Mantan Sekjen Kemhan Kritik Prabowo Beli Alutsista Bekas, Ini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksamana Madya (Laksdya) Purnawirawan (Purn) Agus Setiadji mengkritik langkah Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto membeli alat utama sistem senjata TNI (alutsista) bekas dari negara lain.
"Saya pernah tahu dari staf Menhan bahwa pembelian alustsista bekas itu adalah sebagai pengisi gap atau kekosongan. Tapi masalahnya pengisi kekosongan itu tidak terlalu panjang (waktunya). Sebab kalau kekosonganya hanya 5 tahun saja, kenapa tidak sekalian beli alutsista yang baru," kata Laksdya (Purn) Agus Setiadji saat diwawancarai Reinhard Sirait, dalam Podcast LanjutGan, Jumat (5/1/2024).
Menurut Agus, apabila memesan alutsista maka kemungkinan barangnya lima tahun lagi baru datang. Sebenarnya Indonesia tidak perlu membeli pesawat bekas yang pada 15 tahun lalu rencana Indonesia membeli pesawat itu ditolak.
Agus mengaku, dirinya tidak mempertanyakan keputusan pembelian alutsista yang bekas, sebagaimana apa yang dilakukan oleh Menhan Prabowo saat ini. Namun Agus menilai ada kebijakan yang tidak pas yang dilakukan Menhan.
"Seharusnya kita sebagai bangsa tetap tegas menjaga Undang-undang Industri pertahanan di Tanah Air dan tetap fokus pada pengadaan alutsista baru. Kita harus mempunyai bargaining power untuk bisa mendapatkan alutsista baru," ucap Agus.
Menurut Agus, bargaining power itu jadi faktor kekuatan sangat penting dan punya pengaruh besar dalam menentukan seberapa kuat pertahanan sebuah negara. Karena negara-negara di kawasan akan sangat memperhatikan dan melihat kekuatan alutsiswa negara-negara di sekitarnya.
"Mereka akan melihat, negara sebelah itu pengadaan alat pertahanannya itu barang-barang apa saja, baru atau bekas. Kalau mereka melihat selama ini barang-barang negara sebelahnya adalah barang-barang yang sudah bekas, absolute dan berpuluh-puluh tahun tidak digunakan, maka mereka akan menilai aah negara sebesar itu saja alutsistanya tidak proper," pungkas Agus.
Dampak lanjutannya maka kekuatan pertahanan negara tersebut akan dipandang sebelah mata, karena peralatan alutsistanya adalah barang-barang bekas.
"Saya pernah tahu dari staf Menhan bahwa pembelian alustsista bekas itu adalah sebagai pengisi gap atau kekosongan. Tapi masalahnya pengisi kekosongan itu tidak terlalu panjang (waktunya). Sebab kalau kekosonganya hanya 5 tahun saja, kenapa tidak sekalian beli alutsista yang baru," kata Laksdya (Purn) Agus Setiadji saat diwawancarai Reinhard Sirait, dalam Podcast LanjutGan, Jumat (5/1/2024).
Menurut Agus, apabila memesan alutsista maka kemungkinan barangnya lima tahun lagi baru datang. Sebenarnya Indonesia tidak perlu membeli pesawat bekas yang pada 15 tahun lalu rencana Indonesia membeli pesawat itu ditolak.
Agus mengaku, dirinya tidak mempertanyakan keputusan pembelian alutsista yang bekas, sebagaimana apa yang dilakukan oleh Menhan Prabowo saat ini. Namun Agus menilai ada kebijakan yang tidak pas yang dilakukan Menhan.
"Seharusnya kita sebagai bangsa tetap tegas menjaga Undang-undang Industri pertahanan di Tanah Air dan tetap fokus pada pengadaan alutsista baru. Kita harus mempunyai bargaining power untuk bisa mendapatkan alutsista baru," ucap Agus.
Menurut Agus, bargaining power itu jadi faktor kekuatan sangat penting dan punya pengaruh besar dalam menentukan seberapa kuat pertahanan sebuah negara. Karena negara-negara di kawasan akan sangat memperhatikan dan melihat kekuatan alutsiswa negara-negara di sekitarnya.
"Mereka akan melihat, negara sebelah itu pengadaan alat pertahanannya itu barang-barang apa saja, baru atau bekas. Kalau mereka melihat selama ini barang-barang negara sebelahnya adalah barang-barang yang sudah bekas, absolute dan berpuluh-puluh tahun tidak digunakan, maka mereka akan menilai aah negara sebesar itu saja alutsistanya tidak proper," pungkas Agus.
Dampak lanjutannya maka kekuatan pertahanan negara tersebut akan dipandang sebelah mata, karena peralatan alutsistanya adalah barang-barang bekas.
(maf)