Terkucil Dikecam Kejam dan Misinformasi
loading...
A
A
A
Hamidin
Mantan Direktur Pencegahan dan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT dan Pengamat Terorisme
MUNGKIN banyak yang tidak menyadari bahwa konflik dan perang Hamas -Israel yang saat ini memasuki babak perang baru setelah gencatan senjata, telah melahirkan pro dan kontra yang baru terhadap Israel.
Hal ini terlihat di media saat pertukaran dan pembebasan tawanan Israel oleh Hamas saat proses gencatan senjata ketika suasana keakraban antara tawanan Israel dan prajurit Al-Qassam tampak berbeda dari apa yang mungkin dibayangkan oleh masyarakat dunia. Ada tawanan dan penyandera yang salaman dan saling peluk. Ada tawanan yang memberi hormat kepada prajurit sang penyandera Al-Qassam yang mengantarnya naik ke mobil dengan senyuman. Bahkan, ada yang berkirim surat ucapan "simpati dan terima kasih" atas kebaikan sang penyandera, yang dia katakan sampai anak putri kecilnya merasa diperlakukan bak putri ratu.
Berita itu dimuat hampir di seluruh media mainstream di seluruh dunia. Para akademisi dan kriminolog mengungkap tentang sebuah teori lama hubungan poaitif negatif pelaku dan korban kejahatan "Stockholm Syndrome" yang nyata, yakni korban sandera Hamas justru memberi respons positif pada penyandera karena dia telah diperlakukan dengan sangat manusiawi dan baik. Di sisi lain Israel justru banyak dikecam oleh negara-negara pro Palestina maupun dari internal pemerintahan Benjamin Netanyahu karena telah mengarantina para sandera yang sudah dibebaskan oleh musuh untuk mencegah para eks sandera tersebut bertemu dengan orang lain dan berbicara kepada jurnalis atau media tentang apa yang mereka alami.
Akibatnya, terjadi demo besar-besaran di mana-mana mendukung Palestina dan tuntutan untuk memperpanjang gencatan senjata dan segera membebaskan sandera. Bahkan di Spanyol, di Masjid Masjidil Haram, terjadi peningkatan orang bersyahadat menjadi mualaf karena simpaty pada perilaku Al-Qassam yang walaupun menyandera pihak musuh tapi masih memanusiakan mereka.
Dari aspek hubungan ketatanegaraan, baik bilateral, regional, dan global, juga banyak berdampak terhadap Israel. Beberapa hari yang lalu misalnya, duta besar Israel telah diusir dari negara Kolombia sebagai reaksi atas kecaman kejahatan Israel yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza. Padahal selama beberapa dekade Kolombia sangat membutuhkan impor senjata Israel dalam.rangka menghadapi kelompok bersenjata sayap kiri, paramiliter sayap kanan, dan dalam rangka menghadapi kelompok kejahatan gembong narkoba.
Pada saat yang sama, tidak disangka-sangka, Direktur Urusan Publik dan Kongres pada Biro Urusan Politik dan Militer Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, juga mengundurkan diri karena keterlibatan AS dalam penanganan konflik Israel di Gaza oleh Pemerintahan Joe Biden yang ia anggap sebagai "Reaksi Sembrono yang didasarkan pada Kebangkrutan Intelektual".
Negara tetangga, seperti Mesir juga telah dengan lantang menyerukan agar komunitas internasional segera mendesak Israel untuk menghentikan serangan ke Gaza. Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry dalam pertemuan dengan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Volker Türk, menyerukan agar komunitas internasional harus segera menghentikan "Serangan Israel terhadap masyarakat Gaza".
Shoukry dalam pertemuannya dengan Komisaris PBB mengingatkan tentang perlunya dilakukan upaya yang lebih terkoordinasi oleh berbagai pihak, sehingga bantuan kemanusiaan ke Gaza dapat dikirim kembali dalam jenis dan jumlah yang cukup untuk warga secara berkelanjutan. Dia juga menekankan perlunya memotong 'hambatan yang disengaja' yang dilakukan pihak Israel. Dia juga menjelaskan bahwa pemberian bantuan tidak boleh menyurutkan semangat beberapa pihak internasional untuk mendukung gencatan senjata segera.
"Kejutan kemanusiaan yang dirasakan utamanya adalah akibat dan dampak pemboman Israel terhadap fasilitas sipil, pengepungan, dan pengungsian. Ini adalah penting bagi dunia internasional untuk ikut memikul tanggung jawab hukum, kemanusiaan, dan politik untuk mengakhiri bencana ini. Oleh karenanya masyarakat dunia dianggap perlu untuk mengambil tindakan serius mendukung kembali gencatan senjata sesegera mungkin," katanya.
