Ketahanan Pancasila Masih Diuji

Selasa, 22 Mei 2018 - 08:31 WIB
Ketahanan Pancasila Masih Diuji
Ketahanan Pancasila Masih Diuji
A A A
JAKARTA - Dua puluh tahun sejak reformasi bergulir ada berbagai hal telah tercapai utamanya dalam demokratisasi. Meski demikian, masih ada berbagai tantangan yang masih harus dihadapi yakni ketahanan Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Saat ini ada kelompok-kelompok yang berusaha mengganti ideologi bangsa dengan menghalalkan segala cara. “73 tahun ini ada kemunduran, menghalalkan segala cara. Ada kelompok perorangan yang ingin mengubah ideologi negara. Ini kan sangat disayangkan,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, kemarin.

Menurut dia, sebagai negara dengan berbagai macam suku dan kelompok agama, maka haruslah dirawat dengan baik untuk menghadapi kemunduran tersebut. Sebab, jika tidak dirawat maka potensi perpecahannya akan semakin besar. Terlebih lagi tergambar dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) yang menggunakan berbagai isu untuk menang. “Lalu kenapa sih orang yang sudah lari ke Suriah, kita terima, kita sadarkan kok masih nekat malah sudah meracuni seluruh keluarga sampai anak-anak kecil jadi korbannya. Ini dibiarkan? Ya tidak, mari berani menentuukan sikap, siapa kawan siapa lawan pada seluruh elemen bangsa, jaga negara ini dengan baik,” ucapnya.

Tjahjo pun mengatakan perbedaan yang ada di tengah masyarakat tidak seharusnya dipersoalkan selama tidak lepas dari Pancasila. Di tengah perbedaan tersebut harus tetap saling menghormati dan menjaga sesama anak bangsa. “Ini negara yang gotong royong dan majemuk. Kita bisa dalam satu tempat bisa kumpul orang dengan berbagai suku, agama, kepentingan. Kalau didasari dulu dengan perbedaan yang ada, repot nanti. Janganlah setback ke belakang, reformasi ini dalam upaya untuk mencoba menjabarkan sesuatu sesuai dengan kondisi yang ada,” katanya.

Sebaliknya dalam pandangan Tjahjo kualitas demokratisasi terus ada peningkatan. Masyarakat dapat secara langsung menentukan pemimpinnya baik di tataran lokal mapun nasional. “Di satu sisi, kualitas demokrasi ini dari sisi kelembangaan meningkat. Mulai pilkada serentak sampai tahun depan dipersiapkan pileg dan pilpres serentak, inikan sebuah bentuk proses konsolidasi demokrasi,” ujarnya.

Ketua Dewan Kehormatan PAN sekaligus Tokoh Reformasi 1998 Amien Rais menilai, pascareformasi masih ada beberapa hal yang belum tercapai. “Yang belum penegakan hukum, pemulihan ekonomi yang makin jauh, ketimpangan makin parah. Refleksi atas 20 tahun reformasi ini terdapat beberapa hal yang telah diraih seperti otonomi daerah, kebebasan berekspresi, dan dihapuskannya dwifungsi TNI,” ujar Amien di Gedung DPR.

Dia juga mengatakan ada kelompok-kelompok yang meminta supaya Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dikembalikan lagi ke UUD sebelum diamendemen pascareformasi. Semasa reformasi, UUD 1945 diamendemen sebanyak empat kali karena ada beberapa hal yang dianggap tidak baik untuk berjalannya bangsa Indonesia. “Saya anggap ajakan kembali ke sana seperti buruk muka cermin dibelah. Yang salah bukan UUD-nya, tapi the man goverment behind constitution yang tidak becus melaksanakan UUD,” bantahnya.

Menurut dia, jika rakyat mendukung UUD 1945 sebelum amendemen, maka beberapa resiko akan dialami oleh bangsa Indonesia. Di antaranya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tidak diperlukan lagi, otonomi daerah tidak perlu lagi karena kekuasaan akan berada di tangan pemerintah pusat, bab tentang Hak Azasi Manusia (HAM) juga hilang.

“Karena UUD 1945 sebelum amendemen tidak ada sama sekali tentang HAM. Berkat ada 4 tahapan sudah terjadi 10 pasal 24 ayat tentang HAM yang lebih komprehensif menyangkut kemanusiaan. Tidak hanya itu, dengan kembali ke amendemen 1945, maka peraturan atas presiden yang dapat dipilih kembali tanpa batas waktu bisa berlaku. Termasuk hilangnya Mahkamah Konstitusi (MK) dan munculnya lagi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pemerintah yang menjalani UU tidak paham. Mohon maaf. Perlu ganti atau tidak tergantung kaos,” ungkapnya.

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan, banyak dari cita-cita reformasi yang telah dicapai selama 20 tahun ini. Di antaranya kebebasan berpendapat, kebebasan berbicara, kebebasan menyampaikan pikiran, kebebasan berorgansiasi, kebebasan pers, otonomi daerah, dan hilangnya dwi fungsi TNI. “Tentu itu hasil jerih payah mahasiswa dan Pak Amien. Oleh karena itu, sebagai hamba Allah, saya mengajak kita mensyukuri,” ucapnya.

Meski banyak yang telah dicapai selama 20 tahun ini, Zulkifli menilai masih ada beberapa cita-cita reformasi yang masih belum tercapai. Pertama, masih banyaknya kesenjangan dan ketimpangan antara kaya dan miskin. Selain itu yang belum dicapai selama 20 tahun reformasi adalah masih adanya ketidakpercayaan sosial dan politik pecah belah yang masih kerap terjadi.

Dia juga menilai keadilan di dalam penegakan hukum belum tercapai. Hukum masih dirasa berat sebelah. ujarnya. (Dita Angga/Mula Akmal/Cahya Sumirat)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9498 seconds (0.1#10.140)