Jenderal Kopassus Ini Tolak Uang Puluhan Juta dari Pejabat saat Kerusuhan Mei 1998

Kamis, 07 Desember 2023 - 06:21 WIB
loading...
Jenderal Kopassus Ini...
Letjen TNI (Purn) Doni Monardo (kanan) bersama dengan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Letjen TNI (Purn) Doni Monardo merupakan salah satu Jenderal Kopassus yang selalu terlibat dalam menjaga dan mengawal perjalanan bangsa Indonesia. Sepak terjang dan integritasnya dalam menjalankan tugas tidak perlu diragukan lagi.

Salah satunya saat meredam kerusuhan pada Mei 1998. Tidak dipungkiri peristiwa itu menjadi sejarah kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dipicu krisis meneter yang melanda Asia termasuk Indonesia, membuat harga-harga kebutuhan pokok melambung dan pengangguran meningkat drastis akibat gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kondisi ini mendorong mahasiswa dari berbagai peruguran tinggi menggelar demonstrasi di mana-mana. Bahkan, tidak jarang aksi unjuk rasa mahasiswa ini diwarnai bentrokan dengan aparat keamanan di lapangan.



Melihat situasi keamanan Ibu Kota Jakarta yang tidak kondusif. Komandan Grup (Dangrup) 1 Kopassus yang saat itu dijabat Kolonel Pramono Edhie Wibowo memerintahkan Batalyon 11 Grup 1 Kopassus yang saat itu sedang melaksanakan latihan di Labuan, Banten pada 7-9 Mei 1998 untuk masuk ke Ibu Kota.

Dikutip dari buku berjudul “Kopassus untuk Indonesia” diceritakan, Doni Monardo yang ketika itu sebagai Komandan Batalyon (Danyon) berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) langsung bergerak menuju ke Jakarta untuk ikut mengamankan ibu kota. Setiba di Jakarta, mereka mendapat pengarahan dari Pangdam Jaya dan Kapolda Metro untuk mengendalikan massa tanpa peluru tajam.



Pada 12 Mei 1998, Doni mendengar berita penembakan mahasiswa Trisakti. Setibanya di Cijantung, Doni langsung memeriksa semua magazin dari senjata maupun cadangan dan dari hasil perhitungan, tidak ada anggota yang kurang maupun peluru yang terpakai.

Jenderal Kopassus Ini Tolak Uang Puluhan Juta dari Pejabat saat Kerusuhan Mei 1998

Prajurit TNI melakukan pengamanan di Ibu Kota Jakarta. Foto/istimewa

Malam 14 Mei, pasukan Doni diminta mengamankan Kelapa Gading, Jakarta Utara yang diinformasikan akan dijarah. Dalam perjalanan, sebagian pasukan ada yang diturunkan di Sunter melihat kondisi yang juga buruk. Sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, pasukan tiba di Kelapa Gading. Agar kehadiran mereka dirasakan oleh rakyat, maka sambil patroli dalam truk para prajurit bernyanyi dan menyerukan yell-yell

Dalam pengarahannya kepada prajurit, Doni menekankan bahwa tidak ada seorang prajurit pun yang diperkenankan untuk berada di rumah mewah atau mal. Mereka semua diperintahkan untuk tidur di rumah rakyat yang ada di sekeliling Kelapa Gading.

Para prajurit juga dilarang untuk menerima uang dengan alasan apa pun juga. Keesokan harinya, Doni sempat didatangi pejabat yang tinggal di Kelapa Gading untuk mengamankan RW mereka dengan imbalan puluhan juta. Doni menolak dengan alasan pagar yang sudah dibangun di sekeliling Kelapa Gading bisa bolong jika harus mengurangi prajuritnya untuk mengamankan mereka. Doni memang memilih menempatkan pasukannya di daerah sekitar Kelapa Gading, dengan demikian menutup semua akses masuk me nyulitkan pihak luar yang ingin menjarah dan membakar.

Selama Kopassus berada di rumah rakyat, bantuan sebagai ucapan terima kasih terus mengalir, mulai dari rokok sampai baju dalam yang kemudian disalurkan lagi pada masyarakat di sekitarnya yang membutuhkan. Doni berpesan masyarakat harus didekati dengan ramah dan sopan.

Pada hari itu, Doni melakukan patroli keliling dan dia melihat sekelompok pemuda sedang nongkrong dan menawarkan pada mereka siapa yang mau ikut jalan-jalan. Seorang pemuda menyatakan kebersediannya. Di dalam mobil Doni bertanya mengenai penjarahan terhadap Kelapa Gading yang diisukan akan terjadi hari itu.

"Gimana mau jarah Kelapa Gading? Semua rumah sudah ada pasukan Bapak, jadi mana bisa ngumpulin orang," jawab pemuda tersebut dikutip SINDOnews, Kamis (7/12/2023).

Doni sendiri hampir tidak percaya ketika mendengar jawaban pemuda itu, tetapi Doni mengaku lega karena strategi 'pagar' di sekitar Kelapa Gading ternyata berhasil mencegah penjarahan dan pembakaran. Mungkin warga Kelapa Gading sendiri sampai sekarang tidak pernah menyadari bahwa saat itu mereka dijaga pasukan Kopassus yang tidak terlihat.'

Pada 19 Mei, Doni diperintahkan bergeser mengamankan Medan Merdeka Timur, diiringi reaksi rakyat yang cukup mengharukan, sampai ada seorang tokoh masyarakat di daerah Kramat Tunggak berkata jika saja masih ada anaknya yang gadis, dia ingin sekali menikahkan anaknya dengan prajurit Kopassus, karena mereka begitu ramah dan sopan.

Bahkan ketika ada yang memberi uang satu kantong plastik, prajurit itu menolak. Bagi seorang prajurit, perintah adalah tugas dan menolak satu kantong kresek sama sekali tidak masalah.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2138 seconds (0.1#10.140)