Shoukry kembali menekankan bahwa hak asasi manusia Palestina tidak kalah pentingnya dengan hak asasi manusia di negara-negara lain. Dia juga menegaskan kembali komitmen negaranya untuk terus membela hak-hak asasi rakyat Palestina, yang mengarah pada hak mereka untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka, layak, dan bersebelahan dengan Timur. Yerusalem sebagai ibu kotanya. Perilaku yang memanusiakan sandera dan menghargai hak asasi manusia ternyata telah melahirkan simpati dunia kepada perjuangan Hamas di Gaza
Infrastruktur Gaza yang Hancur Parah dan Rencana Pengusiran
Pemerintah di Gaza melaporkan bahwa lebih dari 60 persen rumah dan infrastruktur di Jalur Gaza telah hancur. Menurut Mohammed Majed, Hacer Başer yang mendapat informasi dari Israel bahwa para pejabat Israel telah mengumumkan bahwa gencatan senjata atau jeda kemanusiaan dapat diperpanjang satu hari di Gaza lagi jika Hamas membebaskan 10 wanita lagi yang ditawan mereka. Yang parahnya lagi, menurut pers Israel bahwa pemerintahan Netanyahu justru tengah bersiap untuk melakukan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.
Untuk kepentingan pemindahan tersebut tengah dipertimbangkan membuka jalur laut untuk mengusir warga Palestina keluar dari Gaza. Ini adalah rencana yang didukung oleh kelompok sayap kanan. Menteri Keuangan di kabinet telah meminta Netanyahu untuk tidak memperpanjang jeda kemanusiaan. Media Israel menulis bahwa pemerintahan Netanyahu sedang menyusun rencana untuk mengurangi populasi Palestina di Gaza dan membuka jalur laut untuk tujuan ini.
Dalam pemberitaan yang dimuat koresponden politik senior surat kabar Israel HaYom, Mati Tuchfeld, disebutkan bahwa Netanyahu meminta Menteri Urusan Strategis di Kabinet Perang, Ron Dermer, untuk segera menyusun rencana deportasi warga Palestina di Jalur Gaza dengan membuka Rafah, gerbang perbatasan dan bahkan pembukaan jalur laut. Netanyahu juga telah menyampaikan rencana tersebut kepada Kabinet Perang untuk membuka jalur laut bagi warga Palestina untuk bermigrasi ke negara-negara Eropa atau Afrika.Sementara, partai Likud pimpinan Netanyahu dan tokoh-tokoh sayap kanan di pemerintahan sependapat dan memandang bahwa rencana ini sebagai suatu keharusan.
Israel Abaikan Sanksi
Tidaklah berlebihan kalau banyak media yang menyesalkan tindakan Israel sejak 7 Oktober lalu yang dinilai barbar, mulai dari penyerangan rumah permukiman sipil, ambulans, kantor cabang perwakilan PBB, rumah sakit, kamp pengungsi termasuk penyerangan wanita dan anak anak. Pascagencatan senjata, kembali pengeboman terhadap rumah sakit dilakukan. Kali ini yang menjadi sasaran adalah Rumah Sakit Baptis. Ini menjadi catatan kejahatan kemanusiaan yang paling keji sampai hari ini. 500 orang mati syahid. Di situ ada anak-anak, wanita, staf medis, dan beberapa pengungsi yang telantar setelah rumah mereka hancur dibombardir Israel.
Rumah sakit ini adalah Rumah sakit Nasional Arab (Baptis) yang terletak di Al-Zaytoun, sebelah selatan Kota Gaza yang didirikan oleh Masyarakat Misionaris Gereja Inggris pada tahun 1882. Rumah sakit ini adalah rumah sakit tertua di Palestina, tetapi bom Israel berhasil meluluhlantakkannya.
Banyak pihak meyakini Baptis bukanlah sasaran terakhir. Sejak awal perang di Jalur Gaza Israel dengan terang-terangan mengancam akan mengebom rumah sakit yang dianggap sebagai tempat warga sipil berlindung, karena Israel percaya bahwa rumah sakit tersebut adalah tempat yang aman sesuai dengan semua norma, etika, dan hukum internasional.
Dalam tiga hari terakhir banyak platform media sosial dan institusi media telah menyebarkan foto-foto mengenaskan dari Rumah Sakit Baptis. Tidak itu saja. Masih banyak tersebar berbagai foto lainnya yang sebagian besar adalah foto kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan menurut ukuran hukum humaniter internasional. Israel mungkin lupa bahwa Statuta Roma tentang Pengadilan Kriminal Internasional, Konvensi Jenewa tahun 1949, yang telah mendefinisikan bahwa “kejahatan perang” sebagai pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan selama konflik dan perang terhadap warga sipil pada umumnya, yang berarti bahwa penargetan warga sipil dan wilayah sipil secara sengaja tanpa alasan militer yang diperlukan untuk penargetan ini adalah kejahatan perang.
Hal ini tentu berlaku untuk apa yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Karena di setiap target seperi di Rumah Sakit Al - Shifa, Rumah Sakit Indonesia, dan Baptis ini korbannya semuanya waga sipil. Artinya targetnya adalah manusia dan peralatan nir militer sehingga banyak yang sependapat dengan pelapor PBB untuk Hak Asasi Manusia, Francesca Albanese, yang mengatakan bahwa penduduk Gaza sedang menjadi sasaran kegiatan genosida Israel. Sementara pelapor PBB tentang Hak Atas Air Pedro Araujo Agudo sedang mempertimbangkan tentang perilaku Israel membatasi kesempatan masyarakat untuk memperoleh penghidupan juga merupakan kejahatan perang.
