Uji Klinis Demi Kesehatan Bersama

Selasa, 11 Agustus 2020 - 06:01 WIB
loading...
A A A
"Misalnya efek samping lokal yaitu terjadi bengkak dan nyeri. Tapi biasanya mereka yang bereaksi hanya sekitar 30%, sedangkan kurang dari 5% terkena demam. Efek itu pun akan hilang dalam dua hari," beber dia. Efek lainnya, kata dia, pasien akan lemas dalam waktu 30 menit setelah disuntik, sehingga selama periode itu relawan belum diperbolehkan pulang.

Seperti diketahui, saat ini berbagai negara di dunia tengah berlomba memproduksi vaksin untuk menghentikan pandemi korona. Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Penanganan Covid-19, setidaknya terdapat 188 kandidat vaksin yang tengah dikembangkan. (Baca juga: Demi Vaksin Corona, Erick Thohir Siap Rogoh Kocek Rp65,9 Triliun)

Perinciannya, ada 139 kandidat vaksin masuk dalam tahap pre-klinis, dan 25 kandidat vaksin yang berproses di kandidat vaksin dengan uji klinis tahap I; 17 kandidat vaksin dengan uji klinis tahap II; dan ada 7 yang berada pada uji klinis tahap II. Sejauh ini belum ada satu pun di dunia yang sudah lulus uji.

Dari 7 kandidat vaksin yang sudah masuk tahap III uji klinis, di antaranya dikembangkan Sinovac, Wuhan Institute of Biological Products atau Sinopharm, dan Beijing Institute of Biological Products yang juga dari Sinopharm. Selanjutnya adalah vaksin yang dikembangkan BioNTech/Fosun Pharma dan Pfizer, University of Oxford bekerja sama dengan AstraZeneca, Moderna yang bekerja sama dengan NIAID dari Amerika, dan University of Melbourne dan Murdoch Children's Research Institute.

Pakar epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono menerangkan, uji klinis terhadap suatu vaksin harus dilakukan di banyak negara. Hanya, menurut dia, uji coba tahap I dan II juga dilakukan di Indonesia. Uji coba di Indonesia cukup penting karena memiliki keberagaman ras.

“Tapi bukan ras itu Jawa dan Sunda, tapi ras secara genetik reaksi imunnya akan berbeda. Kita dengan China rasnya hampir sama. Brasil itu agak berbeda, ada keturunan Eropanya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Dia menjelaskan, pengujian vaksin harus bertahap. Fase I itu biasanya jumlahnya puluhan hingga 100 orang. Pada fase ini untuk melihat efektivitas dan efek sampingnya. Fase II itu jumlah orang dibutuhkan sebagai sampel berkisar 100–400 orang. Ini akan kelihatan efek harmful (bahaya) atau merugikan dari vaksin tersebut.

“Efek harmful yang ringan itu akan timbul seperti alergi, panas, dan gatal. Efek harmful bisa karena suntikannya, bisa efek obat, dan virus karena virus mati bisa menimbulkan reaksi. Kalau dari 10.000 sampel itu, kira-kira 50–100. Itu efek ringan, berarti aman,” tuturnya.

Tri Yunis lantas menuturkan, kesuksesan sebuah vaksin dalam melawan virus itu akan terlihat dari dalam situasi normal. World Health Organization (WHO) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat vaksin minimal 18 bulan. Namun karena virus Sars Cov-II ini melumpuhkan nyaris seluruh sendi kehidupan, maka dilakukan berbagai upaya percepatan untuk membuat vaksinnya. (Baca juga: Bio Farma Bisa Penuhi Vaksin untuk Seluruh Penduduk Indonesia)

“Ini WHO yang memperbolehkan (percepatan) dengan tidak mengurangi batasan-batasan (standar) itu. Antibodi harus efektif. Pas diukur enam bulan kemudian harus di level protektif,” pungkasnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0974 seconds (0.1#10.140)