Antisipasi Pemilu Curang, Eep Saefulloh Rilis Aplikasi Warga Jaga Suara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Konsultan politik Eep Saefulloh Fatah resmi meluncurkan aplikasi bernama Warga Jaga Suara. Ia mengklaim, ini adalah aplikasi yang dapat diandalkan untuk mencegah kecurangan saat berlangsungnya Pemilu 2024 .
Eep menegaskan, dengan aplikasi Warga Jaga Suara masyarakat Indonesia bisa menjaga suara mereka. Lebih lanjut ia menyebut, aplikasi secara sistem mirip dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik KPU hanya saja lebih transparan.
Dalam perilisannya, Eep mengisahkan bahwa kehadiran aplikasi ini tidak lepas dari kecurigaannya terhadap Pemilu. Menurutnya, penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sudah sangat bablas dan tidak boleh kita biarkan.
"Ini tidak boleh kita biarkan karena jika kita biarkan maka siapapun Presiden di Indonesia akan bisa melakukan hal serupa. Itu lah alasannya aplikasi ini dihadirkan, yaitu untuk menjaga suara sehingga bisa mencegah kecurangan," kata Eep dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024).
Eep mengungkap, pihaknya menargetkan agar aplikasi digunakan di 823.220 TPS di seluruh Indonesia sehingga bukan hanya akan mengawal suara, tapi juga akan menjadi penghitung cepat yang berjalan bersamaan dengan hitung cepat yang resmi dilakukan oleh KPU.
Ia mengatakan aplikasi Warga Jaga Suara minimal didownload oleh satu relawan di satu TPS. Ia menyerukan agar aplikasi ini segera didownload sebab ini merupakan data publik yang dibuka secara terang-terangan, bukan hanya numerik seperti sistem KPU.
"Kalau sistem KPU, foto formulir C1 plano yang diupload nantinya akan otomatis berubah menjadi numerik. Sementara aplikasi Warga Jaga Suara foto formulir C1 plano yang diambil bisa langsung diakses oleh masyarakat," jelasnya.
Eep menambahkan, aplikasi Warga Jaga Suara juga bisa memuat laporan pelanggaran yang nantinya akan diteruskan ke berbagai stakeholder seperti media dan juga partai-partai. Sehingga nantinya pihak terkait bisa langsung mengambil langkah lanjutan.
"Ada kegentingan yang memaksa, yang membuat harus dilakukan sesuatu terutama untuk membuka data terutama data publik yang disembunyikan sebagai bagian dari praktek yang selama ini berjalan. Kalau orang sudah terlihat ingin menggunakan kekuasaannya dengan memihak dan mencederai pemilu pasti tuntas ke ujung. Ujungnya itu adalah suara yang tidak terjaga," pungkas Eep.
Eep menegaskan, dengan aplikasi Warga Jaga Suara masyarakat Indonesia bisa menjaga suara mereka. Lebih lanjut ia menyebut, aplikasi secara sistem mirip dengan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik KPU hanya saja lebih transparan.
Dalam perilisannya, Eep mengisahkan bahwa kehadiran aplikasi ini tidak lepas dari kecurigaannya terhadap Pemilu. Menurutnya, penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sudah sangat bablas dan tidak boleh kita biarkan.
"Ini tidak boleh kita biarkan karena jika kita biarkan maka siapapun Presiden di Indonesia akan bisa melakukan hal serupa. Itu lah alasannya aplikasi ini dihadirkan, yaitu untuk menjaga suara sehingga bisa mencegah kecurangan," kata Eep dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024).
Baca Juga
Eep mengungkap, pihaknya menargetkan agar aplikasi digunakan di 823.220 TPS di seluruh Indonesia sehingga bukan hanya akan mengawal suara, tapi juga akan menjadi penghitung cepat yang berjalan bersamaan dengan hitung cepat yang resmi dilakukan oleh KPU.
Ia mengatakan aplikasi Warga Jaga Suara minimal didownload oleh satu relawan di satu TPS. Ia menyerukan agar aplikasi ini segera didownload sebab ini merupakan data publik yang dibuka secara terang-terangan, bukan hanya numerik seperti sistem KPU.
"Kalau sistem KPU, foto formulir C1 plano yang diupload nantinya akan otomatis berubah menjadi numerik. Sementara aplikasi Warga Jaga Suara foto formulir C1 plano yang diambil bisa langsung diakses oleh masyarakat," jelasnya.
Eep menambahkan, aplikasi Warga Jaga Suara juga bisa memuat laporan pelanggaran yang nantinya akan diteruskan ke berbagai stakeholder seperti media dan juga partai-partai. Sehingga nantinya pihak terkait bisa langsung mengambil langkah lanjutan.
"Ada kegentingan yang memaksa, yang membuat harus dilakukan sesuatu terutama untuk membuka data terutama data publik yang disembunyikan sebagai bagian dari praktek yang selama ini berjalan. Kalau orang sudah terlihat ingin menggunakan kekuasaannya dengan memihak dan mencederai pemilu pasti tuntas ke ujung. Ujungnya itu adalah suara yang tidak terjaga," pungkas Eep.
(maf)