Seperti bebal, Israel ternyata seperti tidak paham etika atau hukum internasional, karena mereka nyata-nyata dengan sengaja telah membombardir warga sipil, sekolah, tempat ibadah, tim medis, dan ambulans, menghilangkan bantuan dari masyarakat, dan dengan sengaja membuat mereka kelaparan, dengan tujuan untuk menggusur penduduk Gaza utara. Kejahatan yang dilakukan seolah adalah restu luas dari Barat, karena nyatanya Tel Aviv menerima dukungan finansial, militer, dan politik mutlak dari Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya. Pada saat bersamaan negara pro Israel sedang mendiskusikan pemberian dukungan tambahan kepada negara pendudukan dalam perang melawan Palestina.
Amerika Serikat pun menurut berbagai.media, sedang mengirimkan amunisi canggih yang diminta Israel, memasok pesawat tempur, yang kemudian mengebom Jalur Gaza.Washington juga mengirim kapal induk “Gerald Ford” ke Mediterania timur, disertai dengan pesawat tempur, kapal penjelajah, dan kapal perusak. Juga memutuskan untuk mengirim mengirim kapal induk “Dwight Eisenhower” dan kapal pendampingnya ke daerah tersebut. Inggris mengumumkan pengerahan peralatan militer untuk pengawasan angkatan laut dan udara serta dua kapal di Mediterania timur untuk mendukung Israel. Jerman, pada gilirannya, menyerahkan dua drone militer “Heron TB” kepada entitas Israel, yang masing-masing membawa satu ton amunisi. Sementara Paris memberikan informasi intelijen dan dukungan diplomatik
Ada juga yang gamang, seperti Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, yang juatru mengusulkan secara terbuka, tanpa rasa malu, dan di hadapan Kanselir Jerman Olaf Schulz, agar warga Palestina dipindahkan ke Gurun Negev sampai perlawanan selesai, dan setelah itu warga Palestina akan dikembalikan ke Gaza.
Melihat agresi Israel di Jalur Gaza seperti ini, sepertinya perang akan berlangsung lama. Para pemimpin Arab belum melakukan apa-apa. Mereka hanya mengeluarkan pernyataan semata-mata hanya untuk membuktikan bahwa mereka ada. Sementara masyarakat hanya dibiarkan turun ke jalan sambil membawa bendera Palestina dan mengecam kejahatan Israel. Demo terjadi di berbagai ibu kota dan kota di dunia Arab dalam berbagai tingkatan selama beberapa hari terakhir. Ini penting, mereka berkontribusi dalam membentuk opini publik Arab serta membuktikan bahwa warga negara Arab masih berpegang teguh pada prinsip utama mereka Palestina merdeka, meskipun Israel melakukan kekerasan.
Demonstrasi artinya memberikan dukungan simbolis kepada rakyat Palestina dan menegaskan bahwa bangsa Arab mendukung perlawanan mereka. Ini juga merupakan tekanan pada rezim untuk mengubah posisi mereka dan memaksa sebagian dari mereka untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap apa yang terjadi di Jalur Gaza, Israel, Tepi Barat, dan wilayah pendudukan di Palestina lainnya.
Beberapa konsep penghentian perang yang secara regional secara efektif dapat dilakukan. Pertama, selain senjata minyak dan gas, Mesir, misalnya, sebenarnya bisa memanfaatkan senjata ampuhnya "Terusan Suez". Dunia sudah melihat bertahun-tahun yang lalu bagaimana bila ada larangan kapal masuk ke terusan itu akan berdampak pada perdagangan global. Ini adalah senjata penting dan sah yang bisa digunakan untuk memberikan tekanan pada negara-negara Barat yang mendukung Israel. Negara-negara Arab cukup memberikan dukungan suara di PBB- tidak harus mempersiapkan tentara dan mengirim mereka ke Palestina
Kedua, tidak bisa juga dibayangkan bila duta besar entitas Iarael tersebut diusir sampai batas perjanjian perdamaian dan normalisasi Gaza selesai, semata-mata untuk menekan Israel agar menghentikan kejahatan mereka terhadap warga Palestina yang tidak bersalah.
Ketiga, para pemimpin Arab harus kompak menggunakan diplomasi untuk mempublikasikan keadilan perjuangan Palestina serta memobilisasi dukungan di forum internasional, sampai tercapai konsensus yang mengkritik praktik entitas Israel, yang dapat memaksa mereka menghentikan agresi yang telah berlangsung selama berhari-hari ini
Memang, praktik selama ini, diplomasi Arab dirasakan relatif lemah, membuat beberapa negara yang selama ini mendukung perjuangan Palestina mundur dari posisinya dan berbalik berpihak pada entitas Israel. Hal ini terjadi karena Israel berhasil menyusup ke banyak entitas dan kelompok lokal, regional, dan internasional.
