Pengamat Sebut KTP Sakti Ganjar-Mahfud Sangat Mungkin Diimplementasikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai bahwa kebijakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Sakti yang diusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sangat mungkin dilakukan karena sudah ada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia (SDI).
“Perpres sudah ada, tinggal disempurnakan saja. E-KTP yang betul memang bisa dipakai untuk apa saja, karena itu kan ada RFID-nya,” ujar Agus di Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Namun, kata dia, perlu diperhatikan apakah RFID (Radio Frequency Identification) tersebut bisa terbaca atau tidak karena banyak kasus E-KTP dibuat asal-asalan.
“Dicek apa semua E-KTP, RFID sudah jalan atau belum karena banyak yang tidak bisa digunakan itu saja. Kalau itu sudah jalan tidak masalah,” jelas Agus.
Kemudian soal data, Agus menjelaskan ada beberapa versi misalnya data Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), data Kementerian Sosial, maupun Satu Data Indonesia. Data yang semrawut harus segera diselesaikan jika ingin menjadikan KTP sakti.
“Nah berani enggak presiden yang baru menggunakan itu (SDI) supaya orang mau apa-apa pakai KTP,“ sebutnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) BRIN Nawawi menilai pengintegrasian data penerima bantuan sosial (bansos) dan data kependudukan (NIK) sebagai hal yang layak dilakukan.
“Single data on population sudah lama selalu diwacanakan tapi untuk implementasinya tidak mudah. Kita punya data DTKS Kemensos yang cukup representatif, tapi praktiknya hanya bisa diakses pusat,” ujarnya.
Nawawi menilai ide tersebut akan lebih menjamin bansos tepat sasaran. “Ide ini pastinya bagus, karena data yang terintegrasi meminimalisir penyelewengan di lapangan,” lanjutnya.
“Perpres sudah ada, tinggal disempurnakan saja. E-KTP yang betul memang bisa dipakai untuk apa saja, karena itu kan ada RFID-nya,” ujar Agus di Jakarta, Selasa (19/12/2023).
Namun, kata dia, perlu diperhatikan apakah RFID (Radio Frequency Identification) tersebut bisa terbaca atau tidak karena banyak kasus E-KTP dibuat asal-asalan.
“Dicek apa semua E-KTP, RFID sudah jalan atau belum karena banyak yang tidak bisa digunakan itu saja. Kalau itu sudah jalan tidak masalah,” jelas Agus.
Kemudian soal data, Agus menjelaskan ada beberapa versi misalnya data Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), data Kementerian Sosial, maupun Satu Data Indonesia. Data yang semrawut harus segera diselesaikan jika ingin menjadikan KTP sakti.
“Nah berani enggak presiden yang baru menggunakan itu (SDI) supaya orang mau apa-apa pakai KTP,“ sebutnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) BRIN Nawawi menilai pengintegrasian data penerima bantuan sosial (bansos) dan data kependudukan (NIK) sebagai hal yang layak dilakukan.
“Single data on population sudah lama selalu diwacanakan tapi untuk implementasinya tidak mudah. Kita punya data DTKS Kemensos yang cukup representatif, tapi praktiknya hanya bisa diakses pusat,” ujarnya.
Nawawi menilai ide tersebut akan lebih menjamin bansos tepat sasaran. “Ide ini pastinya bagus, karena data yang terintegrasi meminimalisir penyelewengan di lapangan,” lanjutnya.