Sekolah di Zona Kuning Dibuka, Potensial Menjadi Klaster Baru Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik kebijakan pemerintah untuk membuka aktivitas sekolah di zona kuning. Belajar mengajar (KBM) tatap muka tersebut dinilai mengancam anak-anak, guru, orang tua, dan tenaga kependidikan.
Wasekjen FSGI Satriwan Salim menerangkan dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dikatakan bahwa anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan kesehatan yang prima. “Ketika sekolah di zona kuning dibuka, sekolah berpotensi menjadi klaster baru. Di zona kuning masih ada penularan Covid-19,” ujarnya kepada SINDOnews, Minggu (9/8/2020).
(Baca: FSGI: Pemerintah Harus Bangun Jaringan Internet di Seluruh Daerah untuk PJJ)
FSGI mempertanyakan pertimbangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memilih mengaktifkan sekolah di zona hijau dan kuning. Satriwan mengatakan bisa memahami jika pemerintah pemerintah dalam posisi dilematis untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang banyak masalah.
Permasalahan dalam PJJ sejak tiga bulan pada semester lalu dan satu bulan di semester ini masih sama, yakni guru dan siswa tidak memiliki gawai, serta tidak ada jaringan internet. Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, anak-anak harus membuat gubuk di kaki bukit demi mendapatkan sinyal untuk mengikuti PJJ. Hal serupa terjadi di daerah lain.
Satriwan menegaskan seharusnya pangkal masalah PJJ itu diselesaikan oleh pemerintah. Pemerintah seluruh sumber daya yang ada untuk memecahkan itu, misalnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengerahkan Telkomsel untuk membangun jaringan di daerah-daerah.
(Baca: Monitoring dan Evaluasi Pembukaan Sekolah Harus Ketat)
Dalam situasi seperti ini, perusahaan-perusahaan plat merah seharusnya berorientasi untuk melayani anak negeri. Tidak melulu mementingkan laba.
“Kabupaten Agam karena rumah penduduk jarang tentu secara bisnis akan rugi. Akan tetapi logikanya harus dibalik, yakni mengabdi kepada negeri,” pungkasnya.
Wasekjen FSGI Satriwan Salim menerangkan dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dikatakan bahwa anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan kesehatan yang prima. “Ketika sekolah di zona kuning dibuka, sekolah berpotensi menjadi klaster baru. Di zona kuning masih ada penularan Covid-19,” ujarnya kepada SINDOnews, Minggu (9/8/2020).
(Baca: FSGI: Pemerintah Harus Bangun Jaringan Internet di Seluruh Daerah untuk PJJ)
FSGI mempertanyakan pertimbangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memilih mengaktifkan sekolah di zona hijau dan kuning. Satriwan mengatakan bisa memahami jika pemerintah pemerintah dalam posisi dilematis untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang banyak masalah.
Permasalahan dalam PJJ sejak tiga bulan pada semester lalu dan satu bulan di semester ini masih sama, yakni guru dan siswa tidak memiliki gawai, serta tidak ada jaringan internet. Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, anak-anak harus membuat gubuk di kaki bukit demi mendapatkan sinyal untuk mengikuti PJJ. Hal serupa terjadi di daerah lain.
Satriwan menegaskan seharusnya pangkal masalah PJJ itu diselesaikan oleh pemerintah. Pemerintah seluruh sumber daya yang ada untuk memecahkan itu, misalnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengerahkan Telkomsel untuk membangun jaringan di daerah-daerah.
(Baca: Monitoring dan Evaluasi Pembukaan Sekolah Harus Ketat)
Dalam situasi seperti ini, perusahaan-perusahaan plat merah seharusnya berorientasi untuk melayani anak negeri. Tidak melulu mementingkan laba.
“Kabupaten Agam karena rumah penduduk jarang tentu secara bisnis akan rugi. Akan tetapi logikanya harus dibalik, yakni mengabdi kepada negeri,” pungkasnya.
(muh)