Bocornya Informasi Intelijen yang Melemahkan Israel Sendiri
Sungguh tidak bisa disangka bahwa negara sekuat dan setangguh Israel bisa mengalami bocor dokumen intelijennya yang dimuat di global media. Ada analisis yang menganggap kebocoran informasi intelijen dari internal Israel, karena kelemahan siatem intelijen seperti halnya serangan 7 oktober lalu, saat Netanyahu mendapat informasi yang keliru sehingga Israel yang tidak siap, dan dengan mudah bisa diserbu Hamas. Kelemahan intelijen ini juga terjadi terhadap perlakuan sandera yang kejam berbanding terbalik dengan perlakuan humanis Hamas terhadap tawanan sebagai fenomena Stockholm Syndrome. Kebencian dan tuntutan meluas terjadi terhadap pemerintah Israel bahkan oleh warganya sendiri eks tawanan Hamas.
Kebocoran kali ini juga terjadi, sebagaimana dimuat dalam situs web yang berbasis di Tel Aviv bernama "+972", yang menulis bahwa aplikasi kecerdasan buatan, yang disebut "Habsora", yang digunakan tentara Israel untuk menentukan target dalam serangannya terhadap Jalur Gaza, telah digunakan dengan sengaja untuk menyerang infrastruktur sipil, dan di situ selalu diketahui berapa banyak warga sipil yang akan tewas dalam serangan. Target dihasilkan secara otomatis dengan aplikasi ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh situs web "+972" bekerja sama dengan Local Call dan berdasarkan wawancara dengan tujuh anggota intelijen Israel saat ini dan mantan, termasuk personel intelijen militer dan angkatan udara yang terlibat dalam serangan Israel di Gaza, tentara Israel memfokuskan target di Gaza. Ia menggunakan teknologi kecerdasan buatan saat memilih target. Menurut juru bicara militer, pada 10 November, Israel telah menyerang total 15.000 sasaran di Gaza dalam 35 hari pertama serangan tersebut.
Menurut penelitian tersebut, dibandingkan dengan serangan-serangan Israel sebelumnya di Gaza, dalam serangan kali ini tentara Israel secara signifikan dapat meningkatkan sasarannya terhadap permukiman sipil, sementara sasaran-sasaran tersebut mencakup tempat tinggal pribadi, gedung-gedung publik, infrastruktur sipil, yang oleh tentara digambarkan sebagai “kekuatan target".
Menurut sumber intelijen yang dimuat di berbagai media di Turki, Barat, dan Arab, Israel juga pernah melakukan serangan terhadap Gaza pada masa lalu, tujuan serangan terhadap infrastruktur sipil adalah untuk “dengan sengaja” menyerang warga sipil di Palestina dan untuk menciptakan guncangan yang akan berujung pada tekanan sipil terhadap Hamas. Tapi malah terjadi sebaliknya, warga sipil semakin mencintai Hamas. Sebagaimana dalam peperangan, maka kelemahan dan setiap kebocoran informasi akan dimanfaatkan oleh lawan untuk memperkuat posisi dan simpati masyarakat guna memperlancar dukungan dalam setiap pergerakan gerilyanya.
Hamas juga melakukan propaganda, video tentang korban salah lirik "friendly fire " Israel yang melemahkan Israel. Dalam sebuah video yang dipublikasikan Hamas, ada seorang tentara wanita yang ditawan bernama "Faul Asiyani", yang mengaku tentara Iarael yang berasal dari Maroko. Dia membuat testimoni dan mengatakan, "Saya berusia 19 tahun, saya telah berada di sini selama 4 hari. Seluruh Gaza terkena serangan rudal. Ada tahanan-tahanan lain bersama saya di sini. Kami takut mati, takut mati, karena rudal-rudal kita tersebut."
Saat berbicara kepada pemerintah dan tentara Israel, Asiyani berkata, "Tolong hentikan. Ledakan terjadi sangat dekat dengan saya di sini."
Nah, Brigade Qassam mempublikasikan dengan sejumlah tujuan. Pertama, "Hentikan bombardment". Kedua, "Lihat ini, dia adalah pasukanmu sendiri. Apa kau ingin bunuh juga". Ketiga, "Kami perlakukan orangmu dengan sangat baik. Lihatlah video ini".
Gambar di akhir video, menunjukkan kematian Asiyani yang mengenaskan pascaserangan bom Israel. Akhirnya Brigade Al-Qassam mengumumkan di halaman Telegram mereka bahwa tentara Israel Faul Asiyani kehilangan nyawanya akibat serangan Israel sendiri.
Apa yang Bisa Kita Petik dari Konflik Hamas-Israel?
Bahwa merasa kuat, otak yang cerdas, didukung oleh kapasitas yang hebat, dengan basis teknologi canggih kekinian, terkadang membuat pemimpin lupa bahwa militansi dan kekompakan yang didukung oleh keinginan dan tekad yang kuat ternyata dapat mengalahkan rudal sekalipun. Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang mampu meresap semua aspirasi, menampung, memfilter, menilai, memilih dengan cepat, memutuskan dengan cepat dengan mempertimbangkan berbagai aspek kemanusian hukum dan manfaat. Pemimpin yang hebat akan membawa kedamaian, kemajuan, kekompakan, dan kesejahteraan. Ayo kita berdoa agar Netanyahu tidak menjadi orang yang keras kepala, bebal, dan kebal akan perasaan masyarakat global.
