Uji Klinis Demi Kesehatan Bersama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satu tahapan strategis produksi vaksin untuk menghentikan wabah corona (Covid-19) dimulai hari ini. Bio Farma bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung melakukan uji klinis vaksin asal Sinovach, China. Tentu diharapkan uji coba berlangsung sukses dan vaksin bisa segera dimanfaatkan.
Uji coba vaksin mendapat perhatian dari Presiden RI Joko Widodo. Rencananya Presiden bakal meninjau secara langsung dimulainya proses uji klinis vaksin Covid-19 di Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad, Kota Bandung, Selasa ini (11/8/2020).
Kedatangan Jokowi dipastikan setelah Menkes Terawan Agus Putranto melakukan kunjungan kerja ke RSP Unpad, Jalan Eijkman, Kota Bandung untuk memastikan kesiapan ruang uji klinis vaksin Covid-19 fase III tersebut.
Kondisi kesehatan para tenaga kesehatan dan subjek uji klinis atau relawan juga dipastikan. Mereka sudah menjalani tes PCR dan hasilnya negatif sehingga bisa mengikuti uji klinis perdana vaksin Covid-19. Tercatat 21 relawan sudah siap mengikuti uji klinis, di antaranya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Baca: Jajak Pendapat Ungkap Hanya Separuh Warga Inggris Percaya Vaksin Covid-19)
“Yang terpenting, proses uji vaksin perdana besok harus sesuai protokol kesehatan. Mengingat besok akan ada Presiden yang langsung meninjau,” kata Menkes Terawan di Bandung kemarin.
Rektor Unpad Rina Pudjiastuti menjelaskan, proses uji klinis vaksin Covid-19 kerja sama Unpad dengan Bio Farma ini merupakan aktivitas strategis. Uji klinis ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk segera mengakhiri pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Bagi Unpad, uji klinis vaksin Covid-19 merupakan salah satu momentum untuk mengembangkan sejumlah riset dan inovasi lainnya. Pak Menkes akan support hal tersebut,” kata Rina seusai mendampingi Menkes Terawan.
Ketua tim riset FK Unpad Kusnandi Rusmil meyakini uji vaksin akan berlangsung sukses karena pihaknya sudah berpengalaman 20 tahun menjadi lembaga penguji vaksin. Kali ini uji klinis vaksin melibatkan tiga lembaga, yakni Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad), Bio Farma, dan Sinovac Biotech–perusahaan asal China. Perusahaan ini sudah cukup dikenal atas kemampuannya memproduksi sejumlah vaksin.
Dia menuturkan, relawan uji klinis yang akan disuntik vaksin tidak didasarkan pada kelompok tertentu. Uji klinis akan dilakukan secara acak, bagi siapa pun yang mendaftar. Tentu dengan catatan, mereka memenuhi persyaratan. "Syaratnya relawan dalam keadaan sehat. Usia 18 hingga 58 tahun. Nanti relawan tersebut dibebaskan beraktivitas secara normal. Tidak ada ketentuan khusus," jelas dia. (Baca juga: Dirawat 8 Hati, Dokter Spesialis Jiwa di Aceh Dinyatakan Sembuh dari Covid-19)
Kusnandi menjamin, vaksin yang bakal disuntikkan sudah aman bagi manusia, karena virus korona untuk vaksin telah dimatikan dan digantikan menjadi antivirus. Namun, dia mengakui ada beberapa efek samping yang disebabkan suntikan vaksin. Efek itu berlaku umum layaknya efek samping suntikan vaksin lainnya. Secara umum, ada efek samping lokal dan sistemik.
"Misalnya efek samping lokal yaitu terjadi bengkak dan nyeri. Tapi biasanya mereka yang bereaksi hanya sekitar 30%, sedangkan kurang dari 5% terkena demam. Efek itu pun akan hilang dalam dua hari," beber dia. Efek lainnya, kata dia, pasien akan lemas dalam waktu 30 menit setelah disuntik, sehingga selama periode itu relawan belum diperbolehkan pulang.
Seperti diketahui, saat ini berbagai negara di dunia tengah berlomba memproduksi vaksin untuk menghentikan pandemi korona. Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Penanganan Covid-19, setidaknya terdapat 188 kandidat vaksin yang tengah dikembangkan. (Baca juga: Demi Vaksin Corona, Erick Thohir Siap Rogoh Kocek Rp65,9 Triliun)
Perinciannya, ada 139 kandidat vaksin masuk dalam tahap pre-klinis, dan 25 kandidat vaksin yang berproses di kandidat vaksin dengan uji klinis tahap I; 17 kandidat vaksin dengan uji klinis tahap II; dan ada 7 yang berada pada uji klinis tahap II. Sejauh ini belum ada satu pun di dunia yang sudah lulus uji.
