Relevansi Hak Angket Kebijakan Menjelang Pemilu

Senin, 26 Februari 2024 - 14:33 WIB
loading...
A A A
Skema automatic adjusment dapat dilakukan dalam “kondisi mendesak” seperti Covid-19 atau misalnya untuk menjaga ketahanan APBN ditengah situasi ketidakpastian global seperti kebijakan moneter ketat dari The Fed, dan lesunya harga komoditas, maka seharusnya automatic adjusment digunakan untuk menjaga likuiditas anggaran bukan justru digunakan untuk peningkatan guyuran program bansos yang waktunya berdekatan dengan pemilihan umum. Alasan keterdesakan juga semakin tidak relevan karena anggaran Ibu Kota Nusantara (IKN) dikecualikan dari sasaran automatic adjusment yang jelas-jelas membebani APBN.

Apalagi jika alasan bansos dan BLT untuk mengatasi inflasi. Faktanya akhir-akhir ini harga beras justru semakin meroket, mencapai angka tertinggi dalam sejarah, yakni hingga menyentuh harga Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium.

Kurang tepat jika alasan naiknya harga beras gara-gara adanya perubahan iklim yang membuat sejumlah wilayah harus mengalami gagal panen. Karena di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tak mengalami kekurangan beras. Sejumlah pakar menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.

Stok beras di awal 2024 mencapai 6,71 juta ton, namun akibat adanya kebijakan bansos yang ugal-ugalan stok beras CBP di Bulog sekarang menipis menjadi sekitar 1,18 juta ton. Sedangkan rata-rata kebutuhan konsumsi beras nasional sebesar 2,5 juta ton per bulan maka berpotensi terjadi panic buying yang diakibatkan karena guyuran BLT yang dirapel dalam jumlah besar membuat uang beredar semakin banyak namun barang kebutuhan pokok justru langka. Jika solusi untuk menambal kurangnya stok dengan impor maka menambah daftar malapetaka karena menjelang masa panen.

Ditambah penyaluran bantuan beras 10 kg menggunakan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dikelola Kemenko PMK yang jumlah penerimanya tumpang tindih dan tidak sinkron dengan data DTKS Kementerian Sosial. Tumpang tindih data ini membuat program bantuan pangan rawan tidak tepat sasaran.

Melihat fakta-fakta ini, kenaikan anggaran bansos melalui skema automatic adjusment bukan digunakan untuk kebutuhan ekonomi nasional melainkan syarat dengan kepentingan politik jangka pendek menjelang pemilihan umum. Terutama kepentingan personal Presiden, di mana putra sulung Presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Kebijkan bansos melalui automatic adjusment ini sangat berkontribusi mengerek elektabilitas Prabowo-Gibran karena paslon 02 ini dikenal dengan paslon yang didukung oleh petahana dan diasosiasikan sebagai keberlanjutan program Presiden Jokowi yang memiliki kepuasan publik cukup tinggi diantara 75-80% lebih. Di mana kepuasan publik tersebut mayoritas (39%) ditopang oleh bansos.

Sehingga dapat dikatakan kebijakan bansos melalui automatic adjusment disalahgunakan untuk kepentingan elektoral yang berpotensi melanggar pasal 282 UU Pemilu yang mengatur bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Kebijakan bansos ugal-ugalan pada masa kampanye jelas menguntungkan paslon yang diasosiasikan dengan petahana, apalagi jika dalam penyaluran bansos terdapat bumbu-bumbu politik personalisasi untuk memilih paslon tertentu.

Di sinilah kata “kecurangan” menemukan maknanya, bahwa kebijakan bansos yang dipaksakan melalui skema automatic adjusment sebagai bentuk kecurangan yang merujuk pasal 282 UU Pemilu. Di mana terdapat keputusan/tindakan dari pejabat negara yang menguntungkan salah satu paslon dan merugikan yang lainnya. Sehingga kontestasi elektoral dijalankan di arena yang tak adil.

Maka wajib hukumnya parlemen yang diisi oleh wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat yang membayar pajak untuk menjalankan fungsinya dalam mengawasi pelaksanaan APBN, kebijakan pemerintah hingga penyalahgunaan wewenang.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1327 seconds (0.1#10.140)