Walhi Minta Prabowo Tanggung Jawab atas Kerusakan Lingkungan Akibat Food Estate
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup ( Walhi ) meminta Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan akibat food estate yang gagal di Kalimantan Tengah dan Sumatra Utara (Sumut). Termasuk konflik horizontal yang terjadi di masyarakat adat.
"Di Sumut masyarakat harus terbelah menjadi dua antara masyarakat yang menerima dan menolak. Di Kalimantan Tengah, masyarakat juga tereksklusi karena mereka tidak dilibatkan sepenuhnya dan tidak menerima manfaat dari proyek Food Estate yang dibangun," kata Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan WALHI Uli Arta Siagian, Selasa (16/1/2024).
Dalam debat ketiga Pilpres 2024, kata Arta, calon presiden (capres) Anies Baswedan menyebut Prabowo Subianto memiliki lahan seluas 340.000 hektare. Angka tersebut lalu diklarifikasi Prabowo bahwa lahannya hampir menyentuh angka 500.000 hektare.
"Kurang lebih ada 17 perusahaan yang tergabung dalam satu grup besar bernama Nusantara Energi Resource dan perusahaan ini bergerak dalam usaha pertambangan, kehutanan, dan perkebunan monokultur sawit," ucapnya.
Menurut Arta, isu kepemilikan lahan oleh salah satu paslon ini bukan baru-baru ini disampaikan. Pada Pemilu 2019 juga sudah disebutkan.
"Pertanyaannya tidak ada tindakan mendasar dari Presiden terpilih untuk memeriksa kepemilikan lahan itu. Siapa pun presiden terpilih berikutnya untuk memeriksa kepemilikan lahan ini," ujarnya.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Gecko Project dan salah satu media nasional pada 2023, proyek Food Estate yang ada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dioperasionalkan oleh PT Agrinas, di mana 99% sahamnya dimiliki Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan binaan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Jadi, proyek Food Estate itu juga dinikmati oleh orang-orang yang berada di lingkup pertahanan, ini hasil investigasi," katanya.
Sebelumnya, dalam debat Pilpres 2024, 7 Januari 2024, Anies Baswedan menyinggung Program Food Estate yang dianggap gagal. Pelaksanaan program ini diserahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Menurut Anies, program Food Estate gagal karena berdampak pada kerusakan lingkungan. "Tambah lagi food estate singkong yang menguntungkan kroni, merusak lingkungan dan tidak menghasilkan, ini harus diubah," katanya.
Sementara itu, Presiden Jokowi menanggapi kritik mengenai Food Estate yang dianggap gagal.
"Jadi kita membangun food estate, lumbung pangan itu dalam rangka mengantisipasi krisis pangan. Hati-hati semua kawasan, semua negara. Semua kawasan sekarang ini menghadapi yang namanya krisis pangan. Wheat, gandum, problem di semua negara. Yang makan gandum (ada) masalah sekarang ini. Harga juga naik drastis," kata Jokowi di Kompleks Parlemen, Senayan, kata Jokowi, Jumat (18/8/2023).
"Kedua, beras. Setelah India, stop gak ekspor lagi, semua yang makan beras semuanya ini masalah. Harga naik," tambahnya.
Menurut Jokowi, food estate menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia. Sebab, food estate bisa menjadi cadangan strategis jika stok bahan pangan melimpah.
"Sehingga yang namanya lumbung pangan, food estate itu harus. Itu cadangan, baik cadangan strategis maupun nanti kalau melimpah betul, nggak papa untuk ekspor karena negara lain membutuhkan, sehingga dalam rangka ke sana," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan bahwa membangun food estate tidak semudah yang semua pihak bayangkan. Tanaman pertama pun bisa gagal total dan harus menunggu kesempatan selanjutnya agar kondisi normal.
"Supaya tahu membangun food estate, membangun lumbung pangan itu tidak semudah yang Bapak Ibu bayangkan. Tanaman pertama biasanya gagal, nanam kedua masih paling-paling bisa berhasil 25%. Ketiga, baru biasanya keenam ketujuh itu baru pada kondisi normal," kata Jokowi.
Jokowi menceritakan food estate di beberapa daerah tidak bisa langsung berhasil pada pertama kali. Maka dari itu perlu evaluasi, koreksi dan percobaan terus-menerus.
"Jadi tidak semudah yang kita bayangkan. Kita bangun di Humbang Hasundutan, tiga kali itu baru bisa. Agak lebih baik. Belum baik. Agak lebih baik. Yang di Pulang Pisau, Kalteng, itu juga belum berada pada kondisi yang normal baik, masih mungkin separuhnya. Yang di Gunung Mas juga masih sama," katanya.
