Koalisi Masyarakat Sipil Minta Kapolri Beri Perlindungan Kebebasan Akademik

Jum'at, 09 Februari 2024 - 11:56 WIB
loading...
Koalisi Masyarakat Sipil Minta Kapolri Beri Perlindungan Kebebasan Akademik
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya untuk menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan berpendapat yang dilakukan guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, serta kalangan akademisi lainnya.

Hal itu menyikapi intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng terhadap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi yang mengeluarkan petisi terkait praktik kecurangan Pemilu 2024 dan kemunduran demokrasi oleh Pemerintah Joko Widodo (Jokowi).

Jajaran Polda Jateng diduga ditengarai meminta sejumlah rektor dan guru besar untuk membuat video testimoni positif tentang kepemimpinan Presiden Jokowi. Kepolisian berdalih bahwa hal ini merupakan Program Cooling System yang dilakukan menjelang pencoblosan Pemilu 2024.



"Kami menilai intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng merupakan bentuk intimidasi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi," ujar Ketua PBHI Julius Ibrani, Jumat (9/2/2024).

Menurut Julius, tindakan tersebut sejatinya juga bukan merupakan tugas kepolisian untuk meminta testimoni positif terkait kepemimpinan Presiden Joko Widodo.



"Tugas kepolisian seharusnya adalah menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik setiap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya, dalam menyampaikan kritik dan pendapat mereka terkait situasi yang terjadi hari ini," katanya.

Sebagai negara demokratis, kata Julius, pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi serta masyarakat sipil.

Terlebih lagi, situasi panas terkait Pemilu 2024 justru dipicu oleh intervensi Presiden Jokowi lewat Putusan MK No. 90 dan kampanye terselubung serta politisasi bansos.

"Seharusnya, Polda Jateng melakukan cooling system terhadap Presiden Jokowi agar tidak terus menerus merusak demokrasi, bukan sivitas akademika kampus," ucapnya.

Intervensi yang dilakukan oleh Polda Jateng melalui program cooling system merupakan tanda bahwa Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Jokowi menunjukkan wajah rezim otoritarian.

"Permintaan video testimoni yang berkedok Program cooling system oleh Polda Jateng bukan merupakan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat jelang Pemilu 2024," tegasnya.

Julisus menyebut, meminta testimoni positif di tengah gelombang sivitas akademika yang sedang bersuara lantang menolak kecurangan pemilu adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat.

Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Jateng juga melakukan pemanggilan terhadap 176 Kepala Desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023.

Polda Jateng beralasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah, periode 2020 sampai 2022.

"Kami memandang, pemanggilan kepala desa ini bersifat politis dan rawan untuk dipergunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kepala desa. Patut diduga kuat Polda Jateng telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung," ujarnya.

Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri selain menjamin kebebasan berpendapat juga memberhentikan Kapolda Jateng karena telah melanggar prinsip netralitas Polri dalam perhelatan politik Pemilu 2024 serta memproses hukum secara tegas terhadap siapa pun di jajaran kepolisian yang telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan Pemilu.

"Kami mendesak Polda Jateng menghentikan intimidasi dan represi kepada masyarakat, khususnya lagi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya," tegasnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1971 seconds (0.1#10.140)