Terkucil Dikecam Kejam dan Misinformasi
loading...
A
A
A
Ketiga, para pemimpin Arab harus kompak menggunakan diplomasi untuk mempublikasikan keadilan perjuangan Palestina serta memobilisasi dukungan di forum internasional, sampai tercapai konsensus yang mengkritik praktik entitas Israel, yang dapat memaksa mereka menghentikan agresi yang telah berlangsung selama berhari-hari ini
Memang, praktik selama ini, diplomasi Arab dirasakan relatif lemah, membuat beberapa negara yang selama ini mendukung perjuangan Palestina mundur dari posisinya dan berbalik berpihak pada entitas Israel. Hal ini terjadi karena Israel berhasil menyusup ke banyak entitas dan kelompok lokal, regional, dan internasional.
Bocornya Informasi Intelijen yang Melemahkan Israel Sendiri
Sungguh tidak bisa disangka bahwa negara sekuat dan setangguh Israel bisa mengalami bocor dokumen intelijennya yang dimuat di global media. Ada analisis yang menganggap kebocoran informasi intelijen dari internal Israel, karena kelemahan siatem intelijen seperti halnya serangan 7 oktober lalu, saat Netanyahu mendapat informasi yang keliru sehingga Israel yang tidak siap, dan dengan mudah bisa diserbu Hamas. Kelemahan intelijen ini juga terjadi terhadap perlakuan sandera yang kejam berbanding terbalik dengan perlakuan humanis Hamas terhadap tawanan sebagai fenomena Stockholm Syndrome. Kebencian dan tuntutan meluas terjadi terhadap pemerintah Israel bahkan oleh warganya sendiri eks tawanan Hamas.
Kebocoran kali ini juga terjadi, sebagaimana dimuat dalam situs web yang berbasis di Tel Aviv bernama "+972", yang menulis bahwa aplikasi kecerdasan buatan, yang disebut "Habsora", yang digunakan tentara Israel untuk menentukan target dalam serangannya terhadap Jalur Gaza, telah digunakan dengan sengaja untuk menyerang infrastruktur sipil, dan di situ selalu diketahui berapa banyak warga sipil yang akan tewas dalam serangan. Target dihasilkan secara otomatis dengan aplikasi ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh situs web "+972" bekerja sama dengan Local Call dan berdasarkan wawancara dengan tujuh anggota intelijen Israel saat ini dan mantan, termasuk personel intelijen militer dan angkatan udara yang terlibat dalam serangan Israel di Gaza, tentara Israel memfokuskan target di Gaza. Ia menggunakan teknologi kecerdasan buatan saat memilih target. Menurut juru bicara militer, pada 10 November, Israel telah menyerang total 15.000 sasaran di Gaza dalam 35 hari pertama serangan tersebut.
Menurut penelitian tersebut, dibandingkan dengan serangan-serangan Israel sebelumnya di Gaza, dalam serangan kali ini tentara Israel secara signifikan dapat meningkatkan sasarannya terhadap permukiman sipil, sementara sasaran-sasaran tersebut mencakup tempat tinggal pribadi, gedung-gedung publik, infrastruktur sipil, yang oleh tentara digambarkan sebagai “kekuatan target".
Menurut sumber intelijen yang dimuat di berbagai media di Turki, Barat, dan Arab, Israel juga pernah melakukan serangan terhadap Gaza pada masa lalu, tujuan serangan terhadap infrastruktur sipil adalah untuk “dengan sengaja” menyerang warga sipil di Palestina dan untuk menciptakan guncangan yang akan berujung pada tekanan sipil terhadap Hamas. Tapi malah terjadi sebaliknya, warga sipil semakin mencintai Hamas. Sebagaimana dalam peperangan, maka kelemahan dan setiap kebocoran informasi akan dimanfaatkan oleh lawan untuk memperkuat posisi dan simpati masyarakat guna memperlancar dukungan dalam setiap pergerakan gerilyanya.
Hamas juga melakukan propaganda, video tentang korban salah lirik "friendly fire " Israel yang melemahkan Israel. Dalam sebuah video yang dipublikasikan Hamas, ada seorang tentara wanita yang ditawan bernama "Faul Asiyani", yang mengaku tentara Iarael yang berasal dari Maroko. Dia membuat testimoni dan mengatakan, "Saya berusia 19 tahun, saya telah berada di sini selama 4 hari. Seluruh Gaza terkena serangan rudal. Ada tahanan-tahanan lain bersama saya di sini. Kami takut mati, takut mati, karena rudal-rudal kita tersebut."