Mantan Direktur Pencegahan dan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT dan Pengamat Terorisme
MUNGKIN banyak yang tidak menyadari bahwa konflik dan perang Hamas -Israel yang saat ini memasuki babak perang baru setelah gencatan senjata, telah melahirkan pro dan kontra yang baru terhadap Israel.
Hal ini terlihat di media saat pertukaran dan pembebasan tawanan Israel oleh Hamas saat proses gencatan senjata ketika suasana keakraban antara tawanan Israel dan prajurit Al-Qassam tampak berbeda dari apa yang mungkin dibayangkan oleh masyarakat dunia. Ada tawanan dan penyandera yang salaman dan saling peluk. Ada tawanan yang memberi hormat kepada prajurit sang penyandera Al-Qassam yang mengantarnya naik ke mobil dengan senyuman. Bahkan, ada yang berkirim surat ucapan "simpati dan terima kasih" atas kebaikan sang penyandera, yang dia katakan sampai anak putri kecilnya merasa diperlakukan bak putri ratu.
Berita itu dimuat hampir di seluruh media mainstream di seluruh dunia. Para akademisi dan kriminolog mengungkap tentang sebuah teori lama hubungan poaitif negatif pelaku dan korban kejahatan "Stockholm Syndrome" yang nyata, yakni korban sandera Hamas justru memberi respons positif pada penyandera karena dia telah diperlakukan dengan sangat manusiawi dan baik. Di sisi lain Israel justru banyak dikecam oleh negara-negara pro Palestina maupun dari internal pemerintahan Benjamin Netanyahu karena telah mengarantina para sandera yang sudah dibebaskan oleh musuh untuk mencegah para eks sandera tersebut bertemu dengan orang lain dan berbicara kepada jurnalis atau media tentang apa yang mereka alami.
Akibatnya, terjadi demo besar-besaran di mana-mana mendukung Palestina dan tuntutan untuk memperpanjang gencatan senjata dan segera membebaskan sandera. Bahkan di Spanyol, di Masjid Masjidil Haram, terjadi peningkatan orang bersyahadat menjadi mualaf karena simpaty pada perilaku Al-Qassam yang walaupun menyandera pihak musuh tapi masih memanusiakan mereka.
Dari aspek hubungan ketatanegaraan, baik bilateral, regional, dan global, juga banyak berdampak terhadap Israel. Beberapa hari yang lalu misalnya, duta besar Israel telah diusir dari negara Kolombia sebagai reaksi atas kecaman kejahatan Israel yang sedang berlangsung terhadap warga Palestina di Gaza. Padahal selama beberapa dekade Kolombia sangat membutuhkan impor senjata Israel dalam.rangka menghadapi kelompok bersenjata sayap kiri, paramiliter sayap kanan, dan dalam rangka menghadapi kelompok kejahatan gembong narkoba.
Pada saat yang sama, tidak disangka-sangka, Direktur Urusan Publik dan Kongres pada Biro Urusan Politik dan Militer Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, juga mengundurkan diri karena keterlibatan AS dalam penanganan konflik Israel di Gaza oleh Pemerintahan Joe Biden yang ia anggap sebagai "Reaksi Sembrono yang didasarkan pada Kebangkrutan Intelektual".
Negara tetangga, seperti Mesir juga telah dengan lantang menyerukan agar komunitas internasional segera mendesak Israel untuk menghentikan serangan ke Gaza. Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry dalam pertemuan dengan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Volker Türk, menyerukan agar komunitas internasional harus segera menghentikan "Serangan Israel terhadap masyarakat Gaza".
Shoukry dalam pertemuannya dengan Komisaris PBB mengingatkan tentang perlunya dilakukan upaya yang lebih terkoordinasi oleh berbagai pihak, sehingga bantuan kemanusiaan ke Gaza dapat dikirim kembali dalam jenis dan jumlah yang cukup untuk warga secara berkelanjutan. Dia juga menekankan perlunya memotong 'hambatan yang disengaja' yang dilakukan pihak Israel. Dia juga menjelaskan bahwa pemberian bantuan tidak boleh menyurutkan semangat beberapa pihak internasional untuk mendukung gencatan senjata segera.
"Kejutan kemanusiaan yang dirasakan utamanya adalah akibat dan dampak pemboman Israel terhadap fasilitas sipil, pengepungan, dan pengungsian. Ini adalah penting bagi dunia internasional untuk ikut memikul tanggung jawab hukum, kemanusiaan, dan politik untuk mengakhiri bencana ini. Oleh karenanya masyarakat dunia dianggap perlu untuk mengambil tindakan serius mendukung kembali gencatan senjata sesegera mungkin," katanya.
