Pengamat Nilai Politisasi Bansos di Pemilu 2024 Ancam Demokrasi Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politisasi bantuan sosial (bansos) dinilai dapat mengancam demokrasi di Indonesia. Untuk itu penyaluran bansos perlu diawasi dengan ketat agar tidak dimanfaatkan demi kepentingan pemenangan pasangan calon (paslon) tertentu di Pemilu 2024.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bakir Ihsan menilai, aturan pelaksanaan pemilu sudah digariskan dengan jelas. Hal itu untuk merespons isu penggunaan anggaran negara untuk menopang pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) di Pemilu 2024.
“Sebenarnya koridor pelaksanaan pemilu khususnya bagi masing-masing kontestan sudah jelas dan terang benderang, namun sejauh mana kejelasan tersebut bisa memacu para penegak aturan untuk menindaklanjutinya,” tegas Bakir, Senin (22/1/2024).
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, menyindir kampanye terselubung bermodus bagi-bagi sembako untuk memenangkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu.
Bakir menerangkan persoalan politisasi bansos seharusnya mampu ditepis oleh Bawaslu dan pihak terkait lain. “Di sini integritas penyelenggara atau aktor pemilu, seperti Bawaslu dan pihak terkait lainnya dipertaruhkan. Para aktor pemilu harus mengawasi secara lebih jeli terhadap pelaksanaan pemilu di tengah kontestasi melibatkan anak biologis penguasa,” ujarnya.
Menurut Bakir, netralitas terhadap semua peserta pemilu dan keberpihakan pada tegaknya aturan main menjadi agenda yang harus ditegakkan secara bersama, termasuk kontrol masyarakat terhadap kerja para aktor pemilu.
Bakir berpendapat penguasa menjadi pihak yang paling berpeluang melakukan pelanggaran dengan segala kewenangan dan fasilitas yang disertakan. “Peluang untuk melakukan pelanggaran adalah penguasa, karena kekuasaan itu cenderung menyimpang (tend to corrupt),” tegasnya.
Segala pelanggaran pemilu harus bisa ditepis. Pasalnya, efeknya akan sangat mengerikan jika dibiarkan bagi keberadaan demokrasi. “Apabila pelanggaran pemilu dibiarkan, maka secara perlahan tapi pasti, demokrasi sedang menggali kuburnya sendiri. Pemilu hanya ritual oligarki berjubah demokrasi,” ujarnya.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bakir Ihsan menilai, aturan pelaksanaan pemilu sudah digariskan dengan jelas. Hal itu untuk merespons isu penggunaan anggaran negara untuk menopang pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) di Pemilu 2024.
“Sebenarnya koridor pelaksanaan pemilu khususnya bagi masing-masing kontestan sudah jelas dan terang benderang, namun sejauh mana kejelasan tersebut bisa memacu para penegak aturan untuk menindaklanjutinya,” tegas Bakir, Senin (22/1/2024).
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, menyindir kampanye terselubung bermodus bagi-bagi sembako untuk memenangkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu.
Bakir menerangkan persoalan politisasi bansos seharusnya mampu ditepis oleh Bawaslu dan pihak terkait lain. “Di sini integritas penyelenggara atau aktor pemilu, seperti Bawaslu dan pihak terkait lainnya dipertaruhkan. Para aktor pemilu harus mengawasi secara lebih jeli terhadap pelaksanaan pemilu di tengah kontestasi melibatkan anak biologis penguasa,” ujarnya.
Menurut Bakir, netralitas terhadap semua peserta pemilu dan keberpihakan pada tegaknya aturan main menjadi agenda yang harus ditegakkan secara bersama, termasuk kontrol masyarakat terhadap kerja para aktor pemilu.
Bakir berpendapat penguasa menjadi pihak yang paling berpeluang melakukan pelanggaran dengan segala kewenangan dan fasilitas yang disertakan. “Peluang untuk melakukan pelanggaran adalah penguasa, karena kekuasaan itu cenderung menyimpang (tend to corrupt),” tegasnya.
Segala pelanggaran pemilu harus bisa ditepis. Pasalnya, efeknya akan sangat mengerikan jika dibiarkan bagi keberadaan demokrasi. “Apabila pelanggaran pemilu dibiarkan, maka secara perlahan tapi pasti, demokrasi sedang menggali kuburnya sendiri. Pemilu hanya ritual oligarki berjubah demokrasi,” ujarnya.