Saat berbicara kepada pemerintah dan tentara Israel, Asiyani berkata, "Tolong hentikan. Ledakan terjadi sangat dekat dengan saya di sini."
Memang, praktik selama ini, diplomasi Arab dirasakan relatif lemah, membuat beberapa negara yang selama ini mendukung perjuangan Palestina mundur dari posisinya dan berbalik berpihak pada entitas Israel. Hal ini terjadi karena Israel berhasil menyusup ke banyak entitas dan kelompok lokal, regional, dan internasional.
Bocornya Informasi Intelijen yang Melemahkan Israel Sendiri
Sungguh tidak bisa disangka bahwa negara sekuat dan setangguh Israel bisa mengalami bocor dokumen intelijennya yang dimuat di global media. Ada analisis yang menganggap kebocoran informasi intelijen dari internal Israel, karena kelemahan siatem intelijen seperti halnya serangan 7 oktober lalu, saat Netanyahu mendapat informasi yang keliru sehingga Israel yang tidak siap, dan dengan mudah bisa diserbu Hamas. Kelemahan intelijen ini juga terjadi terhadap perlakuan sandera yang kejam berbanding terbalik dengan perlakuan humanis Hamas terhadap tawanan sebagai fenomena Stockholm Syndrome. Kebencian dan tuntutan meluas terjadi terhadap pemerintah Israel bahkan oleh warganya sendiri eks tawanan Hamas.
Kebocoran kali ini juga terjadi, sebagaimana dimuat dalam situs web yang berbasis di Tel Aviv bernama "+972", yang menulis bahwa aplikasi kecerdasan buatan, yang disebut "Habsora", yang digunakan tentara Israel untuk menentukan target dalam serangannya terhadap Jalur Gaza, telah digunakan dengan sengaja untuk menyerang infrastruktur sipil, dan di situ selalu diketahui berapa banyak warga sipil yang akan tewas dalam serangan. Target dihasilkan secara otomatis dengan aplikasi ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh situs web "+972" bekerja sama dengan Local Call dan berdasarkan wawancara dengan tujuh anggota intelijen Israel saat ini dan mantan, termasuk personel intelijen militer dan angkatan udara yang terlibat dalam serangan Israel di Gaza, tentara Israel memfokuskan target di Gaza. Ia menggunakan teknologi kecerdasan buatan saat memilih target. Menurut juru bicara militer, pada 10 November, Israel telah menyerang total 15.000 sasaran di Gaza dalam 35 hari pertama serangan tersebut.
Menurut penelitian tersebut, dibandingkan dengan serangan-serangan Israel sebelumnya di Gaza, dalam serangan kali ini tentara Israel secara signifikan dapat meningkatkan sasarannya terhadap permukiman sipil, sementara sasaran-sasaran tersebut mencakup tempat tinggal pribadi, gedung-gedung publik, infrastruktur sipil, yang oleh tentara digambarkan sebagai “kekuatan target".
Menurut sumber intelijen yang dimuat di berbagai media di Turki, Barat, dan Arab, Israel juga pernah melakukan serangan terhadap Gaza pada masa lalu, tujuan serangan terhadap infrastruktur sipil adalah untuk “dengan sengaja” menyerang warga sipil di Palestina dan untuk menciptakan guncangan yang akan berujung pada tekanan sipil terhadap Hamas. Tapi malah terjadi sebaliknya, warga sipil semakin mencintai Hamas. Sebagaimana dalam peperangan, maka kelemahan dan setiap kebocoran informasi akan dimanfaatkan oleh lawan untuk memperkuat posisi dan simpati masyarakat guna memperlancar dukungan dalam setiap pergerakan gerilyanya.
Hamas juga melakukan propaganda, video tentang korban salah lirik "friendly fire " Israel yang melemahkan Israel. Dalam sebuah video yang dipublikasikan Hamas, ada seorang tentara wanita yang ditawan bernama "Faul Asiyani", yang mengaku tentara Iarael yang berasal dari Maroko. Dia membuat testimoni dan mengatakan, "Saya berusia 19 tahun, saya telah berada di sini selama 4 hari. Seluruh Gaza terkena serangan rudal. Ada tahanan-tahanan lain bersama saya di sini. Kami takut mati, takut mati, karena rudal-rudal kita tersebut."
Saat berbicara kepada pemerintah dan tentara Israel, Asiyani berkata, "Tolong hentikan. Ledakan terjadi sangat dekat dengan saya di sini."