TPN Ganjar-Mahfud: Kita Dalam Kondisi Kritikal, Perlu Kredibilitas Lembaga Survei
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menegaskan pentingnya kredibilitas lembaga-lembaga survei. Oleh karena itu, seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak awal sangat selektif menerima pendaftaran lembaga survei.
Sebab, jika tidak selektif yang terjadi adalah lembaga-lembaga survei justru bisa mengacaukan iklim demokrasi itu sendiri. “Jadi kredibilitas itu menjadi sangat penting,” kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, pada konferensi pers, Selasa (13/2/2024).
Mengapa TKN Ganjar-Mahfud menekankan hal itu, Todung melihat saat ini kita sedang dalam momen-momen kritikal sebagai bangsa. Indonesia sudah berhasil menggelar Pilpres 2019, dengan demikian pilpres kali ini benar-benar terjadi pergantian kepemimpinan nasional, karena Presiden Jokowi tidak boleh maju kembali untuk ketiga kalinya.
“Tidak berlebihan jika dikatakan, pilpres kali ini sebuah ujian sejarah yang kita semua harus lewati. Kedaulatan rakyat itu tidaklah sama dengan kedaulatan survei,” tegas Todung.
Oleh karena itu, Todung mengingatkan bahwa ada kode etik yang mengikat lembaga-lembaga survei. KPU dan Bawaslu menurutnya harus betul-betul melakukan pengawasan yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan demokrasi dan hati nurani.
Dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 disebutkan quick count (penghitungan cepat) dilakukan oleh lembaga survei yang telah memenuhi syarat, antara lain; berbadan hukum Indonesia, independen.“Apakah semua lembaga survei itu independen atau tidak, ini menjadi pertanyaan kunci,” paparnya.
Syarat selanjutnya, kata dia, lembaga survei tersebut mempunyai sumber dana yang jelas. Sejauh ini apakah lembaga-lembaga survei tersebut diaudit keuangannya, sehingga masyarakat tahu dari mana asal sumber dananya.
“Karena lembaga survei ini melakukan bisnis quick count yang menyangkut hajat hidup orang banyak, menyangkut kepentingan publik. Jadi pendanaannya ini menjadi penting, perlu ada audit yang jelas,” imbuhnya.
Kemudian syarat lain adalah lembaga survei itu terdaftar di KPU. TPN Ganjar-Mahfud mendapatkan informasi bahwa ada 81 – 83 lembaga survei yang terdaftar di KPU. Menurut Todung, jumlah tersebut sebenarnya agak merisaukan, karena semakin banyak lembaga survei, tentu akan semakin sulit menjaga kualitas lembaga survei itu.
“Persyaratan lembaga survei ini secara normatif bisa saja dipenuhi, tetapi belum tentu secara materil terpenuhi. Namun yang paling penting harus dijaga adalah metodologinya, harus jelas, ini tidak terlalu clear karena tidak diatur di Peraturan KPU. Metodologi diserahkan sepenuhnya kepada lembaga survei bersangkutan,” katanya.
Tetapi secara scientific, kata Todung, seharusnya tidak boleh ada perbedaan metodologi antara satu lembaga survei dengan lembaga survei lainnya. Inilah yang oleh TPN menimbulkan pertanyaan, karena metodologi baru akan disampaikan ke KPU 15 hari setelah hasil hitung cepat.
“Cukup lama waktunya. Kami tadi menyinggung keresahan dan kegelisahan. Karena beberapa lembaga survei itu kehilangan kredibilitas, kehilangan trust dari publik, karena hasil yang tidak akurat dan menyesatkan,” pungkas Todung.
Sebab, jika tidak selektif yang terjadi adalah lembaga-lembaga survei justru bisa mengacaukan iklim demokrasi itu sendiri. “Jadi kredibilitas itu menjadi sangat penting,” kata Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, pada konferensi pers, Selasa (13/2/2024).
Mengapa TKN Ganjar-Mahfud menekankan hal itu, Todung melihat saat ini kita sedang dalam momen-momen kritikal sebagai bangsa. Indonesia sudah berhasil menggelar Pilpres 2019, dengan demikian pilpres kali ini benar-benar terjadi pergantian kepemimpinan nasional, karena Presiden Jokowi tidak boleh maju kembali untuk ketiga kalinya.
“Tidak berlebihan jika dikatakan, pilpres kali ini sebuah ujian sejarah yang kita semua harus lewati. Kedaulatan rakyat itu tidaklah sama dengan kedaulatan survei,” tegas Todung.
Oleh karena itu, Todung mengingatkan bahwa ada kode etik yang mengikat lembaga-lembaga survei. KPU dan Bawaslu menurutnya harus betul-betul melakukan pengawasan yang bertanggung jawab untuk menyelamatkan demokrasi dan hati nurani.
Dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 disebutkan quick count (penghitungan cepat) dilakukan oleh lembaga survei yang telah memenuhi syarat, antara lain; berbadan hukum Indonesia, independen.“Apakah semua lembaga survei itu independen atau tidak, ini menjadi pertanyaan kunci,” paparnya.
Syarat selanjutnya, kata dia, lembaga survei tersebut mempunyai sumber dana yang jelas. Sejauh ini apakah lembaga-lembaga survei tersebut diaudit keuangannya, sehingga masyarakat tahu dari mana asal sumber dananya.
“Karena lembaga survei ini melakukan bisnis quick count yang menyangkut hajat hidup orang banyak, menyangkut kepentingan publik. Jadi pendanaannya ini menjadi penting, perlu ada audit yang jelas,” imbuhnya.
Kemudian syarat lain adalah lembaga survei itu terdaftar di KPU. TPN Ganjar-Mahfud mendapatkan informasi bahwa ada 81 – 83 lembaga survei yang terdaftar di KPU. Menurut Todung, jumlah tersebut sebenarnya agak merisaukan, karena semakin banyak lembaga survei, tentu akan semakin sulit menjaga kualitas lembaga survei itu.
“Persyaratan lembaga survei ini secara normatif bisa saja dipenuhi, tetapi belum tentu secara materil terpenuhi. Namun yang paling penting harus dijaga adalah metodologinya, harus jelas, ini tidak terlalu clear karena tidak diatur di Peraturan KPU. Metodologi diserahkan sepenuhnya kepada lembaga survei bersangkutan,” katanya.
Tetapi secara scientific, kata Todung, seharusnya tidak boleh ada perbedaan metodologi antara satu lembaga survei dengan lembaga survei lainnya. Inilah yang oleh TPN menimbulkan pertanyaan, karena metodologi baru akan disampaikan ke KPU 15 hari setelah hasil hitung cepat.
“Cukup lama waktunya. Kami tadi menyinggung keresahan dan kegelisahan. Karena beberapa lembaga survei itu kehilangan kredibilitas, kehilangan trust dari publik, karena hasil yang tidak akurat dan menyesatkan,” pungkas Todung.
(rca)