FAO dan Pemerintah Sinergi Cetak Petani Muda Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertanian merupakan sektor strategis penyedia pangan yang saat ini menghadapi krisis ketersediaan petani , dimana jumlah rumah tangga petani dalam 10 tahun terakhir (2003-2013) berkurang sebanyak 5 juta. Sebanyak 61% petani Indonesia berusia di atas 45 tahun.
Minimnya ketertarikan generasi muda untuk terjun di sektor pertanian karena menganggap profesi sebagai petani tidak keren (kumuh, miskin, serta komunitas yang terpinggirkan). Baca juga: 1,9 Juta Ton Pupuk Subsidi Siap Disalurkan Penuhi Kebutuhan Petani
Dalam rangka meningkatkan regenerasi petani di Indonesia, Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food Agriculture Organization (FAO) bersama pemerintah menjalin kerja sama dalam program penciptaan petani muda di Indonesia.
Kerja sama dijalin melalui Kantor Sekretaris Presiden (KSP) dan HKTI melalui Porgram Technical Cooperation Programmes (TCP). Pada pertemuan Senin 15 Januari 2024, dilakukan tanda tangan kerja sama dan presentasi pengenalan TCP bertempat di KSP.
Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman mengatakan bahwa regenerasi petani sudah menjadi permasalahan dunia. Amran menilai ada kegelisahan berbagai negara menghadapi regenerasi petani.
Apalagi di saat ini terjadi kondisi yang bertentangan dimana satu sisi pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat, namun pada sisi yang lain kondisi pertanian atau tanahnya menurun. Bahkan, terindentifikasi petani dihuni oleh orang-orang tua dengan alat-alat seadanya.
Senada dengan Mentan, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan inging memunculak petani modern dengan kerja sama ini.
“Kita ingin memunculkan cara bertani modern, smart farming, kepada pelaku (pertanian) anak muda dan pemahaman pertanian yang semakin luas bagi anak muda,” ujar Dedi.
“Harapannya tidak ada lagi pandangan (di kalangan) anak muda (bahwa) bertani itu kotor berlumpur dan tidak menghasilkan. Kita berikan pemahaman bertani itu punya area yang sangat luas, mulai dari riset, budidaya, pascapanen, sampai dengan rantai supply dan demand dipenuhi,” sambung Dedi.
TCP merupakan program smart farming kolaborasi dengan kwarnas (kepramukaan) dan lokasi di Cibubur, Buperta, dan Lampung dengan target anak muda sebanyak 100 sampai dengan 150 ribu orang.
Pilot projek ini akan dikawal oleh FAO bersama dengan HKTI, Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, dan BRIN melalui hasil risetnya.
Melalui TCP juga akan dilakukan pengembangan kurikulum pendidikan pertanian bagi pemuda, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui solusi inovatif dan pendekatan digital. Model ini telah dijalankan oleh Program YESS dengan lokasi program di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Pada pertemuan tersebut Assistant FAO Representative (Programme), Ageng S Herianto menjelaskan program yang akan dilakukan berupa pelatihan untuk para pemuda di Bumi Perkemahan, termasuk juga mendengarkan apa yang diinginkan para pemuda. Kemudian, disiapkan pendekatan pasar yang sesuai agar para petani muda tidak hanya memproduksi hasil pertanian, tetapi juga bekerja di keseluruhan rantai pasok.
Minimnya ketertarikan generasi muda untuk terjun di sektor pertanian karena menganggap profesi sebagai petani tidak keren (kumuh, miskin, serta komunitas yang terpinggirkan). Baca juga: 1,9 Juta Ton Pupuk Subsidi Siap Disalurkan Penuhi Kebutuhan Petani
Dalam rangka meningkatkan regenerasi petani di Indonesia, Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food Agriculture Organization (FAO) bersama pemerintah menjalin kerja sama dalam program penciptaan petani muda di Indonesia.
Kerja sama dijalin melalui Kantor Sekretaris Presiden (KSP) dan HKTI melalui Porgram Technical Cooperation Programmes (TCP). Pada pertemuan Senin 15 Januari 2024, dilakukan tanda tangan kerja sama dan presentasi pengenalan TCP bertempat di KSP.
Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman mengatakan bahwa regenerasi petani sudah menjadi permasalahan dunia. Amran menilai ada kegelisahan berbagai negara menghadapi regenerasi petani.
Apalagi di saat ini terjadi kondisi yang bertentangan dimana satu sisi pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat, namun pada sisi yang lain kondisi pertanian atau tanahnya menurun. Bahkan, terindentifikasi petani dihuni oleh orang-orang tua dengan alat-alat seadanya.
Senada dengan Mentan, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan inging memunculak petani modern dengan kerja sama ini.
“Kita ingin memunculkan cara bertani modern, smart farming, kepada pelaku (pertanian) anak muda dan pemahaman pertanian yang semakin luas bagi anak muda,” ujar Dedi.
“Harapannya tidak ada lagi pandangan (di kalangan) anak muda (bahwa) bertani itu kotor berlumpur dan tidak menghasilkan. Kita berikan pemahaman bertani itu punya area yang sangat luas, mulai dari riset, budidaya, pascapanen, sampai dengan rantai supply dan demand dipenuhi,” sambung Dedi.
TCP merupakan program smart farming kolaborasi dengan kwarnas (kepramukaan) dan lokasi di Cibubur, Buperta, dan Lampung dengan target anak muda sebanyak 100 sampai dengan 150 ribu orang.
Pilot projek ini akan dikawal oleh FAO bersama dengan HKTI, Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, dan BRIN melalui hasil risetnya.
Melalui TCP juga akan dilakukan pengembangan kurikulum pendidikan pertanian bagi pemuda, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui solusi inovatif dan pendekatan digital. Model ini telah dijalankan oleh Program YESS dengan lokasi program di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Pada pertemuan tersebut Assistant FAO Representative (Programme), Ageng S Herianto menjelaskan program yang akan dilakukan berupa pelatihan untuk para pemuda di Bumi Perkemahan, termasuk juga mendengarkan apa yang diinginkan para pemuda. Kemudian, disiapkan pendekatan pasar yang sesuai agar para petani muda tidak hanya memproduksi hasil pertanian, tetapi juga bekerja di keseluruhan rantai pasok.
(kri)