Dari 7 kandidat vaksin yang sudah masuk tahap III uji klinis, di antaranya dikembangkan Sinovac, Wuhan Institute of Biological Products atau Sinopharm, dan Beijing Institute of Biological Products yang juga dari Sinopharm. Selanjutnya adalah vaksin yang dikembangkan BioNTech/Fosun Pharma dan Pfizer, University of Oxford bekerja sama dengan AstraZeneca, Moderna yang bekerja sama dengan NIAID dari Amerika, dan University of Melbourne dan Murdoch Children's Research Institute.
Pakar epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono menerangkan, uji klinis terhadap suatu vaksin harus dilakukan di banyak negara. Hanya, menurut dia, uji coba tahap I dan II juga dilakukan di Indonesia. Uji coba di Indonesia cukup penting karena memiliki keberagaman ras.
“Tapi bukan ras itu Jawa dan Sunda, tapi ras secara genetik reaksi imunnya akan berbeda. Kita dengan China rasnya hampir sama. Brasil itu agak berbeda, ada keturunan Eropanya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Dia menjelaskan, pengujian vaksin harus bertahap. Fase I itu biasanya jumlahnya puluhan hingga 100 orang. Pada fase ini untuk melihat efektivitas dan efek sampingnya. Fase II itu jumlah orang dibutuhkan sebagai sampel berkisar 100–400 orang. Ini akan kelihatan efek harmful (bahaya) atau merugikan dari vaksin tersebut.
“Efek harmful yang ringan itu akan timbul seperti alergi, panas, dan gatal. Efek harmful bisa karena suntikannya, bisa efek obat, dan virus karena virus mati bisa menimbulkan reaksi. Kalau dari 10.000 sampel itu, kira-kira 50–100. Itu efek ringan, berarti aman,” tuturnya.
Tri Yunis lantas menuturkan, kesuksesan sebuah vaksin dalam melawan virus itu akan terlihat dari dalam situasi normal. World Health Organization (WHO) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat vaksin minimal 18 bulan. Namun karena virus Sars Cov-II ini melumpuhkan nyaris seluruh sendi kehidupan, maka dilakukan berbagai upaya percepatan untuk membuat vaksinnya. (Baca juga: Bio Farma Bisa Penuhi Vaksin untuk Seluruh Penduduk Indonesia)
“Ini WHO yang memperbolehkan (percepatan) dengan tidak mengurangi batasan-batasan (standar) itu. Antibodi harus efektif. Pas diukur enam bulan kemudian harus di level protektif,” pungkasnya.
Ridwan Kamil Siap
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengakui, dirinya sudah mendaftar menjadi relawan uji klinis vaksin Sinovac. Tokoh yang akrab disapa Kang Emil itu berujar, dirinya didaftarkan menjadi relawan oleh tim kesehatannya secara daring. Dia pun mengaku telah mengantongi bukti telah terdaftar sebagai relawan.
Meski begitu, hingga kini dia masih menunggu pengumuman apakah dirinya layak atau tidak menjadi relawan uji klinis vaksin Sinovac. "Diterimanya masih belum, karena menunggu pengumuman dari sisi kesehatan dan lain-lain bahwa saya layak dan siap jadi relawan. Dari sisi pendaftaran, sudah," katanya.
Kang Emil pun berharap proses dirinya menjadi relawan berjalan lancar. Jika ternyata dianggap layak, dia akan melaksanakannya sesuai prosedur tanpa keistimewaan. Sebaliknya jika tidak, dia pun memakluminya karena hal itu berhubungan dengan faktor kesehatan. (Baca juga: Waspada! Ini Tanda Ponsel Anda Disadap)
"Kalau pemimpinnya ikut (menjadi relawan), ya rakyatnya yakin bahwa semuanya berproses secara ilmiah. Jadi tidak ada istilah ‘oh rakyat dikorbankan, pemimpinnya aja gak yakin, masa rakyatnya harus ikutan’. Nggak, semuanya juga ikutan. Makanya gubernur juga ikutan dalam proses ini," tuturnya.
Kang Emil juga berpesan agar masyarakat percaya dan yakin dengan langkah-langkah yang diambil pemerintah, termasuk lembaga kredibel dalam penanganan Covid-19, dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jabar yang dinakhodainya.
