Cegah Sekolah Ambruk, Pengamat Pendidikan Minta Regulasi Pembangunan Gedung Dievaluasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan gedung sekolah harus memiliki standardisasi. Tidak hanya konstruksi namun juga material yang digunakan. Hal itu penting untuk mencegah terjadinya ruang sekolah ambruk saat proses belajar mengajar.
Pengamat kebijakan pendidikan yang juga merupakan Guru Besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan, peristiwa ambruknya gedung sekolah yang terus terulang harus ditanggapi dengan serius karena dapat menghambat perkembangan dunia pendidikan di Tanah Air.
“Jika ada kejadian sekolah ambruk artinya pemerintah tidak serius menangani pendidikan. Seharusnya ada standardisasi pembangunan atau renovasi sekolah karena inikan menyangkut keselamatan anak didik. Inilah salah satu yang menyebabkan dunia pendidikan kita tidak maju-maju karena fasilitas pendidikan tidak bisa menciptakan rasa aman, nyaman dan terbebas dari insiden-insiden yang bisa mencelakai anak didik,” katanya, Kamis (18/1/2024).
Cecep menyebut, ada delapan standar dalam pendidikan nasional. Salah satunya standar fasilitas, sarana dan prasarana. Ia menyebut, standardisasi sarana dan prasarana bukan hanya terpaku pada ukuran, tapi juga pada kualitasnya. Untuk itu, kata Cecep, sangat penting dalam pembangunan dan renovasi bangunan sekolah menggunakan material bangunan yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Pemerintah harus mengevaluasi regulasinya karena pendidikan kewenangannya berbagi. Mana kewenangan pusat dan daerah. Jadi kalau SD dan SMP itu kewenangannya kabupaten-kota. Tapi yang harus diingat ada Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK). NSPK ini yang menentukan pemerintah pusat. Jadi pemerintah harus melihat kembali standardisasi gedung-gedung sekolah. Jangan sampai di bawah standar,” ucapnya.
Terkait insiden ambruknya atap gedung sekolah yang menggunakan rangka baja ringan diduga tidak berstandar SNI di SMPN 2 Greged, Cecep menilai, pemerintah daerah dan kepolisian harus turun tangan melakukan penyelidikan dan audit secara menyeluruh untuk mengetahui penyebab pasti insiden tersebut. Apalagi diketahui, atap bangunan yang ambruk tersebut ternyata baru direnovasi 1 tahun yang lalu.
“SNI itu harus menjadi kewajiban karena itu menyangkut keselamatan. Kejadian ini harus jadi evaluasi bagaimana standardisasi gedung, termasuk materialnya, misalnya baja ringannya wajib sudah berstandar SNI. Kedua audit gedung setiap tahunnya. Baik yang sudah dibangun atau yang akan dibangun. Ini harus dibuka ke publik, karena ini merupakan bagian dari penguatan dunia pendidikan,” ujar Cecep.
Cecep juga meminta pemerintah daerah memberikan santunan kepada enam anak didik yang menjadi korban dalam insiden tersebut. Cedera fisik dan trauma yang dialami para korban menurutnya harus ditanggulangi sehingga tidak sampai memengaruhi masa depan mereka.
Pengamat kebijakan pendidikan yang juga merupakan Guru Besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mengatakan, peristiwa ambruknya gedung sekolah yang terus terulang harus ditanggapi dengan serius karena dapat menghambat perkembangan dunia pendidikan di Tanah Air.
“Jika ada kejadian sekolah ambruk artinya pemerintah tidak serius menangani pendidikan. Seharusnya ada standardisasi pembangunan atau renovasi sekolah karena inikan menyangkut keselamatan anak didik. Inilah salah satu yang menyebabkan dunia pendidikan kita tidak maju-maju karena fasilitas pendidikan tidak bisa menciptakan rasa aman, nyaman dan terbebas dari insiden-insiden yang bisa mencelakai anak didik,” katanya, Kamis (18/1/2024).
Cecep menyebut, ada delapan standar dalam pendidikan nasional. Salah satunya standar fasilitas, sarana dan prasarana. Ia menyebut, standardisasi sarana dan prasarana bukan hanya terpaku pada ukuran, tapi juga pada kualitasnya. Untuk itu, kata Cecep, sangat penting dalam pembangunan dan renovasi bangunan sekolah menggunakan material bangunan yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Pemerintah harus mengevaluasi regulasinya karena pendidikan kewenangannya berbagi. Mana kewenangan pusat dan daerah. Jadi kalau SD dan SMP itu kewenangannya kabupaten-kota. Tapi yang harus diingat ada Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK). NSPK ini yang menentukan pemerintah pusat. Jadi pemerintah harus melihat kembali standardisasi gedung-gedung sekolah. Jangan sampai di bawah standar,” ucapnya.
Terkait insiden ambruknya atap gedung sekolah yang menggunakan rangka baja ringan diduga tidak berstandar SNI di SMPN 2 Greged, Cecep menilai, pemerintah daerah dan kepolisian harus turun tangan melakukan penyelidikan dan audit secara menyeluruh untuk mengetahui penyebab pasti insiden tersebut. Apalagi diketahui, atap bangunan yang ambruk tersebut ternyata baru direnovasi 1 tahun yang lalu.
“SNI itu harus menjadi kewajiban karena itu menyangkut keselamatan. Kejadian ini harus jadi evaluasi bagaimana standardisasi gedung, termasuk materialnya, misalnya baja ringannya wajib sudah berstandar SNI. Kedua audit gedung setiap tahunnya. Baik yang sudah dibangun atau yang akan dibangun. Ini harus dibuka ke publik, karena ini merupakan bagian dari penguatan dunia pendidikan,” ujar Cecep.
Cecep juga meminta pemerintah daerah memberikan santunan kepada enam anak didik yang menjadi korban dalam insiden tersebut. Cedera fisik dan trauma yang dialami para korban menurutnya harus ditanggulangi sehingga tidak sampai memengaruhi masa depan mereka.