Shoukry kembali menekankan bahwa hak asasi manusia Palestina tidak kalah pentingnya dengan hak asasi manusia di negara-negara lain. Dia juga menegaskan kembali komitmen negaranya untuk terus membela hak-hak asasi rakyat Palestina, yang mengarah pada hak mereka untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka, layak, dan bersebelahan dengan Timur. Yerusalem sebagai ibu kotanya. Perilaku yang memanusiakan sandera dan menghargai hak asasi manusia ternyata telah melahirkan simpati dunia kepada perjuangan Hamas di Gaza
Infrastruktur Gaza yang Hancur Parah dan Rencana Pengusiran
Pemerintah di Gaza melaporkan bahwa lebih dari 60 persen rumah dan infrastruktur di Jalur Gaza telah hancur. Menurut Mohammed Majed, Hacer Başer yang mendapat informasi dari Israel bahwa para pejabat Israel telah mengumumkan bahwa gencatan senjata atau jeda kemanusiaan dapat diperpanjang satu hari di Gaza lagi jika Hamas membebaskan 10 wanita lagi yang ditawan mereka. Yang parahnya lagi, menurut pers Israel bahwa pemerintahan Netanyahu justru tengah bersiap untuk melakukan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.
Untuk kepentingan pemindahan tersebut tengah dipertimbangkan membuka jalur laut untuk mengusir warga Palestina keluar dari Gaza. Ini adalah rencana yang didukung oleh kelompok sayap kanan. Menteri Keuangan di kabinet telah meminta Netanyahu untuk tidak memperpanjang jeda kemanusiaan. Media Israel menulis bahwa pemerintahan Netanyahu sedang menyusun rencana untuk mengurangi populasi Palestina di Gaza dan membuka jalur laut untuk tujuan ini.
Dalam pemberitaan yang dimuat koresponden politik senior surat kabar Israel HaYom, Mati Tuchfeld, disebutkan bahwa Netanyahu meminta Menteri Urusan Strategis di Kabinet Perang, Ron Dermer, untuk segera menyusun rencana deportasi warga Palestina di Jalur Gaza dengan membuka Rafah, gerbang perbatasan dan bahkan pembukaan jalur laut. Netanyahu juga telah menyampaikan rencana tersebut kepada Kabinet Perang untuk membuka jalur laut bagi warga Palestina untuk bermigrasi ke negara-negara Eropa atau Afrika.Sementara, partai Likud pimpinan Netanyahu dan tokoh-tokoh sayap kanan di pemerintahan sependapat dan memandang bahwa rencana ini sebagai suatu keharusan.
Israel Abaikan Sanksi
Tidaklah berlebihan kalau banyak media yang menyesalkan tindakan Israel sejak 7 Oktober lalu yang dinilai barbar, mulai dari penyerangan rumah permukiman sipil, ambulans, kantor cabang perwakilan PBB, rumah sakit, kamp pengungsi termasuk penyerangan wanita dan anak anak. Pascagencatan senjata, kembali pengeboman terhadap rumah sakit dilakukan. Kali ini yang menjadi sasaran adalah Rumah Sakit Baptis. Ini menjadi catatan kejahatan kemanusiaan yang paling keji sampai hari ini. 500 orang mati syahid. Di situ ada anak-anak, wanita, staf medis, dan beberapa pengungsi yang telantar setelah rumah mereka hancur dibombardir Israel.
Rumah sakit ini adalah Rumah sakit Nasional Arab (Baptis) yang terletak di Al-Zaytoun, sebelah selatan Kota Gaza yang didirikan oleh Masyarakat Misionaris Gereja Inggris pada tahun 1882. Rumah sakit ini adalah rumah sakit tertua di Palestina, tetapi bom Israel berhasil meluluhlantakkannya.
Banyak pihak meyakini Baptis bukanlah sasaran terakhir. Sejak awal perang di Jalur Gaza Israel dengan terang-terangan mengancam akan mengebom rumah sakit yang dianggap sebagai tempat warga sipil berlindung, karena Israel percaya bahwa rumah sakit tersebut adalah tempat yang aman sesuai dengan semua norma, etika, dan hukum internasional.
Dalam tiga hari terakhir banyak platform media sosial dan institusi media telah menyebarkan foto-foto mengenaskan dari Rumah Sakit Baptis. Tidak itu saja. Masih banyak tersebar berbagai foto lainnya yang sebagian besar adalah foto kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan menurut ukuran hukum humaniter internasional. Israel mungkin lupa bahwa Statuta Roma tentang Pengadilan Kriminal Internasional, Konvensi Jenewa tahun 1949, yang telah mendefinisikan bahwa “kejahatan perang” sebagai pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan selama konflik dan perang terhadap warga sipil pada umumnya, yang berarti bahwa penargetan warga sipil dan wilayah sipil secara sengaja tanpa alasan militer yang diperlukan untuk penargetan ini adalah kejahatan perang.
Hal ini tentu berlaku untuk apa yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Karena di setiap target seperi di Rumah Sakit Al - Shifa, Rumah Sakit Indonesia, dan Baptis ini korbannya semuanya waga sipil. Artinya targetnya adalah manusia dan peralatan nir militer sehingga banyak yang sependapat dengan pelapor PBB untuk Hak Asasi Manusia, Francesca Albanese, yang mengatakan bahwa penduduk Gaza sedang menjadi sasaran kegiatan genosida Israel. Sementara pelapor PBB tentang Hak Atas Air Pedro Araujo Agudo sedang mempertimbangkan tentang perilaku Israel membatasi kesempatan masyarakat untuk memperoleh penghidupan juga merupakan kejahatan perang.