"Jangan terlalu terbawa dalam diskusi, dalam narasi yang kurang produktif. Yakini bahwa pemerintah memberikan yang terbaik kepada masyarakat melalui proses yang kita tunggu-tunggu, yaitu adanya vaksin," tandasnya.
Sebelumnya, Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin Sinovac Eddy Fadlyana sebelumnya membenarkan bahwa nama Ridwan Kamil sudah tercatat dalam daftar relawan uji klinis vaksin Sinovac."Saya lihat namanya (Ridwan Kamil) ada," ujar Eddy saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (8/8/2020).
Meski begitu, Eddy mengaku belum mendapatkan informasi yang lebih perinci terkait kapan dan di mana pria yang akrab disapa Kang Emil itu mendaftarkan diri menjadi relawan. "Nah, makanya itu kan lagi dimasukin ke dalam sistem, nanti baru ketahuan di mana tempatnya. Hanya, yang saya lihat namanya ada," katanya. (Lihat videonya: Kecelakaan Maut di Tol Cipali, 8 Orang Tewas)
Sementara itu, dokter laboratorium riset uji klinis vaksin Sinovac, dr Sunaryati Sudigdoadi, menuturkan bahwa lima tahapan harus dijalani setiap relawan sebelum menjadi subjek uji klinis. Tahapan tersebut wajib dijalani agar relawan memahami seluruh prosedur, termasuk teknis uji klinis serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
"Relawan ini akan ada lima kali kunjungan atau istilahnya visit. Setiap visit disingkat dan diteruskan dengan angka, contohnya V0, V1, V2, dan seterusnya. Pada V0 (tahap pertama), relawan akan diberi edukasi oleh dokter yang menangani. Edukasi itu meliputi apa yang boleh dilakukan dan yang tidak diperkenankan," jelas Sunaryati.
Setelah disuntik, tim dokter melakukan observasi untuk melihat reaksi yang dialami dalam rentang waktu 30 hingga 40 menit. Jika ada reaksi, langsung ditempatkan di ruangan observasi. Sebaliknya, jika tidak ada reaksi maka relawan tersebut diperbolehkan pulang dan diminta terus melakukan koordinasi dan komunikasi. (Agung Bakti Sarasa/F.W Bahtiar/Dita Angga/Andika Hendra)
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
Uji coba vaksin mendapat perhatian dari Presiden RI Joko Widodo. Rencananya Presiden bakal meninjau secara langsung dimulainya proses uji klinis vaksin Covid-19 di Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Unpad, Kota Bandung, Selasa ini (11/8/2020).
Kedatangan Jokowi dipastikan setelah Menkes Terawan Agus Putranto melakukan kunjungan kerja ke RSP Unpad, Jalan Eijkman, Kota Bandung untuk memastikan kesiapan ruang uji klinis vaksin Covid-19 fase III tersebut.
Kondisi kesehatan para tenaga kesehatan dan subjek uji klinis atau relawan juga dipastikan. Mereka sudah menjalani tes PCR dan hasilnya negatif sehingga bisa mengikuti uji klinis perdana vaksin Covid-19. Tercatat 21 relawan sudah siap mengikuti uji klinis, di antaranya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Baca: Jajak Pendapat Ungkap Hanya Separuh Warga Inggris Percaya Vaksin Covid-19)
“Yang terpenting, proses uji vaksin perdana besok harus sesuai protokol kesehatan. Mengingat besok akan ada Presiden yang langsung meninjau,” kata Menkes Terawan di Bandung kemarin.
Rektor Unpad Rina Pudjiastuti menjelaskan, proses uji klinis vaksin Covid-19 kerja sama Unpad dengan Bio Farma ini merupakan aktivitas strategis. Uji klinis ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk segera mengakhiri pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Bagi Unpad, uji klinis vaksin Covid-19 merupakan salah satu momentum untuk mengembangkan sejumlah riset dan inovasi lainnya. Pak Menkes akan support hal tersebut,” kata Rina seusai mendampingi Menkes Terawan.
Ketua tim riset FK Unpad Kusnandi Rusmil meyakini uji vaksin akan berlangsung sukses karena pihaknya sudah berpengalaman 20 tahun menjadi lembaga penguji vaksin. Kali ini uji klinis vaksin melibatkan tiga lembaga, yakni Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad), Bio Farma, dan Sinovac Biotech–perusahaan asal China. Perusahaan ini sudah cukup dikenal atas kemampuannya memproduksi sejumlah vaksin.
