Pemberdayaan Perempuan Harus Jadi Perhatian Serius di Pilpres 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aktivis Perempuan melihat persoalan perempuan belum menjadi priorotas utama para pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pemilu dan Pilpres 2024 .
“Padahal itu persoalan perempuan masih menjadi agenda besar, PR kita ke depan, baik dari segi aspek satu representasi perempuan, kedua kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, pemenuhan hak dasar perempuan,” ujar Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada wartawan, Rabu (27/12/2023).
Melihat dua debat yang sudah berlangsung, kata Anis, isu HAM dan ekonomi yang notabene dekat dengan perempuan tidak menjadi fokus pada capres dan cawapres.
“Dari dua debat yang berlangsung, isu perempuan sangat sedikit sekali diangkat, padahal di isu HAM tentu itu sangat dekat dengan isu perempuan yang kedua dalam debat terkait ekonomi, sangat dekat dengan perempuan, tetapi semua kandidat tidak mengangkat isu perempuan sebagai isu substansial yang itu merupakan salah satu persoalan penting bangsa ini,” jelas Anis.
Dia mencontohkan soal isu stunting daripada hanya berkutat dengan program makan siang gratis, seharusnya para paslon memperhatikan kesejahteraan perempuan.
“Ketika bicara stunting di dua debat itu sesungguhnya tidak membicarakan perempuan, hanya bicara teknis makan siang. Padahal secara substantif persoalan stunting, HAM, persoalan perempuan, itu berasal dari kesehatan ibu yang hamil dimana gizinya tidak terpenuhi sehingga menyebabkan stunting,” terang pendiri Migran Care ini.
Dia menambahkan kasus-kasus yang dialami perempuan juga masih marak, misalnya kasus tindak pidana kekerasan seksual dimana perempuan masih menjadi potret korban, kasus tindak pidana perdagangan orang, kemudian sunat perempuan, dan kasus Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI).
Senada, Direktur eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai kondisi afirmasi perempuan dalam bidang politik saat ini masih jauh dari ideal.
"Kalau dari kondisi hari ini tentu cita-cita afirmasi belum tercapai," terangnya.
Menurutnya, hal itu bisa dilihat jumlah perempuan di kursi legislatif belum mencapai angka yang diharapkan. "Karena jumlah perempuan yang ada di parlemen belum mencapai angka yang ditargetkan yaitu 30%," paparnya.
“Padahal itu persoalan perempuan masih menjadi agenda besar, PR kita ke depan, baik dari segi aspek satu representasi perempuan, kedua kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, pemenuhan hak dasar perempuan,” ujar Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada wartawan, Rabu (27/12/2023).
Melihat dua debat yang sudah berlangsung, kata Anis, isu HAM dan ekonomi yang notabene dekat dengan perempuan tidak menjadi fokus pada capres dan cawapres.
“Dari dua debat yang berlangsung, isu perempuan sangat sedikit sekali diangkat, padahal di isu HAM tentu itu sangat dekat dengan isu perempuan yang kedua dalam debat terkait ekonomi, sangat dekat dengan perempuan, tetapi semua kandidat tidak mengangkat isu perempuan sebagai isu substansial yang itu merupakan salah satu persoalan penting bangsa ini,” jelas Anis.
Dia mencontohkan soal isu stunting daripada hanya berkutat dengan program makan siang gratis, seharusnya para paslon memperhatikan kesejahteraan perempuan.
“Ketika bicara stunting di dua debat itu sesungguhnya tidak membicarakan perempuan, hanya bicara teknis makan siang. Padahal secara substantif persoalan stunting, HAM, persoalan perempuan, itu berasal dari kesehatan ibu yang hamil dimana gizinya tidak terpenuhi sehingga menyebabkan stunting,” terang pendiri Migran Care ini.
Dia menambahkan kasus-kasus yang dialami perempuan juga masih marak, misalnya kasus tindak pidana kekerasan seksual dimana perempuan masih menjadi potret korban, kasus tindak pidana perdagangan orang, kemudian sunat perempuan, dan kasus Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI).
Senada, Direktur eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai kondisi afirmasi perempuan dalam bidang politik saat ini masih jauh dari ideal.
"Kalau dari kondisi hari ini tentu cita-cita afirmasi belum tercapai," terangnya.
Menurutnya, hal itu bisa dilihat jumlah perempuan di kursi legislatif belum mencapai angka yang diharapkan. "Karena jumlah perempuan yang ada di parlemen belum mencapai angka yang ditargetkan yaitu 30%," paparnya.