Seperti bebal, Israel ternyata seperti tidak paham etika atau hukum internasional, karena mereka nyata-nyata dengan sengaja telah membombardir warga sipil, sekolah, tempat ibadah, tim medis, dan ambulans, menghilangkan bantuan dari masyarakat, dan dengan sengaja membuat mereka kelaparan, dengan tujuan untuk menggusur penduduk Gaza utara. Kejahatan yang dilakukan seolah adalah restu luas dari Barat, karena nyatanya Tel Aviv menerima dukungan finansial, militer, dan politik mutlak dari Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya. Pada saat bersamaan negara pro Israel sedang mendiskusikan pemberian dukungan tambahan kepada negara pendudukan dalam perang melawan Palestina.
Amerika Serikat pun menurut berbagai.media, sedang mengirimkan amunisi canggih yang diminta Israel, memasok pesawat tempur, yang kemudian mengebom Jalur Gaza.Washington juga mengirim kapal induk “Gerald Ford” ke Mediterania timur, disertai dengan pesawat tempur, kapal penjelajah, dan kapal perusak. Juga memutuskan untuk mengirim mengirim kapal induk “Dwight Eisenhower” dan kapal pendampingnya ke daerah tersebut. Inggris mengumumkan pengerahan peralatan militer untuk pengawasan angkatan laut dan udara serta dua kapal di Mediterania timur untuk mendukung Israel. Jerman, pada gilirannya, menyerahkan dua drone militer “Heron TB” kepada entitas Israel, yang masing-masing membawa satu ton amunisi. Sementara Paris memberikan informasi intelijen dan dukungan diplomatik
Ada juga yang gamang, seperti Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, yang juatru mengusulkan secara terbuka, tanpa rasa malu, dan di hadapan Kanselir Jerman Olaf Schulz, agar warga Palestina dipindahkan ke Gurun Negev sampai perlawanan selesai, dan setelah itu warga Palestina akan dikembalikan ke Gaza.
Melihat agresi Israel di Jalur Gaza seperti ini, sepertinya perang akan berlangsung lama. Para pemimpin Arab belum melakukan apa-apa. Mereka hanya mengeluarkan pernyataan semata-mata hanya untuk membuktikan bahwa mereka ada. Sementara masyarakat hanya dibiarkan turun ke jalan sambil membawa bendera Palestina dan mengecam kejahatan Israel. Demo terjadi di berbagai ibu kota dan kota di dunia Arab dalam berbagai tingkatan selama beberapa hari terakhir. Ini penting, mereka berkontribusi dalam membentuk opini publik Arab serta membuktikan bahwa warga negara Arab masih berpegang teguh pada prinsip utama mereka Palestina merdeka, meskipun Israel melakukan kekerasan.
Demonstrasi artinya memberikan dukungan simbolis kepada rakyat Palestina dan menegaskan bahwa bangsa Arab mendukung perlawanan mereka. Ini juga merupakan tekanan pada rezim untuk mengubah posisi mereka dan memaksa sebagian dari mereka untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap apa yang terjadi di Jalur Gaza, Israel, Tepi Barat, dan wilayah pendudukan di Palestina lainnya.
Beberapa konsep penghentian perang yang secara regional secara efektif dapat dilakukan. Pertama, selain senjata minyak dan gas, Mesir, misalnya, sebenarnya bisa memanfaatkan senjata ampuhnya "Terusan Suez". Dunia sudah melihat bertahun-tahun yang lalu bagaimana bila ada larangan kapal masuk ke terusan itu akan berdampak pada perdagangan global. Ini adalah senjata penting dan sah yang bisa digunakan untuk memberikan tekanan pada negara-negara Barat yang mendukung Israel. Negara-negara Arab cukup memberikan dukungan suara di PBB- tidak harus mempersiapkan tentara dan mengirim mereka ke Palestina
Kedua, tidak bisa juga dibayangkan bila duta besar entitas Iarael tersebut diusir sampai batas perjanjian perdamaian dan normalisasi Gaza selesai, semata-mata untuk menekan Israel agar menghentikan kejahatan mereka terhadap warga Palestina yang tidak bersalah.
Ketiga, para pemimpin Arab harus kompak menggunakan diplomasi untuk mempublikasikan keadilan perjuangan Palestina serta memobilisasi dukungan di forum internasional, sampai tercapai konsensus yang mengkritik praktik entitas Israel, yang dapat memaksa mereka menghentikan agresi yang telah berlangsung selama berhari-hari ini
Memang, praktik selama ini, diplomasi Arab dirasakan relatif lemah, membuat beberapa negara yang selama ini mendukung perjuangan Palestina mundur dari posisinya dan berbalik berpihak pada entitas Israel. Hal ini terjadi karena Israel berhasil menyusup ke banyak entitas dan kelompok lokal, regional, dan internasional.