Dia menuturkan, relawan uji klinis yang akan disuntik vaksin tidak didasarkan pada kelompok tertentu. Uji klinis akan dilakukan secara acak, bagi siapa pun yang mendaftar. Tentu dengan catatan, mereka memenuhi persyaratan. "Syaratnya relawan dalam keadaan sehat. Usia 18 hingga 58 tahun. Nanti relawan tersebut dibebaskan beraktivitas secara normal. Tidak ada ketentuan khusus," jelas dia. (Baca juga: Dirawat 8 Hati, Dokter Spesialis Jiwa di Aceh Dinyatakan Sembuh dari Covid-19)
Kusnandi menjamin, vaksin yang bakal disuntikkan sudah aman bagi manusia, karena virus korona untuk vaksin telah dimatikan dan digantikan menjadi antivirus. Namun, dia mengakui ada beberapa efek samping yang disebabkan suntikan vaksin. Efek itu berlaku umum layaknya efek samping suntikan vaksin lainnya. Secara umum, ada efek samping lokal dan sistemik.
"Misalnya efek samping lokal yaitu terjadi bengkak dan nyeri. Tapi biasanya mereka yang bereaksi hanya sekitar 30%, sedangkan kurang dari 5% terkena demam. Efek itu pun akan hilang dalam dua hari," beber dia. Efek lainnya, kata dia, pasien akan lemas dalam waktu 30 menit setelah disuntik, sehingga selama periode itu relawan belum diperbolehkan pulang.
Seperti diketahui, saat ini berbagai negara di dunia tengah berlomba memproduksi vaksin untuk menghentikan pandemi korona. Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Penanganan Covid-19, setidaknya terdapat 188 kandidat vaksin yang tengah dikembangkan. (Baca juga: Demi Vaksin Corona, Erick Thohir Siap Rogoh Kocek Rp65,9 Triliun)
Perinciannya, ada 139 kandidat vaksin masuk dalam tahap pre-klinis, dan 25 kandidat vaksin yang berproses di kandidat vaksin dengan uji klinis tahap I; 17 kandidat vaksin dengan uji klinis tahap II; dan ada 7 yang berada pada uji klinis tahap II. Sejauh ini belum ada satu pun di dunia yang sudah lulus uji.
Dari 7 kandidat vaksin yang sudah masuk tahap III uji klinis, di antaranya dikembangkan Sinovac, Wuhan Institute of Biological Products atau Sinopharm, dan Beijing Institute of Biological Products yang juga dari Sinopharm. Selanjutnya adalah vaksin yang dikembangkan BioNTech/Fosun Pharma dan Pfizer, University of Oxford bekerja sama dengan AstraZeneca, Moderna yang bekerja sama dengan NIAID dari Amerika, dan University of Melbourne dan Murdoch Children's Research Institute.
Pakar epidemiologi Tri Yunis Miko Wahyono menerangkan, uji klinis terhadap suatu vaksin harus dilakukan di banyak negara. Hanya, menurut dia, uji coba tahap I dan II juga dilakukan di Indonesia. Uji coba di Indonesia cukup penting karena memiliki keberagaman ras.
“Tapi bukan ras itu Jawa dan Sunda, tapi ras secara genetik reaksi imunnya akan berbeda. Kita dengan China rasnya hampir sama. Brasil itu agak berbeda, ada keturunan Eropanya,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Dia menjelaskan, pengujian vaksin harus bertahap. Fase I itu biasanya jumlahnya puluhan hingga 100 orang. Pada fase ini untuk melihat efektivitas dan efek sampingnya. Fase II itu jumlah orang dibutuhkan sebagai sampel berkisar 100–400 orang. Ini akan kelihatan efek harmful (bahaya) atau merugikan dari vaksin tersebut.
“Efek harmful yang ringan itu akan timbul seperti alergi, panas, dan gatal. Efek harmful bisa karena suntikannya, bisa efek obat, dan virus karena virus mati bisa menimbulkan reaksi. Kalau dari 10.000 sampel itu, kira-kira 50–100. Itu efek ringan, berarti aman,” tuturnya.
