Publik Yakini Polri Bersikap Netral di Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Polri ) diyakini akan menjaga netralitas guna mewujudkan situasi aman dan kondusif dalam pelaksanaan Pemilu 2024 . Masyarakat diminta tidak terpengaruh atas isu netralitas yang berkembang akhir-akhir ini.
Hal ini disampaikan Ketua Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK) Abdullah Kelrey dalam diskusi netralitas ASN, TNI-Polri Berperan Sukseskan Pemilu 2024 di Kopi Oey, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Menurutnya, netralitas Polri adalah isu musiman setiap kali Pemilu.
"Surat Telegram agar anggota bersikap netral sudah jelas dan itu clear. Itu semua soal larangan adanya anggota Polri baik di daerah maupun pusat. Jadi tidak perlu lagi dipersoalkan di masyarakat," katanya.
Abdullah menyindir wacana Panja Netralitas Polri yang digulirkan DPR. Ia mempertanyakan kenapa Panja hanya menyasar netralitas Polri, bukan lembaga lain, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dari tingkat kelurahan hingga kepala daerah.
GPK berpesan agar Kapolri tidak terpengaruh menghadapi cobaan di tahun politik. Kelrey menyakini melalui telegram yang dikeluarkan Kapolri bisa menjaga personel Polri agar bertindak netral dalam Pilpres 2024.
Senada disampaikan Ketua Umum Rampai Nusantara Mardiansyah. Ia sangat yakin Polri akan netral. Apalagi Kapolri sudah mengirimkan telegram soal aturan Polri dan keluarga besar Polri untuk menjaga netralitas.
"Saya meyakini betul 1.000% bahwa Polri akan bertindak netral, justru saya agak mengkhawatirkan lembaga lain di luar Polri. Kapolri yang sekarang saya lihat ya cukup profesional dengan berbagai isu yang menghantam, dia bisa menyikapinya dengan sangat bijak," kata Mardiansyah.
Menurut Mardiansyah, seluruh perangkat negara harus bersikap netral dan fair. Semua perangkat negara tanpa terkecuali, tidak hanya kepolisian tapi juga perangkat-perangkat negara lainnya yang memang berpotensi untuk tidak netral itu juga harus mendudukkan dirinya lembaganya untuk menjadi sesuatu yang netral di Pemilu 2024.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra meyakini Polri sudah bergerak sesuai dengan koridor sebagai penegak hukum dan semua pihak harus meyakini bahwa Polri pasti netral.
"Hanya kemudian netralitas Polri itu tidak hanya dipercaya tapi tetap harus memerlukan pengawasan publik," katanya.
Persoalan ini menjadi ujian bagi Polri di tahun politik kali ini. Menurut Dedi, tudingan soal netralitas Polri hanya semacam riak-riak. Artinya hanya bagian dari kebebasan opini masyarakat sepanjang Polri bisa menunjukkan bahwa Polri konsisten dengan pendirian konsep presisinya.
"Saya kira tidak perlu khawatir terkait dengan tuduhan tuduhan publik semacam itu," sebutnya.
Di tempat yang sama, perwakilan Cyber Indonesia, Farhana Nabila Hanifah menegaskan dirinya mewakili generasi milenial dan Gen Z, juga pemerhati sosial media, melihat Polri saat ini sudah cukup netral. "Sayangnya banyak orang sekarang lihat sesuatu dari media sosial, makanya pimpinan Polri harus bisa bersuara juga di media sosial agar pesan netralitas sampai kepada masyarakat," katanya.
Farhana mengatakan, sejauh ini publik masih percaya semua aparat hukum itu netral. Dirinya juga percaya bukan cuma Polri tapi juga seluruh pemangku kebijakan Pemerintah yang berusaha agar Pemilu 2024 berjalan lancar.
"Saya percaya Polri dan seluruh jajarannya itu netral apalagi di sosial media sekarang mungkin lebih santernya diangkat tentang isu tersebut. Semoga tidak ada perpecahan ditengah masyarakat," tambahnya.
Farhana berpesan agar publik tidak terjebak oleh berita bohong, hate speech, Hoax, yang menimbulkan perpecahan. "Semoga acara-acara diskusi semacam ini bisa menjadikan masyarakat, pengguna medsos dan semuanya bisa lebih cerdas menggunakan media sosial dan tak mudah termakan hoax dan isu SARA," katanya.