Bocornya Informasi Intelijen yang Melemahkan Israel Sendiri
Sungguh tidak bisa disangka bahwa negara sekuat dan setangguh Israel bisa mengalami bocor dokumen intelijennya yang dimuat di global media. Ada analisis yang menganggap kebocoran informasi intelijen dari internal Israel, karena kelemahan siatem intelijen seperti halnya serangan 7 oktober lalu, saat Netanyahu mendapat informasi yang keliru sehingga Israel yang tidak siap, dan dengan mudah bisa diserbu Hamas. Kelemahan intelijen ini juga terjadi terhadap perlakuan sandera yang kejam berbanding terbalik dengan perlakuan humanis Hamas terhadap tawanan sebagai fenomena Stockholm Syndrome. Kebencian dan tuntutan meluas terjadi terhadap pemerintah Israel bahkan oleh warganya sendiri eks tawanan Hamas.
Kebocoran kali ini juga terjadi, sebagaimana dimuat dalam situs web yang berbasis di Tel Aviv bernama "+972", yang menulis bahwa aplikasi kecerdasan buatan, yang disebut "Habsora", yang digunakan tentara Israel untuk menentukan target dalam serangannya terhadap Jalur Gaza, telah digunakan dengan sengaja untuk menyerang infrastruktur sipil, dan di situ selalu diketahui berapa banyak warga sipil yang akan tewas dalam serangan. Target dihasilkan secara otomatis dengan aplikasi ini.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh situs web "+972" bekerja sama dengan Local Call dan berdasarkan wawancara dengan tujuh anggota intelijen Israel saat ini dan mantan, termasuk personel intelijen militer dan angkatan udara yang terlibat dalam serangan Israel di Gaza, tentara Israel memfokuskan target di Gaza. Ia menggunakan teknologi kecerdasan buatan saat memilih target. Menurut juru bicara militer, pada 10 November, Israel telah menyerang total 15.000 sasaran di Gaza dalam 35 hari pertama serangan tersebut.
Menurut penelitian tersebut, dibandingkan dengan serangan-serangan Israel sebelumnya di Gaza, dalam serangan kali ini tentara Israel secara signifikan dapat meningkatkan sasarannya terhadap permukiman sipil, sementara sasaran-sasaran tersebut mencakup tempat tinggal pribadi, gedung-gedung publik, infrastruktur sipil, yang oleh tentara digambarkan sebagai “kekuatan target".
Menurut sumber intelijen yang dimuat di berbagai media di Turki, Barat, dan Arab, Israel juga pernah melakukan serangan terhadap Gaza pada masa lalu, tujuan serangan terhadap infrastruktur sipil adalah untuk “dengan sengaja” menyerang warga sipil di Palestina dan untuk menciptakan guncangan yang akan berujung pada tekanan sipil terhadap Hamas. Tapi malah terjadi sebaliknya, warga sipil semakin mencintai Hamas. Sebagaimana dalam peperangan, maka kelemahan dan setiap kebocoran informasi akan dimanfaatkan oleh lawan untuk memperkuat posisi dan simpati masyarakat guna memperlancar dukungan dalam setiap pergerakan gerilyanya.
Hamas juga melakukan propaganda, video tentang korban salah lirik "friendly fire " Israel yang melemahkan Israel. Dalam sebuah video yang dipublikasikan Hamas, ada seorang tentara wanita yang ditawan bernama "Faul Asiyani", yang mengaku tentara Iarael yang berasal dari Maroko. Dia membuat testimoni dan mengatakan, "Saya berusia 19 tahun, saya telah berada di sini selama 4 hari. Seluruh Gaza terkena serangan rudal. Ada tahanan-tahanan lain bersama saya di sini. Kami takut mati, takut mati, karena rudal-rudal kita tersebut."
Saat berbicara kepada pemerintah dan tentara Israel, Asiyani berkata, "Tolong hentikan. Ledakan terjadi sangat dekat dengan saya di sini."
Nah, Brigade Qassam mempublikasikan dengan sejumlah tujuan. Pertama, "Hentikan bombardment". Kedua, "Lihat ini, dia adalah pasukanmu sendiri. Apa kau ingin bunuh juga". Ketiga, "Kami perlakukan orangmu dengan sangat baik. Lihatlah video ini".
Gambar di akhir video, menunjukkan kematian Asiyani yang mengenaskan pascaserangan bom Israel. Akhirnya Brigade Al-Qassam mengumumkan di halaman Telegram mereka bahwa tentara Israel Faul Asiyani kehilangan nyawanya akibat serangan Israel sendiri.
Apa yang Bisa Kita Petik dari Konflik Hamas-Israel?
Bahwa merasa kuat, otak yang cerdas, didukung oleh kapasitas yang hebat, dengan basis teknologi canggih kekinian, terkadang membuat pemimpin lupa bahwa militansi dan kekompakan yang didukung oleh keinginan dan tekad yang kuat ternyata dapat mengalahkan rudal sekalipun. Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang mampu meresap semua aspirasi, menampung, memfilter, menilai, memilih dengan cepat, memutuskan dengan cepat dengan mempertimbangkan berbagai aspek kemanusian hukum dan manfaat. Pemimpin yang hebat akan membawa kedamaian, kemajuan, kekompakan, dan kesejahteraan. Ayo kita berdoa agar Netanyahu tidak menjadi orang yang keras kepala, bebal, dan kebal akan perasaan masyarakat global.
(zik)