Mahasiswa Apresiasi Gus Yaqut yang Berperan Jaga Kerukunan Umat Beragama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peran Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas diapresiasi mahasiswa dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Selama Gus Yaqut memimpin Kementerian Agama, kehidupan beragama semakin harmonis.
"Kami menilai Gus Yaqut berhasil membangun tatanan kehidupan beragama di Indonesia. Beliau telah menunjukkan kinerjanya sehingga semua umat semakin harmonis," kata Sekjen Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) Ravindra saat menjadi narasumber di acara bertajuk Menjaga Api Bhinneka Tetap Menyala, Jakarta, belum lama ini.
Upaya yang dilakukan Gus Yaqut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai bangsa Indonesia, kebinekaan. Kepribadian bangsa Indonesia tersebut harus terus dirawat terutama untuk menyukseskan Pilpres 2024.
Sebab, di sela pesta demokrasi kerap terdapat pihak yang gandrung menggunakan isu suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA). Kebinekaan merupakan benteng kuat untuk menghalau pihak yang ingin merusak pesta rakyat.
Menurut Ravindra, generasi muda harus mendorong dan ikut serta dalam lahirnya banyak forum lintas antaragama seperti di kampus-kampus.
Sekjen Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) M Rafsanjani menuturkan sebanyak 40 juta mahasiswa dari 204 juta orang dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang akan ikut serta dalam pesta demokrasi harus menjadi benteng pertahanan kebinekaan. Itu dengan menghalau segala isu identitas khususnya agama digunakan dalam Pemilu 2024.
"Kita harus membendung agama dijadikan tameng politik. Agama mungkin dan kerap menjadi tameng karena paling murah dan efektif," katanya.
Pada agenda yang diselenggarakan Forum Sekretaris Jenderal Cipayung Plus itu, dia mendorong semua pihak menjaga persatuan dan kebinekaan di tengah momentum kontestasi politik. "Pemilu damai, hindari politisasi SARA. Kita tidak mau keutuhan berbangsa dikoyak oleh gesekan yang muncul menggunakan isu ini," tegasnya.
Mahasiswa itu masuk kelompok elite dari sisi intelektual. Maka, kalau mahasiswanya terbawa arus politisi pragmatis itu maka akan bertambah bahaya bagi keutuhan berbangsa dan bernegara.
Secara teknis gerakan bersama seluruh organisasi kemahasiswaan yang telah digagasnya ingin menguatkan demokrasi, mempertengkarkan gagasan bukan identitas. Kalau aspek identitas diutamakan maka mutu demokrasi semakin merosot.
"Kami menilai Gus Yaqut berhasil membangun tatanan kehidupan beragama di Indonesia. Beliau telah menunjukkan kinerjanya sehingga semua umat semakin harmonis," kata Sekjen Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) Ravindra saat menjadi narasumber di acara bertajuk Menjaga Api Bhinneka Tetap Menyala, Jakarta, belum lama ini.
Upaya yang dilakukan Gus Yaqut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai bangsa Indonesia, kebinekaan. Kepribadian bangsa Indonesia tersebut harus terus dirawat terutama untuk menyukseskan Pilpres 2024.
Sebab, di sela pesta demokrasi kerap terdapat pihak yang gandrung menggunakan isu suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA). Kebinekaan merupakan benteng kuat untuk menghalau pihak yang ingin merusak pesta rakyat.
Menurut Ravindra, generasi muda harus mendorong dan ikut serta dalam lahirnya banyak forum lintas antaragama seperti di kampus-kampus.
Sekjen Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) M Rafsanjani menuturkan sebanyak 40 juta mahasiswa dari 204 juta orang dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang akan ikut serta dalam pesta demokrasi harus menjadi benteng pertahanan kebinekaan. Itu dengan menghalau segala isu identitas khususnya agama digunakan dalam Pemilu 2024.
"Kita harus membendung agama dijadikan tameng politik. Agama mungkin dan kerap menjadi tameng karena paling murah dan efektif," katanya.
Pada agenda yang diselenggarakan Forum Sekretaris Jenderal Cipayung Plus itu, dia mendorong semua pihak menjaga persatuan dan kebinekaan di tengah momentum kontestasi politik. "Pemilu damai, hindari politisasi SARA. Kita tidak mau keutuhan berbangsa dikoyak oleh gesekan yang muncul menggunakan isu ini," tegasnya.
Mahasiswa itu masuk kelompok elite dari sisi intelektual. Maka, kalau mahasiswanya terbawa arus politisi pragmatis itu maka akan bertambah bahaya bagi keutuhan berbangsa dan bernegara.
Secara teknis gerakan bersama seluruh organisasi kemahasiswaan yang telah digagasnya ingin menguatkan demokrasi, mempertengkarkan gagasan bukan identitas. Kalau aspek identitas diutamakan maka mutu demokrasi semakin merosot.