Bawaslu Didorong Tindak Pelaku Perusakan Baliho Capres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perusakan alat peraga kampanye (APK) seperti baliho masif terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan aparat terkait didorong mengambil tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terus terjadi.
Beberapa kejadian perusakan APK terjadi di Bali dan Kediri. Di Bali, APK berupa tiga baliho milik PDIP di Pasar Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana dirusak oleh orang tidak dikenal, beberapa waktu lalu.
Kemudian APK berupa spanduk calon anggota legislatif (caleg) di Kota Kediri juga dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tak hanya APK partai politik, perusakan juga menyasar alat peraga milik calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Misalnya baliho bergambar capres Ganjar Pranowo di Kelurahan Jati, Kota Ternate juga dirusak oleh orang tidak dikenal, beberapa hari lalu.
Atas maraknya perusakan APK, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mendorong aparat berwenang dan Bawaslu mengambil tindakan tegas. "Pihak penegak hukum dengan koordinasi Bawaslu harus tegas dan detail lakukan pencegahan perusakan," ujar dalam keterangannya, Rabu (6/12/2023).
Gerak cepat dan tindakan tegas dari aparat berwenang amat diperlukan. Dengan demikian, tidak muncul persepsi di masyarakat bahwa aparat penegak hukum dan Bawaslu bekerja untuk pihak tertentu.
"Jangan sampai Bawaslu dan penegak hukum dianggap publik hanya bekerja untuk salah satu kandidat, tentu ini penilaian yang buruk," kata Dedi.
Kekhawatiran memburuknya situasi demokrasi bisa saja muncul akibat aksi tersebut. Menurut Dedi, perusakan APK bisa terjadi karena dua hal. Pertama, upaya mengganggu rival atau kompetitor. Kedua, dirusak oleh oknum yang melakukan pungutan liar dengan dalih keamanan APK.
Namun, persoalan akan menjadi lebih besar jika perusakan terjadi konsisten, baik dari segi intensitas atau cakupannya maupun dari segi pihak yang APK-nya dijadikan sasaran.
"Misalnya lebih banyak dialami oleh kandidat yang sama, sementara kandidat lain juga konsisten selalu aman dari perusakan, maka perlu adanya kekhawatiran bahwa memang ada upaya buruk dari pola demokrasi kita," katanya.
Untuk diketahui, perusakan alat peraga kampanye termasuk tindak pidana. Hal itu diatur dalam Pasal 280 Ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu berbunyi, 'pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu'.
Bagi para pelanggar diancam hukuman sesuai dengan Pasal 521 yang berbunyi, 'Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggara larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)'.
Beberapa kejadian perusakan APK terjadi di Bali dan Kediri. Di Bali, APK berupa tiga baliho milik PDIP di Pasar Pohsanten, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana dirusak oleh orang tidak dikenal, beberapa waktu lalu.
Kemudian APK berupa spanduk calon anggota legislatif (caleg) di Kota Kediri juga dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tak hanya APK partai politik, perusakan juga menyasar alat peraga milik calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Misalnya baliho bergambar capres Ganjar Pranowo di Kelurahan Jati, Kota Ternate juga dirusak oleh orang tidak dikenal, beberapa hari lalu.
Atas maraknya perusakan APK, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mendorong aparat berwenang dan Bawaslu mengambil tindakan tegas. "Pihak penegak hukum dengan koordinasi Bawaslu harus tegas dan detail lakukan pencegahan perusakan," ujar dalam keterangannya, Rabu (6/12/2023).
Gerak cepat dan tindakan tegas dari aparat berwenang amat diperlukan. Dengan demikian, tidak muncul persepsi di masyarakat bahwa aparat penegak hukum dan Bawaslu bekerja untuk pihak tertentu.
"Jangan sampai Bawaslu dan penegak hukum dianggap publik hanya bekerja untuk salah satu kandidat, tentu ini penilaian yang buruk," kata Dedi.
Kekhawatiran memburuknya situasi demokrasi bisa saja muncul akibat aksi tersebut. Menurut Dedi, perusakan APK bisa terjadi karena dua hal. Pertama, upaya mengganggu rival atau kompetitor. Kedua, dirusak oleh oknum yang melakukan pungutan liar dengan dalih keamanan APK.
Namun, persoalan akan menjadi lebih besar jika perusakan terjadi konsisten, baik dari segi intensitas atau cakupannya maupun dari segi pihak yang APK-nya dijadikan sasaran.
"Misalnya lebih banyak dialami oleh kandidat yang sama, sementara kandidat lain juga konsisten selalu aman dari perusakan, maka perlu adanya kekhawatiran bahwa memang ada upaya buruk dari pola demokrasi kita," katanya.
Untuk diketahui, perusakan alat peraga kampanye termasuk tindak pidana. Hal itu diatur dalam Pasal 280 Ayat 1 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu berbunyi, 'pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu'.
Bagi para pelanggar diancam hukuman sesuai dengan Pasal 521 yang berbunyi, 'Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggara larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)'.
(maf)