Tri Yunis lantas menuturkan, kesuksesan sebuah vaksin dalam melawan virus itu akan terlihat dari dalam situasi normal. World Health Organization (WHO) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat vaksin minimal 18 bulan. Namun karena virus Sars Cov-II ini melumpuhkan nyaris seluruh sendi kehidupan, maka dilakukan berbagai upaya percepatan untuk membuat vaksinnya. (Baca juga: Bio Farma Bisa Penuhi Vaksin untuk Seluruh Penduduk Indonesia)
“Ini WHO yang memperbolehkan (percepatan) dengan tidak mengurangi batasan-batasan (standar) itu. Antibodi harus efektif. Pas diukur enam bulan kemudian harus di level protektif,” pungkasnya.
Ridwan Kamil Siap
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengakui, dirinya sudah mendaftar menjadi relawan uji klinis vaksin Sinovac. Tokoh yang akrab disapa Kang Emil itu berujar, dirinya didaftarkan menjadi relawan oleh tim kesehatannya secara daring. Dia pun mengaku telah mengantongi bukti telah terdaftar sebagai relawan.
Meski begitu, hingga kini dia masih menunggu pengumuman apakah dirinya layak atau tidak menjadi relawan uji klinis vaksin Sinovac. "Diterimanya masih belum, karena menunggu pengumuman dari sisi kesehatan dan lain-lain bahwa saya layak dan siap jadi relawan. Dari sisi pendaftaran, sudah," katanya.
Kang Emil pun berharap proses dirinya menjadi relawan berjalan lancar. Jika ternyata dianggap layak, dia akan melaksanakannya sesuai prosedur tanpa keistimewaan. Sebaliknya jika tidak, dia pun memakluminya karena hal itu berhubungan dengan faktor kesehatan. (Baca juga: Waspada! Ini Tanda Ponsel Anda Disadap)
"Kalau pemimpinnya ikut (menjadi relawan), ya rakyatnya yakin bahwa semuanya berproses secara ilmiah. Jadi tidak ada istilah ‘oh rakyat dikorbankan, pemimpinnya aja gak yakin, masa rakyatnya harus ikutan’. Nggak, semuanya juga ikutan. Makanya gubernur juga ikutan dalam proses ini," tuturnya.
Kang Emil juga berpesan agar masyarakat percaya dan yakin dengan langkah-langkah yang diambil pemerintah, termasuk lembaga kredibel dalam penanganan Covid-19, dalam hal ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jabar yang dinakhodainya.
"Jangan terlalu terbawa dalam diskusi, dalam narasi yang kurang produktif. Yakini bahwa pemerintah memberikan yang terbaik kepada masyarakat melalui proses yang kita tunggu-tunggu, yaitu adanya vaksin," tandasnya.
Sebelumnya, Manajer Lapangan Uji Klinis Vaksin Sinovac Eddy Fadlyana sebelumnya membenarkan bahwa nama Ridwan Kamil sudah tercatat dalam daftar relawan uji klinis vaksin Sinovac."Saya lihat namanya (Ridwan Kamil) ada," ujar Eddy saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (8/8/2020).
Meski begitu, Eddy mengaku belum mendapatkan informasi yang lebih perinci terkait kapan dan di mana pria yang akrab disapa Kang Emil itu mendaftarkan diri menjadi relawan. "Nah, makanya itu kan lagi dimasukin ke dalam sistem, nanti baru ketahuan di mana tempatnya. Hanya, yang saya lihat namanya ada," katanya. (Lihat videonya: Kecelakaan Maut di Tol Cipali, 8 Orang Tewas)
Sementara itu, dokter laboratorium riset uji klinis vaksin Sinovac, dr Sunaryati Sudigdoadi, menuturkan bahwa lima tahapan harus dijalani setiap relawan sebelum menjadi subjek uji klinis. Tahapan tersebut wajib dijalani agar relawan memahami seluruh prosedur, termasuk teknis uji klinis serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
"Relawan ini akan ada lima kali kunjungan atau istilahnya visit. Setiap visit disingkat dan diteruskan dengan angka, contohnya V0, V1, V2, dan seterusnya. Pada V0 (tahap pertama), relawan akan diberi edukasi oleh dokter yang menangani. Edukasi itu meliputi apa yang boleh dilakukan dan yang tidak diperkenankan," jelas Sunaryati.
Setelah disuntik, tim dokter melakukan observasi untuk melihat reaksi yang dialami dalam rentang waktu 30 hingga 40 menit. Jika ada reaksi, langsung ditempatkan di ruangan observasi. Sebaliknya, jika tidak ada reaksi maka relawan tersebut diperbolehkan pulang dan diminta terus melakukan koordinasi dan komunikasi. (Agung Bakti Sarasa/F.W Bahtiar/Dita Angga/Andika Hendra)
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
(ysw)