"Di Sumut masyarakat harus terbelah menjadi dua antara masyarakat yang menerima dan menolak. Di Kalimantan Tengah, masyarakat juga tereksklusi karena mereka tidak dilibatkan sepenuhnya dan tidak menerima manfaat dari proyek Food Estate yang dibangun," kata Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan WALHI Uli Arta Siagian, Selasa (16/1/2024).
Dalam debat ketiga Pilpres 2024, kata Arta, calon presiden (capres) Anies Baswedan menyebut Prabowo Subianto memiliki lahan seluas 340.000 hektare. Angka tersebut lalu diklarifikasi Prabowo bahwa lahannya hampir menyentuh angka 500.000 hektare.
"Kurang lebih ada 17 perusahaan yang tergabung dalam satu grup besar bernama Nusantara Energi Resource dan perusahaan ini bergerak dalam usaha pertambangan, kehutanan, dan perkebunan monokultur sawit," ucapnya.
Menurut Arta, isu kepemilikan lahan oleh salah satu paslon ini bukan baru-baru ini disampaikan. Pada Pemilu 2019 juga sudah disebutkan.
"Pertanyaannya tidak ada tindakan mendasar dari Presiden terpilih untuk memeriksa kepemilikan lahan itu. Siapa pun presiden terpilih berikutnya untuk memeriksa kepemilikan lahan ini," ujarnya.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Gecko Project dan salah satu media nasional pada 2023, proyek Food Estate yang ada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dioperasionalkan oleh PT Agrinas, di mana 99% sahamnya dimiliki Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan binaan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Jadi, proyek Food Estate itu juga dinikmati oleh orang-orang yang berada di lingkup pertahanan, ini hasil investigasi," katanya.
Sebelumnya, dalam debat Pilpres 2024, 7 Januari 2024, Anies Baswedan menyinggung Program Food Estate yang dianggap gagal. Pelaksanaan program ini diserahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Menurut Anies, program Food Estate gagal karena berdampak pada kerusakan lingkungan. "Tambah lagi food estate singkong yang menguntungkan kroni, merusak lingkungan dan tidak menghasilkan, ini harus diubah," katanya.
Sementara itu, Presiden Jokowi menanggapi kritik mengenai Food Estate yang dianggap gagal.
"Jadi kita membangun food estate, lumbung pangan itu dalam rangka mengantisipasi krisis pangan. Hati-hati semua kawasan, semua negara. Semua kawasan sekarang ini menghadapi yang namanya krisis pangan. Wheat, gandum, problem di semua negara. Yang makan gandum (ada) masalah sekarang ini. Harga juga naik drastis," kata Jokowi di Kompleks Parlemen, Senayan, kata Jokowi, Jumat (18/8/2023).
"Kedua, beras. Setelah India, stop gak ekspor lagi, semua yang makan beras semuanya ini masalah. Harga naik," tambahnya.
Menurut Jokowi, food estate menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia. Sebab, food estate bisa menjadi cadangan strategis jika stok bahan pangan melimpah.
"Sehingga yang namanya lumbung pangan, food estate itu harus. Itu cadangan, baik cadangan strategis maupun nanti kalau melimpah betul, nggak papa untuk ekspor karena negara lain membutuhkan, sehingga dalam rangka ke sana," kata Jokowi.
Jokowi menegaskan bahwa membangun food estate tidak semudah yang semua pihak bayangkan. Tanaman pertama pun bisa gagal total dan harus menunggu kesempatan selanjutnya agar kondisi normal.
"Supaya tahu membangun food estate, membangun lumbung pangan itu tidak semudah yang Bapak Ibu bayangkan. Tanaman pertama biasanya gagal, nanam kedua masih paling-paling bisa berhasil 25%. Ketiga, baru biasanya keenam ketujuh itu baru pada kondisi normal," kata Jokowi.
Jokowi menceritakan food estate di beberapa daerah tidak bisa langsung berhasil pada pertama kali. Maka dari itu perlu evaluasi, koreksi dan percobaan terus-menerus.
"Jadi tidak semudah yang kita bayangkan. Kita bangun di Humbang Hasundutan, tiga kali itu baru bisa. Agak lebih baik. Belum baik. Agak lebih baik. Yang di Pulang Pisau, Kalteng, itu juga belum berada pada kondisi yang normal baik, masih mungkin separuhnya. Yang di Gunung Mas juga masih sama," katanya.
(abd)