Hal ini disampaikan Ketua Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK) Abdullah Kelrey dalam diskusi netralitas ASN, TNI-Polri Berperan Sukseskan Pemilu 2024 di Kopi Oey, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Menurutnya, netralitas Polri adalah isu musiman setiap kali Pemilu.
"Surat Telegram agar anggota bersikap netral sudah jelas dan itu clear. Itu semua soal larangan adanya anggota Polri baik di daerah maupun pusat. Jadi tidak perlu lagi dipersoalkan di masyarakat," katanya.
Abdullah menyindir wacana Panja Netralitas Polri yang digulirkan DPR. Ia mempertanyakan kenapa Panja hanya menyasar netralitas Polri, bukan lembaga lain, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dari tingkat kelurahan hingga kepala daerah.
GPK berpesan agar Kapolri tidak terpengaruh menghadapi cobaan di tahun politik. Kelrey menyakini melalui telegram yang dikeluarkan Kapolri bisa menjaga personel Polri agar bertindak netral dalam Pilpres 2024.
Senada disampaikan Ketua Umum Rampai Nusantara Mardiansyah. Ia sangat yakin Polri akan netral. Apalagi Kapolri sudah mengirimkan telegram soal aturan Polri dan keluarga besar Polri untuk menjaga netralitas.
"Saya meyakini betul 1.000% bahwa Polri akan bertindak netral, justru saya agak mengkhawatirkan lembaga lain di luar Polri. Kapolri yang sekarang saya lihat ya cukup profesional dengan berbagai isu yang menghantam, dia bisa menyikapinya dengan sangat bijak," kata Mardiansyah.
Menurut Mardiansyah, seluruh perangkat negara harus bersikap netral dan fair. Semua perangkat negara tanpa terkecuali, tidak hanya kepolisian tapi juga perangkat-perangkat negara lainnya yang memang berpotensi untuk tidak netral itu juga harus mendudukkan dirinya lembaganya untuk menjadi sesuatu yang netral di Pemilu 2024.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra meyakini Polri sudah bergerak sesuai dengan koridor sebagai penegak hukum dan semua pihak harus meyakini bahwa Polri pasti netral.
"Hanya kemudian netralitas Polri itu tidak hanya dipercaya tapi tetap harus memerlukan pengawasan publik," katanya.
Persoalan ini menjadi ujian bagi Polri di tahun politik kali ini. Menurut Dedi, tudingan soal netralitas Polri hanya semacam riak-riak. Artinya hanya bagian dari kebebasan opini masyarakat sepanjang Polri bisa menunjukkan bahwa Polri konsisten dengan pendirian konsep presisinya.
"Saya kira tidak perlu khawatir terkait dengan tuduhan tuduhan publik semacam itu," sebutnya.
Di tempat yang sama, perwakilan Cyber Indonesia, Farhana Nabila Hanifah menegaskan dirinya mewakili generasi milenial dan Gen Z, juga pemerhati sosial media, melihat Polri saat ini sudah cukup netral. "Sayangnya banyak orang sekarang lihat sesuatu dari media sosial, makanya pimpinan Polri harus bisa bersuara juga di media sosial agar pesan netralitas sampai kepada masyarakat," katanya.
Farhana mengatakan, sejauh ini publik masih percaya semua aparat hukum itu netral. Dirinya juga percaya bukan cuma Polri tapi juga seluruh pemangku kebijakan Pemerintah yang berusaha agar Pemilu 2024 berjalan lancar.
"Saya percaya Polri dan seluruh jajarannya itu netral apalagi di sosial media sekarang mungkin lebih santernya diangkat tentang isu tersebut. Semoga tidak ada perpecahan ditengah masyarakat," tambahnya.
Farhana berpesan agar publik tidak terjebak oleh berita bohong, hate speech, Hoax, yang menimbulkan perpecahan. "Semoga acara-acara diskusi semacam ini bisa menjadikan masyarakat, pengguna medsos dan semuanya bisa lebih cerdas menggunakan media sosial dan tak mudah termakan hoax dan isu SARA," katanya.
(abd)