekor tertinggi di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Reynaldi menyindir lonjakan harga itu dipicumasifnyagelontoranbansos dan bantuan pangan beras 10 kg sebelum Pilpres2024 kemarin. Pasalnya, setelah itu, kelangkaan pasokan beras mulai terjadi. Menurutnya, pembagian bansos dalam momentum politik itu tentu menimbulkan tarik-menarik dengan stok beras di pasar.
baca juga: Tom Lembong Sebut Melonjaknya Harga Beras Disebabkan Kebijakan Bansos Besar-besaran
Ujungnya terjadi lonjakan harga, bahkan kelangkaan. Faktanya lagi menurut Reynaldi, menteri terkait dalam hal pasokan beras, seperti Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan , dan Menteri BUMN Erick Thohir secara telanjang mendukung paslon tertentu. Kecurigaan Reynaldi memang punya dasar yang kuat.
Apapun faktor penyebabnya Pemerintah harus segera membuat harga beras turun. Apalagi menjelang Bulan Suci Ramadan saat permintaan akan kebutuhan pokok memang naik. Seharusnya hal seperti ini sudah bisa diantisipasi sejak jauh hari. Bukankah periode Ramadan-Idul Fitri selalu datang setiap tahun.
Tahun politik memang rawan untuk memanfaatkan isu yang sensitif di tengah masyarakat. Saat harga beras mulai tembus Rp1 juta per karung, para elite politik malah sibuk membahas usulan Hak Angket. Pemerintah harus mengantisipasi kenaikan harga beras di tahun politik seperti sekarang, karena bisa dimanfaatkan pihak-pihak yang memang ingin memancing di air keruh.
Jangan lupakan sejarah bahwa gejelok politik di Indonesia biasanya diawali oleh kondisi ekonomi yang tak bisa dikendalikan Pemerintah. Seperti saat Orde Lama tumbang karena tak mampu mengendalikan laju inflasi yang mencapai lebih dari 600%.
baca juga: Pemprov DIY Sebut Kelangkaan dan Kenaikan Harga Beras Dipicu Bansos
Orde Baru pun harus berganti karena tak mampu mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Inflasi meroket, harga barang naik, banyak perusahaan tumbang karena berutang dalam mata uang dolar. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah hilang. Pecah kerusahan besar di Ibukota yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.
Belajar dari sejarah semoga saja kenaikan harga beras ini benar-benar ditanggapi serius pemerintah. Upaya yang dilakukan saat ini dengan menggelar operasi pasar dan melanjutkan Bansos Beras tampaknya belum mampu menekan harga beras. Perlu upaya lain yang bisa segera meredam gejolak harga beras.
Panen raya yang rencananya akan jatuh pada April 2024 ini harus jadi momentum untuk menjinakkan harga beras. Momentum ini harus banar-benar dikawal agar petani tidak gagal panen atau produksi gabah meleset dari target. Jangan pula mengandalkan panen raya, upaya-upaya lain juga mesti dilakukan pemerintah untuk segera mengatasi tingginya harga beras di tingkat konsumen.
Lihat Juga: Rencana Bapanas-Bulog Impor Beras Dipertanyakan di Tengah Kasus Dugaan Mark Up Rp8,5 Triliun
baca juga: Beras Mahal dan Langka, Pedagang Pasar Minta Buka-bukaan Data Sebaran Bansos
Salah satu harga sembako yang terus merangkak naik dalam beberapa bulan terakhir ini adalah beras.Sejak akhir 2023 harga makanan pokok orang Indonesia ini naik tajam. Kini di beberapa daerah, seperti di Sulawesi Tenggara harga beras sudah mencapai Rp21.000 per kilogram atau sekitar Rp1 juta per karung isi 50 Kg.
Menurut catatan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) kenaikan beras selama setahun terakhir (Februari 2023-Februari 2024) mencapai 17,7% untuk jenis beras premium, dan 17,6% untuk beras medium. Sekjen Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan kenaikan harga beras sudah terjadi sejak empat bulan lalu. Menurutnya sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini adalah yang paling tinggi dan kenaikannya paling tidak jelas.
Kenaikan harga beras kali pun tidak bisa diduga. Akibat naiknya harga beras yang ugal ugalan ini, pembeli dari kalangan ibu rumah tangga berkurang. Jika membeli pun lebih sedikit dari sebelumnya. Rata-rata membeli paling sedikit 10 liter, sekarang cuma lima liter paling banyak.
