Korupsi Musuh Bersama
loading...
A
A
A
Refleksi Korupsi di Indonesia
Korupsi merupakan suatu perilaku menyimpang penyalahgunaan kekuasaan demi mendapat keuntungan pribadi. Di Indonesia, korupsi diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999. Menurut undang-undang ini, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau perusahaan yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Perilaku korupsi dapat terjadi di berbagai tempat dan kalangan, di mana masih banyak masyarakat yang tidak menyadari terhadap perilaku korupsi itu sendiri di sekitar mereka.
Hingga saat ini, praktik korupsi di Indonesi telah berkembang lebih luas meliputi semua jenjang, mulai dari pusat hingga daerah, serta dalam berbagai ragam kegiatan dan bentuk. Berdasarkan laporan Transparency Internasional menunjukkan bahwa angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada 2022. Angka tersebut menurun 4 poin dari tahun sebelumnya.
Penurunan IPK tersebut turut menjatuhkan urutan IPK Indonesia secara global yang tercatat menempati peringkat ke-110. Padahal di tahun sebelumnya, IPK Indonesia berada di peringkat ke-96 secara global.
Menurunnya IPK Indonesia tersebut mengindikasikan persepsi publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis di tanah air memburuk sepanjang tahun lalu. Secara tren, IPK Indonesia cenderung membaik dibandingkan periode dua dekade terakhir. IPK tertinggi yaitu pada 2019 yang mencapai 40 poin, sedangkan yang terendah pada 2002 yaitu 19 poin.
Perkembangan korupsi di Indonesia saat ini mencerminkan tantangan yang terus dihadapi dalam upaya pemberantasan. Data statistik yang menunjukkan terjadinya peningkatan kasus korupsi mengindikasikan bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem.
Permasalahan utama mencakup rendahnya efektivitas penegakan hukum, birokrasi yang kompleks, dan kekurangan transparansi. Oleh sebab itu, pentingnya refleksi ini terletak pada kemampuan untuk mengevaluasi upaya-upaya sebelumnya dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan.
Reformasi tata kelola pemerintahan, penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, dan pemberian insentif yang lebih besar pada para pekerja – terutama di instansi pemerintah – dapat menjadi langkah-langkah yang perlu diperkuat. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa selama periode 1 Januari – 6 Oktober 2023 mayoritas tindak pidana korupsi dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota, yakni sebanyak 29 kasus.
Selanjutnya, korupsi banyak dilakukan di instansi kementerian/lembaga ada 26 kasus, BUMN/BUMD 20 kasus, dan pemerintah provinsi 10 kasus. Berdasarkan segi profesi pelaku, mayoritas kasus korupsi sejak awal tahun ini dilakukan pejabat eselon I, II, III dan IV, yaitu sebanyak 39 kasus.
Di sisi lain, untuk pelaku korupsi dari pihak swasta ada 26 kasus, wali kota/bupati dan wakilnya 4 kasus, hakim 2 kasus, dan pengacara 2 kasus. Ada pula perkara korupsi yang pelakunya anggota DPR dan DPRD, kepala lembaga/kementerian, dan gubernur masing-masing 1 kasus, serta profesi lainnya 9 kasus.
Pentingnya Komitmen Bersama dalam Pemberantasan Korupsi
Kejahatan korupsi telah disadari sebagai sebuah ancaman bagi terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Kejahatan korupsi dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan di masyarakat.
Korupsi merupakan suatu perilaku menyimpang penyalahgunaan kekuasaan demi mendapat keuntungan pribadi. Di Indonesia, korupsi diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999. Menurut undang-undang ini, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau perusahaan yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Perilaku korupsi dapat terjadi di berbagai tempat dan kalangan, di mana masih banyak masyarakat yang tidak menyadari terhadap perilaku korupsi itu sendiri di sekitar mereka.
Hingga saat ini, praktik korupsi di Indonesi telah berkembang lebih luas meliputi semua jenjang, mulai dari pusat hingga daerah, serta dalam berbagai ragam kegiatan dan bentuk. Berdasarkan laporan Transparency Internasional menunjukkan bahwa angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada 2022. Angka tersebut menurun 4 poin dari tahun sebelumnya.
Penurunan IPK tersebut turut menjatuhkan urutan IPK Indonesia secara global yang tercatat menempati peringkat ke-110. Padahal di tahun sebelumnya, IPK Indonesia berada di peringkat ke-96 secara global.
Menurunnya IPK Indonesia tersebut mengindikasikan persepsi publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis di tanah air memburuk sepanjang tahun lalu. Secara tren, IPK Indonesia cenderung membaik dibandingkan periode dua dekade terakhir. IPK tertinggi yaitu pada 2019 yang mencapai 40 poin, sedangkan yang terendah pada 2002 yaitu 19 poin.
Perkembangan korupsi di Indonesia saat ini mencerminkan tantangan yang terus dihadapi dalam upaya pemberantasan. Data statistik yang menunjukkan terjadinya peningkatan kasus korupsi mengindikasikan bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem.
Permasalahan utama mencakup rendahnya efektivitas penegakan hukum, birokrasi yang kompleks, dan kekurangan transparansi. Oleh sebab itu, pentingnya refleksi ini terletak pada kemampuan untuk mengevaluasi upaya-upaya sebelumnya dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan.
Reformasi tata kelola pemerintahan, penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, dan pemberian insentif yang lebih besar pada para pekerja – terutama di instansi pemerintah – dapat menjadi langkah-langkah yang perlu diperkuat. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa selama periode 1 Januari – 6 Oktober 2023 mayoritas tindak pidana korupsi dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota, yakni sebanyak 29 kasus.
Selanjutnya, korupsi banyak dilakukan di instansi kementerian/lembaga ada 26 kasus, BUMN/BUMD 20 kasus, dan pemerintah provinsi 10 kasus. Berdasarkan segi profesi pelaku, mayoritas kasus korupsi sejak awal tahun ini dilakukan pejabat eselon I, II, III dan IV, yaitu sebanyak 39 kasus.
Di sisi lain, untuk pelaku korupsi dari pihak swasta ada 26 kasus, wali kota/bupati dan wakilnya 4 kasus, hakim 2 kasus, dan pengacara 2 kasus. Ada pula perkara korupsi yang pelakunya anggota DPR dan DPRD, kepala lembaga/kementerian, dan gubernur masing-masing 1 kasus, serta profesi lainnya 9 kasus.
Pentingnya Komitmen Bersama dalam Pemberantasan Korupsi
Kejahatan korupsi telah disadari sebagai sebuah ancaman bagi terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Kejahatan korupsi dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan di masyarakat.