Cegah Pelanggaran, Pengamat Ajak Masyarakat Kawal Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelaksanaan Pemilu 2024 tinggal hitungan jam. Seluruh elemen masyarakat diimbau untuk mengawal proses demokrasi agar tidak kembali diwarnai dengan pelanggaran.
Koordinator Pemantau Pemilu Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia Novi Sasmita mengatakan, pelanggaran etik Pemilu 2024 terus terjadi. Sejak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengeluarkan putusan MK terkait batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden, pelanggaran etik lainnya terus bermunculan.
Di antaranya, pelanggaran etik oleh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menerima pencalonan Gibran Rakabumng Raka. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang seharusnya mampu memberi jalan keluar ternyata tidak berbeda dengan KPU.
”DKPP tidak punya taring untuk memberhentikan komisoner KPU yang terbukti melanggar etik. Pelanggaran etik ini semakin lengkap dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa Presiden boleh berpihak dan berkampanye,” katanya, Selasa (13/2/2024)
Padahal, UUD 1945 telah menyatakan bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan dengan proses yang jujur dan adil. Menurut Novita, integritas ini harusnya dipegang oleh setiap institusi yang berkaitan dengan pemilu mulai dari KPU, DKPP hingga MK.
”Namun, pelanggaran etik yang dilakukan oleh semua institusi menyiratkan negara ini sedang tidak baik-baik saja. Proses Reformasi yang dianggap telah menimbun sejarah kelam demokrasi ternyata dihadirkan kembali dengan rentetan pelanggaran etik institusi. Termasuk oleh pemimpin negara yang seharusnya mampu memberi teladan integritas,” ucapnya.
Menjelang kontestasi politik akan berlangsung pada 14 Februari 2024 besok, kata Novi, pihaknya menerjunkan 315 pemantau pemilu di 29 kabupaten dan kota untuk memantau pemilu yang sesuai dengan UUD 1945.
“Menuntut seluruh penyelenggara pemilu mulai dari tingkat pusat hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil agar tidak terdapat lagi pelanggaran etik,” katanya.
Tidak hanya itu, Novi juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal proses pemilu agar kembali ke tujuan awalnya yaitu demokrasi, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Koordinator Pemantau Pemilu Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia Novi Sasmita mengatakan, pelanggaran etik Pemilu 2024 terus terjadi. Sejak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengeluarkan putusan MK terkait batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden, pelanggaran etik lainnya terus bermunculan.
Di antaranya, pelanggaran etik oleh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan menerima pencalonan Gibran Rakabumng Raka. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang seharusnya mampu memberi jalan keluar ternyata tidak berbeda dengan KPU.
”DKPP tidak punya taring untuk memberhentikan komisoner KPU yang terbukti melanggar etik. Pelanggaran etik ini semakin lengkap dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa Presiden boleh berpihak dan berkampanye,” katanya, Selasa (13/2/2024)
Padahal, UUD 1945 telah menyatakan bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan dengan proses yang jujur dan adil. Menurut Novita, integritas ini harusnya dipegang oleh setiap institusi yang berkaitan dengan pemilu mulai dari KPU, DKPP hingga MK.
”Namun, pelanggaran etik yang dilakukan oleh semua institusi menyiratkan negara ini sedang tidak baik-baik saja. Proses Reformasi yang dianggap telah menimbun sejarah kelam demokrasi ternyata dihadirkan kembali dengan rentetan pelanggaran etik institusi. Termasuk oleh pemimpin negara yang seharusnya mampu memberi teladan integritas,” ucapnya.
Menjelang kontestasi politik akan berlangsung pada 14 Februari 2024 besok, kata Novi, pihaknya menerjunkan 315 pemantau pemilu di 29 kabupaten dan kota untuk memantau pemilu yang sesuai dengan UUD 1945.
“Menuntut seluruh penyelenggara pemilu mulai dari tingkat pusat hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil agar tidak terdapat lagi pelanggaran etik,” katanya.
Tidak hanya itu, Novi juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal proses pemilu agar kembali ke tujuan awalnya yaitu demokrasi, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
(cip)