Ada banyak analisa yang menyebabkan harga beras terus meroket. Perubahan iklim yang ekstrem disertai El Nino membuat musim tanam jadi mundur. Selain itu, produksi padi tahun 2023 turun sekitar satu juta ton, karena banyak petani gagal panen. Di sisi lain, menurut Presiden Joko Widodo hampir semua negara mengalami kenaikan harga beras (pangan).
baca juga: Beras Kian Mahal, Berpotensi Munculkan Kaum Miskin Baru
Indonesia pun kesulitan untuk impor beras. Impor beras dari China batal, karena harganya yang kemahalan. Impor dari India juga sulit, karena India masih menerapkan kebijakan tidak mengekspor beras. Produksi beras mereka diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri.
Ada juga yang mengaitkan naiknya harga beras dengan masifnya Bansos Beras saat jelang Pemilu. Sekjen Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan menyebut harga beras saat ini tembus rekor tertinggi di era pemerintahan Presiden Jokowi.
Reynaldi menyindir lonjakan harga itu dipicumasifnyagelontoranbansos dan bantuan pangan beras 10 kg sebelum Pilpres2024 kemarin. Pasalnya, setelah itu, kelangkaan pasokan beras mulai terjadi. Menurutnya, pembagian bansos dalam momentum politik itu tentu menimbulkan tarik-menarik dengan stok beras di pasar.
baca juga: Tom Lembong Sebut Melonjaknya Harga Beras Disebabkan Kebijakan Bansos Besar-besaran
Ujungnya terjadi lonjakan harga, bahkan kelangkaan. Faktanya lagi menurut Reynaldi, menteri terkait dalam hal pasokan beras, seperti Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan , dan Menteri BUMN Erick Thohir secara telanjang mendukung paslon tertentu. Kecurigaan Reynaldi memang punya dasar yang kuat.
Apapun faktor penyebabnya Pemerintah harus segera membuat harga beras turun. Apalagi menjelang Bulan Suci Ramadan saat permintaan akan kebutuhan pokok memang naik. Seharusnya hal seperti ini sudah bisa diantisipasi sejak jauh hari. Bukankah periode Ramadan-Idul Fitri selalu datang setiap tahun.
Tahun politik memang rawan untuk memanfaatkan isu yang sensitif di tengah masyarakat. Saat harga beras mulai tembus Rp1 juta per karung, para elite politik malah sibuk membahas usulan Hak Angket. Pemerintah harus mengantisipasi kenaikan harga beras di tahun politik seperti sekarang, karena bisa dimanfaatkan pihak-pihak yang memang ingin memancing di air keruh.
Jangan lupakan sejarah bahwa gejelok politik di Indonesia biasanya diawali oleh kondisi ekonomi yang tak bisa dikendalikan Pemerintah. Seperti saat Orde Lama tumbang karena tak mampu mengendalikan laju inflasi yang mencapai lebih dari 600%.
baca juga: Pemprov DIY Sebut Kelangkaan dan Kenaikan Harga Beras Dipicu Bansos
Orde Baru pun harus berganti karena tak mampu mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Inflasi meroket, harga barang naik, banyak perusahaan tumbang karena berutang dalam mata uang dolar. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah hilang. Pecah kerusahan besar di Ibukota yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.
Belajar dari sejarah semoga saja kenaikan harga beras ini benar-benar ditanggapi serius pemerintah. Upaya yang dilakukan saat ini dengan menggelar operasi pasar dan melanjutkan Bansos Beras tampaknya belum mampu menekan harga beras. Perlu upaya lain yang bisa segera meredam gejolak harga beras.
Panen raya yang rencananya akan jatuh pada April 2024 ini harus jadi momentum untuk menjinakkan harga beras. Momentum ini harus banar-benar dikawal agar petani tidak gagal panen atau produksi gabah meleset dari target. Jangan pula mengandalkan panen raya, upaya-upaya lain juga mesti dilakukan pemerintah untuk segera mengatasi tingginya harga beras di tingkat konsumen.
Lihat Juga: Rencana Bapanas-Bulog Impor Beras Dipertanyakan di Tengah Kasus Dugaan Mark Up Rp8,5 Triliun
(hdr)