Ketidaknetralan Bukti Ketidakmampuan dan Takut Kalah Pilpres 2024

Kamis, 18 Januari 2024 - 21:21 WIB
loading...
Ketidaknetralan Bukti...
Pakar Ilmu Politik UMY Ridho Al Hamdi menilai pelanggaran pemilu khususnya ketidaknetralan ASN dan politisasi bansos bersumber dari keinginan menang sekaligus takut kalah dari pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Foto: Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi menilai pelanggaran pemilu khususnya ketidaknetralan ASN dan politisasi bantuan sosial (bansos) bersumber dari keinginan menang sekaligus takut kalah dari pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Karena paslon 2 semakin takut, khawatir kalau mereka tidak menang. Saya melihat sebagai ilmuwan politik yang terjadi akhir-akhir ini simbol bahwa paslon 2 semakin ketakutan, semakin khawatir kalau mereka kalah. Karena memang ketidakmampuan prestasi yang ditunjukkan," ujar Ridho di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

Sejak kampanye dimulai, khususnya paslon 2 sudah menggunakan struktur birokrasi untuk menggerakkan pemenangan mereka. Hal itu sebenarnya menunjukkan ketidakmampuan paslon nomor urut 2 sekaligus keterlibatan Presiden Jokowi yang sangat mendalam untuk memenangkan putranya Gibran.



"Inilah yang kemudian mengakibatkan gerakan pengusulan pemakzulan presiden, karena memang Jokowi sudah agak keras keterlaluan. Itu yang kemudian wajar adanya pemakzulan. Dan memang harus kita kawal bahwa luber jurdil harus menjadikan prinsip utama Pemilu 2024," katanya.

Ridho juga menyoroti kinerja penyelenggara pemilu yang seolah lumpuh. Para tim sukses paslon pun bersuara keras atas hal tersebut.

"Penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu yang saat ini seakan tidak bisa berbuat apa-apa atau mandul ya memang harus kita kritisi. Karena kalau nggak, mereka semakin tidak becus kerjanya. Nah jadi wajar ketika TPN Ganjar-Mahfud maupun Timnas Amin berteriak soal kecurangan pemilu di berbagai daerah," ungkapnya.

Kondisi dan situasi saat ini dinilai sudah melanggar prinsip pemilu. "Jadi ini sudah tidak jurdil. Paslon 2 benar-benar memanfaatkan struktur birokrasinya, program-program pemerintah, kelihatan banget, kalang-kabut," kata Ridho.

Dia menilai paslon 2 kalah dalam hal positif dibandingkan paslon lain. Prabowo berulang kali kalah dalam kontestasi pemilihan presiden dan dinilai tidak banyak berbuat selama menjabat Menhan. Sedangkan Gibran dinilai sebagai buah dari pelanggaran etik.

"Sehingga nggak ada yang bisa dipertaruhkan dari paslon 2. Dalam banyak kesempatan, terutama debat capres, tidak ada yang bisa diandalkan konsep-konsepnya malah joget-joget, politik santuy dan lain sebagainya," ujarnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Hukum TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis menduga ada konspirasi yang dirancang untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Salah satunya maraknya aksi pelanggaran netralitas ASN di berbagai daerah.

“Ini juga ya satu kecurangan yang sangat telanjang di depan mata kita dan tidak bisa dibenarkan sama sekali,” kata Todung.

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah mengatakan, Bawaslu dan kepolisian harus turun tangan menanggapi laporan ketidaknetralan aparat pemerintah, termasuk yang dilakukan Presiden Joko Widodo dan keluarganya.

“Bawaslu perlu lakukan penegasan atas pelanggaran yang dilakukan meskipun mereka tidak bisa menindak karena bukan lembaga penegak hukum, tetapi setidaknya menyampaikan statement pengawasan agar diketahui publik jika keluarga Presiden sudah sewenang dalam mengemban amanah sebagai pejabat publik yang semestinya tidak mengekspresikan sokongan politik praktis secara vulgar,” ungkap Dedi.

Salah satu aksi keluarga Presiden Jokowi yang dianggap terlalu vulgar adalah dukungan Wali Kota Medan Bobby Nasution, menantu Jokowi dalam mendukung pasangan iparnya, Prabowo-Gibran.

Pada laman media sosial, Bobby kerap hadir dalam acara mendukung paslon 2 dan baru-baru ini berjoget gemoy bersama istrinya.

“Bobby ini simbol buruknya penegakan hukum kepemiluan dan tentu lebih banyak lagi kemungkinan terjadi. Sebagai pejabat negara, Bobby harus netral, namun nyatanya memihak," ucapnya.

“Regulasi netralitas ASN sudah ada, tetapi minim penegakan dan masalah terbesar ada pada pimpinan mereka seperti yang terjadi di Kota Medan. Dipastikan ASN Kota Medan akan jadi mesin politik kandidat tertentu,” ujar Dedi.

Di tengah maraknya pelanggaran netralitas ASN, Dedi menggugah kepolisian untuk menjalankan tugasnya. “Kehendak netralitas itu seharusnya ada pada kepolisian. Jika mereka mau sedikit berupaya, maka kepala daerah sekali pun tidak berani macam-macam,” katanya.

Kritik juga disampaikan ke Presiden Jokowi selaku pemimpin negara dan ayah Gibran serta mertua Bobby. Tidak bisa dipungkiri, keluarga Jokowi membawa contoh buruk iklim perpolitikan Indonesia.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0999 seconds (0.1#10.140)