Pengamat Militer: Manajemen Pertahanan Indonesia Perlu Adopsi Network Centric Warfare
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menyebut manajemen pertahanan Indonesia perlu mengadopsi teknologi peperangan terkini yang menekankan pada interoperabilitas lintas matra atau Network Centric Warfare.
Hal itu disampaikan Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati dalam bincang ringan pertahanan bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Quo Vadis Manajemen Pertahanan?” yang diselenggarakan oleh Prodi Manajemen Pertahanan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Universitas Pertahanan (Unhan) Sabtu (20/12/2023).
”Network Centric Warfare sangat penting sebagai sistem komando dan pengendalian yang fokus pada penggunaan teknologi informasi mutakhir berbasis komputer yang terintegrasi dalam satu sistem komputer atau digital,” ujarnya.
Baca Juga: Era Jokowi, Kekuatan Pertahanan Indonesia Terus Diperkuat
Mantan anggota Komisi I DPR ini beralasan tujuan utama Network Centric Warfare adalah terjadinya pertukaran informasi penting secara cepat atau real time, akurat, dan berkelanjutan mengenai kondisi terkini sehingga terwujud speed command dalam merespons setiap ancaman keamanan. Termasuk tercapainya keunggulan informasi
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber ini membeberkan bagaimana lingkungan strategis saat ini di mana ketegangan Amerika Serikat dan sekutunya yang mengusung kebebasan navigasi dengan klaim China atas perairan Laut China Selatan (LCS).
Dalam diskusi itu, Nuning juga menyebut insurgensi di Papua di mana aktor utamanya adalah Komite Nasional Papua Barat (KNPB). KNPB melalui TPN OPM melakukan taktik gerilya skala kecil dan sporadis dengan sasaran utama TNI-Polri dan masyarakat sipil. Ancaman ini harus segera diatasi dengan baik. ”Kunci utama untuk mengalahkan insurgensi adalah negara harus mampu merebut dukungan publik baik lokal, nasional, dan internasional,” ucapnya.
Dalam mengatasi insurgensi Papua, Nuning menyinggung peran kehumasan dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI yang harus dibenahi. Sebab Puspen TNI seringkali mengumumkan pemberangkatan atau deploy dan penempatan prajurit TNI-Polri di Papua.
”Apabila tidak dikelola dengan benar, prajurit-prajurit muda kita yang pintar dan hebat-hebat itu dikirim ke Papua hanya untuk menyongsong kematian,” ucapnya.
Nuning menambahkan, manajemen pertahanan Indonesia perlu mewaspadai bentuk peperangan gaya baru seperti perang berskala kecil, perang zona abu-abu, perang asimetris, perang gerilya, dan perang nonkonvensional. Sebab jenis peperangan ini mencari kemenangan dengan mengikis kekuatan lawan bukan dengan konfrontasi secara langsung.
”Indonesia sebagai negara yang memiliki permasalahan struktural seperti kemiskinan dan kemajemukan hal ini perlu diwaspadai. Sebab yang menjadi target adalah menciptakan konflik dan distrust yang berujung pada disabilitas keamanan nasional suatu negara,” ujarnya.
Diskusi yang digelar secara daring itu juga dihadiri Wakil Rektor Unhan Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro, Anak Agung Banyu Perwita, dan Editha Praditya Duarte serta Kaprodi Sarjana Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Pertahanan Unhan RIKolonel Tek Nanang Hery Soebakgijo.
Sementara itu, Wakil Rektor Unhan Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro mengatakan pentingnya sistem pertahanan negara (Sishaneg). Menurut Susilo, sishaneg tersebut mencakup pertahanan militer dan nirmiliter.
“Hal itu sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI,” ucapnya.
Lihat Juga: Seminar Unhan dan FSI: Pertahanan RI Perlu Ditingkatkan Antisipasi Ancaman di Laut China Selatan
Hal itu disampaikan Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati dalam bincang ringan pertahanan bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Quo Vadis Manajemen Pertahanan?” yang diselenggarakan oleh Prodi Manajemen Pertahanan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Universitas Pertahanan (Unhan) Sabtu (20/12/2023).
”Network Centric Warfare sangat penting sebagai sistem komando dan pengendalian yang fokus pada penggunaan teknologi informasi mutakhir berbasis komputer yang terintegrasi dalam satu sistem komputer atau digital,” ujarnya.
Baca Juga: Era Jokowi, Kekuatan Pertahanan Indonesia Terus Diperkuat
Mantan anggota Komisi I DPR ini beralasan tujuan utama Network Centric Warfare adalah terjadinya pertukaran informasi penting secara cepat atau real time, akurat, dan berkelanjutan mengenai kondisi terkini sehingga terwujud speed command dalam merespons setiap ancaman keamanan. Termasuk tercapainya keunggulan informasi
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber ini membeberkan bagaimana lingkungan strategis saat ini di mana ketegangan Amerika Serikat dan sekutunya yang mengusung kebebasan navigasi dengan klaim China atas perairan Laut China Selatan (LCS).
Baca Juga
Dalam diskusi itu, Nuning juga menyebut insurgensi di Papua di mana aktor utamanya adalah Komite Nasional Papua Barat (KNPB). KNPB melalui TPN OPM melakukan taktik gerilya skala kecil dan sporadis dengan sasaran utama TNI-Polri dan masyarakat sipil. Ancaman ini harus segera diatasi dengan baik. ”Kunci utama untuk mengalahkan insurgensi adalah negara harus mampu merebut dukungan publik baik lokal, nasional, dan internasional,” ucapnya.
Dalam mengatasi insurgensi Papua, Nuning menyinggung peran kehumasan dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI yang harus dibenahi. Sebab Puspen TNI seringkali mengumumkan pemberangkatan atau deploy dan penempatan prajurit TNI-Polri di Papua.
”Apabila tidak dikelola dengan benar, prajurit-prajurit muda kita yang pintar dan hebat-hebat itu dikirim ke Papua hanya untuk menyongsong kematian,” ucapnya.
Nuning menambahkan, manajemen pertahanan Indonesia perlu mewaspadai bentuk peperangan gaya baru seperti perang berskala kecil, perang zona abu-abu, perang asimetris, perang gerilya, dan perang nonkonvensional. Sebab jenis peperangan ini mencari kemenangan dengan mengikis kekuatan lawan bukan dengan konfrontasi secara langsung.
”Indonesia sebagai negara yang memiliki permasalahan struktural seperti kemiskinan dan kemajemukan hal ini perlu diwaspadai. Sebab yang menjadi target adalah menciptakan konflik dan distrust yang berujung pada disabilitas keamanan nasional suatu negara,” ujarnya.
Diskusi yang digelar secara daring itu juga dihadiri Wakil Rektor Unhan Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro, Anak Agung Banyu Perwita, dan Editha Praditya Duarte serta Kaprodi Sarjana Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Pertahanan Unhan RIKolonel Tek Nanang Hery Soebakgijo.
Sementara itu, Wakil Rektor Unhan Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro mengatakan pentingnya sistem pertahanan negara (Sishaneg). Menurut Susilo, sishaneg tersebut mencakup pertahanan militer dan nirmiliter.
“Hal itu sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI,” ucapnya.
Lihat Juga: Seminar Unhan dan FSI: Pertahanan RI Perlu Ditingkatkan Antisipasi Ancaman di Laut China Selatan
(cip)