Alexander Marwata Benarkan Cerita Agus Rahardjo soal Perintah Penghentian Kasus e-KTP
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan cerita mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diperintah menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto (Setnov). Perintah itu ditolak karena KPK sudah mengumumkan tersangka.
"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alex dalam keterangannya, Jumat (1/12/2023).
Alex yang saat itu juga menjabat sebagai pimpinan KPK bersama Agus Rahardjo bersepakat dengan pimpinan lain untuk menolak memberhentikan kasus tersebut.
"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan," kata Alex.
"KPK juga sudah mengumumkan tersangka," sambungnya.
Untuk diketahui, Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto. Pertemuan keduanya terjadi di Istana.
Saat memasuki Istana, Agus menyebut Presiden Jokowi sedang marah. Saat diperintahkan untuk duduk dan berpikir sejenak, Agus baru mengetahui dirinya diminta untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik.
"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, hentikan!" kata Agus.
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Presiden Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," kata Agus.
Agus menolak perintah tersebut. Dirinya mengatakan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelumnya. Sementara, saat itu belum ada aturan hukum di KPK yang memperbolehkan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK, itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu," kata Agus.
Ari mengatakan, dalam kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada 2017. Sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," kata Ari.
Ari juga menekankan revisi UU KPK bukan inisiatif dari pemerintah melainkan DPR. "Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," katanya.
"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alex dalam keterangannya, Jumat (1/12/2023).
Alex yang saat itu juga menjabat sebagai pimpinan KPK bersama Agus Rahardjo bersepakat dengan pimpinan lain untuk menolak memberhentikan kasus tersebut.
"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan," kata Alex.
"KPK juga sudah mengumumkan tersangka," sambungnya.
Untuk diketahui, Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto. Pertemuan keduanya terjadi di Istana.
Saat memasuki Istana, Agus menyebut Presiden Jokowi sedang marah. Saat diperintahkan untuk duduk dan berpikir sejenak, Agus baru mengetahui dirinya diminta untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik.
"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, hentikan!" kata Agus.
"Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Presiden Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," kata Agus.
Agus menolak perintah tersebut. Dirinya mengatakan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelumnya. Sementara, saat itu belum ada aturan hukum di KPK yang memperbolehkan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK, itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu," kata Agus.
Istana Membantah
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menegaskan pertemuan Agus dengan Presiden Jokowi tidak pernah ada dalam agenda kepresidenan. "Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Ari dalam keterangannya, Jumat (1/12/2023).Ari mengatakan, dalam kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada 2017. Sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," kata Ari.
Ari juga menekankan revisi UU KPK bukan inisiatif dari pemerintah melainkan DPR. "Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," katanya.
(abd)